Minggu, 25 Januari 2009

kisah 1

find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!
Have Sex TONIGHT!!!
find local singles looking for sex!

Thursday, January 24, 2008

Kang Saridjo, Pelampiasan Syahwatku - 3

"Duh.. Den, istriku saja nggak mau macam Aden gini.. Duh, enak bangett.. Sseehh.," dia meracau.

Ludahku membuat ketiak itu kuyup. Dan asin keringat ketiak yang larut dalam ludah itu kuambil kembali melalui isepan dan sedotan bibir dan lidahku.

"Amppuunn.. Deenn..." rintih nikmat Kang Saridjo.

Kulakukan sama pula pada sebelah ketiak lainnya. Kutinggalkan bekas kecupan pada dadanya. Aku benar-benar seperti kadal yang bergerak menggeliat-geliat merambah dada hingga perut Kang Saridjo.

Saat aku mencium dan melumati perutnya yang macam papan cuci karena otot-ototnya yang bergumpalan tanganku mulai merambahi pinggul dan turun mengarah ke bokongnya. Kemudian saat ciumanku tenggelam ke arah selangkangannya tangan-tanganku melepaskan jari-jarinya untuk merabai celah bukit bokongnya. Ini sensasi baru lagi bagi Kang Saridjo.

Jari-jariku dengan halus merabai pembuangan tainya. Kurasakan bulu-bulu lebat menutupi bibir duburnya. Saat jari-jariku mulai mendesak bibir dubur itu, teriakan kecil Kang Saridjo terdengar, "Ad.. Dden..!! Acchh..." itu pertanda kenikmatan baru menerjang dia. Kang Saridjo tentu tidak mengelak. Bahkan dia mengangkat sedikit bokong dan pahanya untuk memberi jalan lebih terbuka bagi jari-jariku untuk bermain pada lubang tainya itu. Bagiku juga sungguh membakar nafsu. Saat jari-jari berusaha menusuk lubang duburnya terasa sesak, kukulum dulu jari-jariku untuk mendapatkan basah ludahku. Sepintas aroma dubur Kang Saridjo menerpa hidungku.

Akhirnya Kang Saridjo benar-benar melipat kakinya hingga pahanya nempel ke dadanya. Aku dari arah bawah merangkaki dan menindih nyungsep di selangkangannya. Aku semakin menggila menjilati kontol Kang Saridjo. Batang dan kepalanya yang terus mendapatkan lumatan dari lidah dan bibirku terus mengalirkan deras precum-nya mengasinkan lidahku.

Ketika aku mulai mengulum biji-biji pelirnya, jari tanganku sudah mulai menembusi duburnya.

"Acchh.. Achh... Deenn.. Acch..." suara itu sungguh semakin merangsang nafsu seksualku.

Setiap terasa agak sesek jariku kukulum untuk membasahkan pakai ludahku. Setiap kali semen dubur Kang Saridjo yang terbawa jari-jariku kujilat dan kurasakan sepatnya. Ketika jari-jariku mulai keluar masuk lubang itu Kang Saridjo terus merintih kenikmatan.

"Deenn... Adenn.. Ampun Denn.. Enak Den.. Teruzz ddeenn.."

Berikutnya kudorong miring lipatan kakinya hingga rebah ke kasur. Kemudian kudorong lagi hingga Kang Saridjo tahu bahwa aku ingin dia nungging. Dia tahu mauku. Dia berusaha membuka lebih lebar belahan pantatnya dengan cara meletakkan kepalanya ke kasur sehingga bokongnya nungging tinggi.

Dan kusaksikan betapa pantatnya yang coklat hitam penuh bekas-bekas luka lebat tertutupi bulu-bulu badannya. Tepat pada lubang duburnya nampak bulu itu gelap melebat. Duuhh.. Sungguh mempesona libidoku. Aku tak mampu menahan diri. Dengan cara merangkaki dari belakangnya, kubenamkam wajahku ke belahan pantatnya itu. Kuendus aroma khas dari tempat itu. Hidungku membenam dan lidahku mencari-cari.

Sambil menjilati lubang duburnya, tanganku meraih batang kontolnya yang ngaceng menggelantung. Kuelusi dengan sesekali mengocok-ocoknya. Dalam tengkurep nunggingnya Kang Saridjo terus menerus merintih dan mendesah seperti orang kepedasan. Menjilati lubang tai Kang Saridjo sungguh memberikan kepuasan sensasional bagiku. Lidahku yang menusuku-nusuk menyentuh celah yang licin halus di tengah rimbunan bulu duburnya. Terkadang aku menyedotinya. Ludahku yang menyatu dengan bulu-bulu lebat itu melarutkan segala sesuatu yang tertinggal untuk kusedoti.

Ketika birahiku tak lagi tertahan aku bangkit. Penisku yang telah demikian tegang rasanya cukup keras untuk menembusi pantat Kang Saridjo.

"Kang... aku pengin ngentot pantat kamu. Bolehh..??"
"Saya belum pernah. Tetapi terserah.. Adeenn.. Sajaa.."

Laiknya macam anjing kawin aku mendatangi Kang Sardi yang telah nungging demikian sempurna dari arah belakang. Kucocok-cocok-kan ujung penisku ke pantatnya dan kudesakkan.

"Dduhh.. Zzaakitt.. Dduhh.. Deenn.. Nggak ppaa-Pa khan.. Den?"

Aku tak perlu menjawabnya. Kuludahi kepala kontolku sebagai lumasan sdan kusodokkan kembali. Sedikit demi sedikit akhirnya.. Blezz..

"Adduuhh.. Duhh.. Ampunn.. Ddenn..." suara Kang Saridjo sambil menyeringai.

Hanya sekitar 10 detik berikutnya suaranya sudah beda,

"Teruzz ddenn.. Enhakk bangett.."

Sambil terus aku menggenjot-genjot, ku peluki tubuhnya dari arah belakang hingga spermaku muncrat di dalam lubang duburnya. Aku langsung kembali jatuh lemas terkulai di kasur. Kang Saridjo yang tahu aku sudah memuncratkan air maniku di lubang duburnya ikut rebah di sampingku,

"Enak Den..?" sambil merabai perutku, kemudian selangkangan dan kontolku.

Aku hanya menganguk angguk. Aku memerlukan bernafas sejenak sebelum memuasi Kang Saridjo. Mungkin dengan cara mengisepi kontolnya hingga air maninya kembali tumpah ke mulutku.

Kuminta Kang Saridjo bangun untuk jongkok seperti hendak menduduki wajahku. Dengan kembali nungging dia arahkan kontoplnya untuk 'menembaki' mulutku. Aku sudah siap untuk mengulumnya. Kumulai kembali dengan menjilati dan menggigit-gigit kecil batangnya yang liat itu. Kepalanya kusapu dengan lidahku. Tepian topi bajanya sangat peka saat lidahku menyentuhnya,

"Duuhh.. Duh.. Dduuhh..." Kang Saridjo terus meracau sambil memompakan kontolnya ke mulutku. Untuk memberikan rangsangan dan rasa nikmat yang lebih tinggi beberapa kali tangan-tanganku juga kembali mengelusi lubang pantatnya.

Tak sampai 2 menit kemudian..

"Ddeenn.. Saya mau kk.. Keluarr.. Ddenn.. Enhaakk bangett.. Telan pejuh saya 6ya ddenn.. Aden mau telan khan.. Den mau telan pejuhku khann..??!!" rupanya itu cara Kang Saridjo meningkatkan birahinya saat spermanya terasa hendak muncrat menumpakhi rongga mulutku..

Sodokkannya semakin cepat. Kontol gede panjang itu demikian kuat menusuki mulutku hingga sering menyentuh tenggorokanku. Beberapa kali aku dibuatnya tersedak. Aku terpaksa menggunakan siku tanganku agar tusukkan itu tak terlampau dalam menembusi mulutku.

Yang kurasakan kemudian adalah semprotan panas yang rasanya tak habis-habisnya. Berliter-litetr air mani Kang Saridjo tumpah muncrat dalam rongga mulutku. Kali ini tak ada yang tercecer. Kurasakan cairan itu demikian kental macam dawet yang hangat di mulutku. Aku berusaha menikmatinya dalam kunyahan-kunyahanku.

Kang Saridjo kembali rebah ke sampingku.

"Terima kasih Denn.. Aden mau melayani aku hingga aku merasakan kepuasan yang tak pernah kudapatkan dari istriku..." sambil merangkul kemudian sedikit menindih untuk menjemput bibirku dalam lumatannya. Lama kami saling melumat bertukar ludah. Kami saling memeluk tubuh dengan penuh birahi. Aku juga mengelusi rambutnya laiknya mengelusi rambut kekasihku. Aku merasakan betapa nikmat mengasihi orang macam Kang Saridjo.

Malam itu kami terus berasyik birahi hingga menjelang pagi. Entah berapa kali aku makan minum spermanya. Di tengah malam kami merasa sangat lapar. Kami makan mie instan yang tersedia di lemari dapur. Kang Saridjo semakin santai menghadapi aku. Kami saling tahu kesukaan lawan mainnya. Dia paling suka saat aku menjilati pantatnya. Dan dia tahu aku paling suka menelani spermanya.

Menjelang pagi dia minta aku nunging. Kang Saridjo ingin ngentot aku dari arah belakangku. Aku rasakan saat-saat batang liat besarnya mulai menembusi analku. Uuchh.. Rasanya seperti anak pompa sedang mengisi rongga analku. Aku berusaha sedikit menggoyang agar bisa menelannya lebih dalam dan.. Blezz.. Kontol segede pisang tanduk Kang Saridjo itu amblas dan pelan-pelan mulai memompa. Ducchh.. Kang Saridjo sudah lihai sebagai pemain seks sejenis. Dia dengan penuh nafsunya memompa pantatku sambil sesekali menariki rambutku seperti joki pada kudanya. Perlakuan itu sangat merangsang libidoku. Aku menikmati kekasarannya.

Ketika saat puncaknya mulai mendekat, Kang Saridjo memeluki tubuhku dari belakang sambil mempercepat laju pompaannya. Jleb, jleb, jleb, jleb.. Dan aku terangguk-angguk oleh sodokannya. Hingga tiba-tiba dia cepat mencabut kontolnya dari lubang analku..

Dengan cepat dia raih kepalaku dan ditariknya aku menghadap ke kontolnya yang siap memuncratkan pejuhnya. Dia sodokan kontol ngaceng berkilatan itu langsung ke mulutku. Dia paksakan aku menelan kontolnya yang baru keluar dari lubang analku.

"Ayo Den.. Telan pejuhku.. Ayoo ddenn.."

Dan muncratlah spermanya ke mukaku dan sebagian besar ke mulutku. Aku merasakan kembali pejuh kental bak dawet dari kontol Kang Saridjo. Aku menelaninya dengan penuh kerakusanku. Sepertinya sangat menikmati dan tak puas-puasnya Kang Saridjo menjejalkan kontolnya ke mulutku,

"Ayyoo Denn.. Minum pejuhku.. Telan Denn.. Makan tuuhh.. Enak kan pejuhku..??"

Kang Saridjo, Pelampiasan Syahwatku - 2

Sambil bibir melumati dadanya, tangan-tanganku pelan merosotkan celana itu ke lantai. Aku melirik dari lumatan di dadanya. Yang tinggal hanyalah gundukkan besar dibungkus celana dalam katun coklat. Mungkin sudah dekil. Tetapi tanganku yang tak peduli langsung mengelus, mencemol dan meremas-remas gundukkan besar itu.

Aku terkesima pada hangat dan liatnya gumpalan otot itu. Kontol Kang Saridjo memang luar biasa besar. Aku tak sabar untuk selekasnya menjamahi. Tetapi Kang Saridjo justru meraih mukaku, mengamati. Dari bibirnya yang tebal dengan lingkaran kumisnya yang berantakkan dia berucap, "Achh... Aden cakep banget..."

Dan bibir tebal itu langsung memagut bibirku. Aku menyambutnya dengan penuh nafsu. Aku rasakan duri-duri rambut di dagu dan pipinya menusukki pipiku, bibirku. Aku juga terangsang banget dengan bau keringatnya yang merebak dari tubuhnya. Aku pepetkan tubuhku lebih lengket ke tubuhnya. Aku benamkam mukaku ke mukanya, lehernya. Aku berusaha menghirupi bau tubuh itu.

Semuanya itu seperti simponi birahi. Kenikmatan syahwat melanda dari celah tangan-tanganku yang terus meremas dan membetoti kontolnya, dari mukaku yang tenggelam ke lehernya sambil bibir memagut, dari tubuhku yang lengket keringat dengan tubuhnya. Ahh.. Kang Saridjo.. Kenapa nikmat banget siihh.. Aku melenguh sementara kudengar Kang Saridjo demikian juga. Kini kami sama-sama telah tenggelam dalam syahwat 'cinta sejenis'.

Untuk lebih leluasa aku giring bergeser menuju tempat tidur. Tepat ditepiannya kudorong tubuhnya hingga terduduk dan kudorong lagi untuk telentang dengan kedua kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Aku menindih tubuh kekar itu dan mulutku langsung menjemput mulutnya yang dia sambut pula dengan penuh nafsunya. Dia memeluki tubuhku sambil menggeram-geram lirih melampiaskan desakan birahinya.

Tangan-tanganku tak mau tinggal. Terus meraba-rabai bagian tubuhnya dan merogoh kontolnya di balik celana dalamnya. Genggamanku terasa sangat mantap. Batang gede milik Kang Saridjo terasa berkedut-kedut dan hangat dalam tanganku. Aku meremas-remas pelan penuh perasaanku.

Akhirnya Kang Saridjo sendiri yang mencopot celana dalamnya. Dengan sedikit mengangkat bokong kemudian melipat pahanya dia tarik lepas celana dalam dekil itu. Aku terus memagut dagunya, lehernya, dadanya dan terus turun hingga ke otot-otot perutnya. Bulu-bulu yang melebat terhampar dai bagian depan tubuhnya membuat aku sangat keranjingan. Sedotan dan ciuman bertubi tak putus-putus kulepaskan pada tubuh penuh keringat dan bau lelaki itu.

Kang Saridjo nampak tak mampu menahan kenikmatan yang dia dapatkan. Dia mengaduh-aduh pelahan takut didengar temannya, sambil tangannya mulai mendorong kepalaku agar terus meluncur ke bawah. Aku merasakan dan tahu, dia pengin merasakan betapa mulutku menciumi dan mengulum kontolnya. Acchh.. Kangg.. Jangan khawatir.. Aku siap menjemput batang panasmu..

"Ayoo.. Dd.. Denn... saya udah nggak tahan nihh..!," dia mendesis. Tangannya semakin kuat mendorong kepalaku.
"Ayyoo.. Den.. Saya mau keluarr..!"

Wah, gawat. Rupanya desakan syahwat Kang Saridjo demikian menggebu. Peristiwa pertama bagi dia pasti merupakan sensasi yang hebat. Aku cepat menjemputnya. Sebelum mengulumnya aku ciumi terlebih dahulu jembutnya kemudian batang dan bijih pelernya. Bau kelelakiannya benar-benar menengelamkan aku dalam syahwatku sendiri.

Saat itu kulihat pada lubang kencingnya nampak membasah bening. Precum Kang Saridjo menunggu jilatan lidahku. Dan tanpa lagi disuruh lidahku sudah menjulur menjemput cairan bening asin itu. Lidahku bermain mengebor lubang kencing Kang Saridjo. Akibatnya..??

Dia mendesis keras menahan nikmat sambil tangannya dengan pedas meremas kepalaku. Kang Saridjo tak mampu menahan kenikmatan yang luar biasa saat lidahku menjilat. Pada saat itu juga dari kontolnya menyembur sperma panas. Sperma itu sangat kental dan kenyal. Serasa aku bisa menggigitnya. Mengangguk-angguk sekitar 6 kali lebih kontolnya menyemburkan spermanya ke wajahku.

"Addeenn.. Deenn.. Denn.. Maapin saya dd.. Eenn.. Maapin saya yaa ddeenn..." sepertinya orang menyesal Kang Saridjo mengeluarkan sperma sambil desahan iba telah berlaku macam begitu padaku. Aku tahu. Peristiwa ini sangat membuatnya 'merasa salah' pada dirinya. Dia pikir telah berlaku 'kurang sopan' padaku.

Namun justru suaranya itu pula yang membuat aku semakin keranjingan. Kujemput kontolnya masuk dalam kulumanku. Kumainkan jilatan-jilatanku pada lehernya, lubang kencingnya, batangnya. Kusedoti spermanya yang tercecer di jembutnya. Juga dari pipi dan daguku. Kumakan semua sperma Kang Saridjo yang muncrat itu.

"Jj.. Jaangann.. Dee.. Nn. Kotorr..."

Tetapi siapa yang bisa menahan gelora nafsuku pada saat seperti ini. Ciumanku juga melatai selangkangannya kemudian pahanya. Kontolku terasa ingin memuncratkan isinya pula. Aku tidak menunggu apa yang akan dilakukan Kang Saridjo. Dengan menciumi kemaluan, jembut, selangkangan dan pahanya birahiku memuncak dan meledak.

Spermaku muncrat tumpah di tubuh Kang Saridjo dan kasurku. Aku berteriak histeris tertahan bak anjing yang meregang nyawanya untuk kemudian jatuh lemas ke kasur di samping tubuh telanjang Kang Saridjo. Untuk beberapa saat kami saling terdiam.

Sore menjelang pulang kutahan Kang Saridjo agar menemani aku yang di rumah sendirian. Teman-temannya nggak ada yang curiga. Semula Kang Saridjo menampakkan keraguannya.

"Saya belum pamit orang rumah, Den," katanya.
"N'tar gue bilangin bini lu, Djo," sergah temannya membuat Kang Saridjo terpaksa mengikuti keinginanku.

Aku yakin sesungguhnya dia juga ingin. Mungkin untuk menunjukkan kepada teman-temannya bahwa nggak ada apa-apa di balik permintaanku itu. Begitu teman-temannya meninggalkan halaman rumah segera kututup pintu halaman dan sekaligus kugerendel. Aku rangkul Kang Saridjo menuju kamar tidurku kembali. Aku ingin puas-puaskan syahwatku bersama tukang AC yang kekar dan gempal ini.

Kenikmatan yang kami awali sejak siang tadi ternyata membakar nafsu syahwat kami menjadi berkobar. Begitu memasuki kamar kami langsung berguling dan saling memagut. Kang Saridjo tak merasa canggung lagi. Malahan dia yang mulai ngomong,

"Isepan Aden tadi siang bener-bener hebat, Den. Saya belum pernah merasakan kenikmatan macam itu. Rasanya pengin lagi, nih"
"Jangan kewatir Kang, aku juga belum pernah nemu pejuh kentel macam kamu punya. Rasanya macam dawet, bisa di seruput dan di gigit-gigit. Pejuhmu gurih banget Kang. Boleh kasih lagi, dong"
"Pokoknya, Den, apa yang Aden mau saya boleh kasihkan untuk Aden"
"Bener, nih..."

Terus terang memang aku yang lebih 'jemput bola' dari pada Kang Saridjo. Dia akan ngikut saja apa yang kumau. Kami langsung menelanjangi diri masing-masing. Kang Saridjo rebah telentang di kasurku. Tak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa didepanku kini ada tubuh kuli kecoklat hitaman yang gempal, keker, penuh bulu yang siap aku menikmatinya.

Kami masih saling melumat. Tanganku terkadang gemas meremasi bagian daging-daging punggung atau lengan atau paha atau betisnya. Sungguh tampilan Kang Saridjo benar-benar membakar nafsu libidoku. Rasanya aku mau menelan seluruh tubuhnya. Kalau dibanding ukuran tubuhnya, aku yang 168 cm, 62 kg dibanding dengan Kang Sarijo yang mungkin 170 cm dengan beratnya yang hampir 80 kg. Sungguh aku sedang berhadapan dengan raksasa berbulu. Kucemoli pahanya. Kang Saridjo meringis sambil melumat-lumat bibirku. Duh.... Pedihnya bibir ini..

Tiba-tiba dia berhenti. Matanya menutup. Dia mengeluarkan bisikkan serak menahan gelora...

"Terserah Aden, dah.. Saya ngikut..."

Nampaknya dia ingin mengulangi kenikmatan yang dia dapat siang tadi. Aku sangat bernafsu. Kuamati sesaat tubuh raksasa itu sebelum kuangkat kedua lengannya ke atas kepalanya. Kini kusaksikan lembah gempal ketiaknya yang lebat berbulu. Aku mulai melata, menciumi dari tulang iganya naik menuju ke ketiaknya. Aku lakukan dengan sepenuh gairah nafsuku. Dengan penuh merasakan mili demi mili lidahku melata.

Bau tubuh berbulu itu mengiringi dan mendorong rangsangan libidoku tanpa batas. Lidahku terus menjilat untuk menyapu rasa asin dari setiap pori tubuhnya. Kang Saridjo tak henti-hentinya melenguh, merintih terkadang seperti mengigau karena menanggung nikmat jilatan dan gigitanku.

Sampai pada puting-putingnya gigiku menggigit-gigit kecil yang menimbulkan gatal birahi pada dada Kang Saridjo. Tanganku terus menahan agar ketiak Kang Saridjo terbuka menunggu jamahan lidah dan bibirku. Sangat mengairahkan bila tiba saatnya hidung pada tepian ketiak itu. Aromanya yang menyergap membuat darahku mengalir cepat. Tak sabar rasanya lidah dan bibirku melumati ketiak seksi itu. Kang Saridjo baru merasakan hubungan seksual macam ini.

Kang Saridjo, Pelampiasan Syahwatku - 1

Kedua orang tuaku ada urusan sama kakek-nenek di Malang. Mereka pergi untuk 3 hari. Kebetulan ada perbaikan AC di ruang tamu dan kamarku. Beberapa orang tukang sibuk melakukan perbaikan. Aku tergoda untuk memperhatikan salah satunya. Namanya Saridjo. Mungkin sekitar 40 tahunan. Nampak ototnya kasar dan gempal, mukanya penuh kumis dan jambang yang tercukur di pipi dan lehernya.

Aku terkesima. Tukang ini sangat seksi di mataku. Sungguh, Kang Saridjo, demikian aku memangilnya, sangat menawan syahwatku. Pada hari pertama mereka mulai kerja aku sempat 2 kali masturbasi. Mengkhayal.. Acchh.. Betapa nikmat kalau aku bisa menjilati tubuh gempal berotot itu.

Siang itu sambil 'surfing ke situs gay' di kamarku aku mengawasi mereka kerja.

"Permisi Den, saya mau ukur lubang di dinding untuk pasang kabel," Kang Saridjo sambil menggotong tangga lipat masuk ke kamarku.
"Silahkan, kang" Aku melihat peluang untuk ngobrol sama Saridjo. Bau badan penuh keringat langsung menyengat di kamarku.
"Dimana mau pasangnya, kang"
"Disitu Den, di atas jendela"

Duh nih orang, keringatnya ngocor dari tubuhnya yang bertelanjang dada. Nampak gumpalan-gumpalan tubuhnya semakin nyata dengan adanya keringat itu. Nampak pentilnya sebedar biji jagung hitam keras di tengah bulatan hitam pula. Aku berliur. Lidahku membasahi bibir. Ingin rasanya menjilati asin keringatnya sambil menggigiti pentil itu.

"Perlu dibantu?" pertanyaanku sambil memegangi tangganya.
"Terima kasih.."

Kini wajahku nanar menyaksikan betisnya yang coklat gelap mengkilat oleh basang keringatnya tepat di depan mukaku. Aku sungguh tak mampu menahan diriku. Betis liat penuh urat dan bulu-bulu itu sangat merangsang syahwatku. Kang Saridjo hanya bercelana kolor seperti pemain bola. Nampak betisnya menopang pahanya yang kekar dan gempal liat pula. Beberapa menit sambil mencoba menangkap bau badannya, aku sempat menggosok-gosok penisku di selangkangan. Aku ngaceng berat. Penisku menonjol mendesaki celanaku. Uch.. Gatelnya..

"Panas ya? Sudah minum belum, kang? Kalau belum boleh aku ambilin, ya..?" aku langsung bergerak mengambil minuman tanpa menungu jawabannya. Kudengar di belakangku dia menyahut, "Nggak usah, den" Tetapi aku pura-pura tak dengar. Aku harus aktip menyerang.

Es sirop dengan gelas besar kusodorkan padanya. Dia terima dan langsung di tenggaknya hingga ludas. Nampak jakunnya naik turun saat minumannya mengalir ke tenggorokannya. Lehernya yang menengadahkan kepalanya nampak kekar. Ah, betapa aku bisa menggigiti tuh otot-ototnya.

Saat dia kembalikan padaku gelas kosongnya aku bilang, "Duduk sini dulu, Bang. Istirahat sebentar. Nggak usah buru-buru. Kalau nggak selesai hari ini ya, besok nggak apa-apa. Jadinya ada yang nemenin aku di rumah ini" Kang Saridjo nampak menatap wajahku. Dia tahu aku jadi juragan selama ortu-ku tak ada di rumah. Aku duduk di kasurku dan kang Saridjo di kursi komputerku. Ah... aku lupa gambar-gambar porno di layar monitorku masing terang terpampang. Nampak cewek telanjang sedang menjilati perut lelaki hitam penuh otot.

Sesaat hendak ngobrol telpon di ruang famili terdengar berdering, aku beranjak keluar untuk mengangkatnya. Ada beberapa menit aku bertelpon dengan teman kampus. Saat aku balik ke kamar kulihat kang Sardi sedang melototi monitor pornoku. Nampaknya dia terbirahi. Aku pura-pura acuh agar dia tidak jengak dan malu.

"Seru juga nih gambar, Den?" celetuknya.
"Mau? Pengin?" tanyaku sambil tersenyum nyengir.
"Ya kalau ayu macam gini semua laki-laki pasti pengin," sahutnya.

Kulihat selangkangannya menggunung dari celana kolornya. Nampaknya dia agak malu-malu. Pasti ngaceng dia. Aku menarik kursi lain untuk duduk di sampingnya. Kuraih mouse Logitech-ku dan kudapatkan berpuluh-puluh file jpeg yang ku-kolek dari bebagai situs porno dalam pampangan ACDSee. Kang Saridjo terkaget-kaget menyaksikan adegan-adegan panas dari ACDSee ini. Tak ada omongan. Mata kang Sardi melotot, tanganku sibuk memindah-mindah gambar.

Saat ada 'shemale' Brazil yang cantik sedang nge-'blowjiob' pria hitam penuh bulu sengaja aku hentikan lebih lama. Nampak bagaimana mulut 'shemale' itu penuh oleh kepala kemaluan hitam yang batangnya penuh lingkaran otot-otot kasar.

"Edaann... enak banget rasanya kali?"
"Lhoo.. koq nih cewek punya kontol..? Banci, niihh.."

Aku masa bodo dengan omongannya karena aku lebih tertarik pada selangkangannya yang gundukkannya semakin membengkak. Aku sama sekali tak konsen lagi. Tetapi seperti biasanya aku tak memiliki keberanian untuk memulai. Yang kulakukan hanyalah mengutik-utik mouse-ku sambil mataku melotot ke arah gundukkan celana kolornya. Hatiku bergemuruh dan jantungku berdegup-degup kencang. Aku dilanda prahara syahwat nafsu birahiku. Terasa darahku naik ke wajahku dan terasa bengap.

"Kk.. Kang..." suaraku lirih tertahan. Kang Saridjo tak mendengarnya.
"Heh.. Heh..." sambil matanya tak melepaskan dari monitorku. Aku semakin nggak bisa tenang lagi.
"Pengin.. Kaanngg??" suaraku lirih.

Dia nggak dengar juga, tetapi..

"Ah, udah ach, Den. Saya jadi nggak tahan.." dia melengos ke arahku dan sepertinya tanpa sengaja menatap mataku.
"Pengin kang..?" dalam tatapan matanya tanpa sadar aku megulang pertanyaanku.

Tatapan mata Kang Saridjo nampak menahan nafsunya. Ternyata mukanya dan mukaku telah demikian berdekatan hingga kudengar nafasnya yang cepat dan ngos-ngosan. Aku memandanginya dalam penuh harap. Mataku terasa berkaca-kaca. Kang Saridjo nampak kagok dan ragu. Dia juga melirik sesaat ke arah selangkanganku yang juga menggunung.

Mungkin dia tak pernah mengenal 'seks sejenis'. Hidungku yang diterpa bau badannya mendorong mukaku lebih mendekat ke wajahnya. Nampaknya dia hendak beranjak pergi. Namun dia nggak berani bangun karena akan nampak kontolnya yang ngaceng. Aku pikir inilah saatnya agar dia tidak malu-malu. Sambil melemparkan senyuman dari wajahku yang sembab tanganku meraih gundukkan itu dan mengelusinya.

"Aachh.. Aden.. Malu khan 'ntar dilihatin teman-temanku"

Badannya terbongkok untuk menghidari rabaanku. Tetapi tanganku terus mengelusi dan kemudian meremas-remas batang panas dan keras di balik celananya. Uuhh.. Gedenya kontol Kang Saridjo ini.. Jantungku terus berpacu, mukaku semakin memerah panas karena desakkan libidoku.

"Jangan Den.. Saya tak pernah beginii.." Dia ragu, namun aku tak mendengarkannya. Remasanku terus kulakukan dengan penuh variasi hingga.
"Aacchh.. Deenn..." dia mulai melenguh. Dan nampaknya menyerah.
"Aacchh..." kontolnya terasa di tangan semakin membengkak keras.
"Enakk, Kang..?" bisikku.

Dia hanya memandangi wajahku sambil menyeringai dalam nikmat.. Aku semakin bersemangat. Merasa seperti pemangsa yang dapat buruan gede. Semakin kuamati tubuh kekar kasar Kang Sardi semakin aku terbakar nafsuku. Aku udah nekad.

Keringat Kang Saridjo yang nampak mengalir di dada legamnya yang penuh bulu sangat merangsang gelora birahiku. Tanpa kusuruh lagi tangan kiriku menyapa dalam sapuan lembut merabai basah pada dada dan bulu-bulunya itu. Jakunku naik turun, lidahku sangat ingin menjilat-jilat keringat dan bulu-bulu itu. Kang Saridjo nampak pasrah. Nampaknya dia heran akan ulahku. Namun dia menikmatinya.

"Aden suka lelaki?" aku tak perlu menjawab.

Kami kembali saling menatap lama sementara tangan-tanganku terus menggerilya. Kang Saridjo mengamati wajahku. Aku rasa dia mulai terbirahi akan wajahku yang bersih putih dan tampan. Tiba-tiba tangan kanannya yang kokoh telah meraih kepalaku dan menariknya hingga mukaku nempel ke dada basah itu.

"Denn.. Aku jadi nafsu juga. Habis tampang Aden yang cakep macam perempuan," omongnya.

Begitu mukaku nempel ke dadanya secara otomatis bibirku mencium dan menyedotnya. Keringatnya benar asin. Bibir dan lidahku mengecapinya.

"Duh.... Den.. Enak.. Bb.. Bangeett.."

Sambil tangannya yang kena badai nafsu meremas rambutku dan mendorong geser ke bagian dada yang lain. Dan aku sepertinya telah tersihir pukau. Aku ikuti saja. Bahkan dengan rakus. Aku menciumi dan menjilati dada kang Sardi. Aku menggigit kecil dan..

"Yaacchh... tt.. Tee.. Erus Dee.. Nn, enak bangett.." Suara Kang Saridjo tengadah, mendesah dan melenguh.

Tangan kiriku bergelayut pada bahunya yang gempal sementara tangan kananku terus bergerak meliar. Merambati turun ke perut, memijat dan mencemoli otot perut dan bulu-bulunya yang semakin turun semakin melebat. Kang Sardi tahu apa yang kudambakan. Dia benar-benar pasrah.

K. G. B - 2

Ujung jarinya terasa mencoba menguak lubang analku. Bergerak-gerak membuat arah lingkaran dan menggelitik dinding collon. Aku melemaskan rectum dan collon sehingga jemari Kurnia leluasa menjelajahi lekuk-lekuk di dalamnya. Kemudian kurasakan kedua jari Kurnia sudah mulai dapat menyusuri rongga kenikmatanku. Aku mendesah dan melenguh merasakan kenikmatan yang sangat. Aku berusaha merilekskan tubuh dan mengarahkan lubang duburku arah penis Kurnia. Perlahan namun pasti, aku mulai bergerak ke bawah menggapai glans penis itu serta mencoba menenggelamkannya ke dalam lubang Kenikmatan Gairah Birahi.

Kurasakan kenyerian yang sangat. Perutku terasa melilit karena mendapat tekanan batang kemaluan Kurnia. Rectumku terasa pedih, panas dan perih. Walau aku sudah mencoba bersikap serileks mungkin, namun collonku masih kesulitan melumat seluruh penis Kurnia. Keringat tubuhku mulai menitik. Aku mengumpulkan air liur dan meludahkannya ke telapak tanganku. Kutambahkan salivaku ke batang penis Kurnia dan permukaan rectum. Kemudian dengan semangat perjuangan, secara mendadak aku menghentak sekuat tenaga, sehingga keseluruhan batang kemaluan Kurnia akhirnya melesak masuk ke dalam cengkeraman lubang kenikmatanku.
Keringat membanjiri tubuhku menahan kenyerian, karena penis Kurnia yang terlalu besar diameternya. Selanjutnya dengan sedikit mencondongkan tubuh ke depan dengan bertumpu pada kedua belah kakiku yang terlipat, aku bergerak memajumundurkan tubuhku di atas selangkangan Kurnia. Rectumku kudenyut-denyutkan agar dapat memberikan efek remas dan pijatan ala mak erot, atau semacam empot-empotan pada batang kemaluan Kurnia.

Gerakan dan gesekan-gesekan yang kami lakukan memberikan efek sensasional yang luar biasa. Lenguhan dan desahan suara penuh nikmat mengiringi perjalanan mengayuh birahi mengantar kami menuju titik perhentian.
"Ooohh.. aah.. sshzz.. ngh.. fhs.. aach.. ennghss..".
Kata-kata tak bermakna namun mendebarkan hati siapapun pendengarnya itu menghiasi setiap gerakan dan goyangan persetubuhan yang kami lakukan. Jemari Kurnia mengelus-elus punggungku yang basah oleh keringat. Sesekali jemarinya disodorkan kemulutku dan segera kuhisap-hisap dan kugelitik ujung jarinya dengan lidahku. Sekelebat ingatan tayangan tivi goyang Inul Daratista membuatku terpacu meniru melakukan goyang ngebornya. (Namun, sejujurnya, goyangan ngebor ala "Inul" itu tidak dapat sepenuhnya diterapkan. Pasalnya, kemaluan Kurnia akan terlepas dari cengkeraman rectumku apabila aku bergoyang seheboh Inul. Akhirnya aku hanya bergoyang ala mengulek sambel di cobek. Dengan cara itu, penis Kurnia tetap dapat bersemayam ditempatnya, menikmati buaian empot-empot kontraksi otot collon dan rectumku). Kurnia mengimbanginya dengan memutar-mutar dan mendorong-dorong pinggulnya ke atas. Menjadikan senggama sejenis ini seolah bagai tarian erotik di pentas cinta, ditingkah pacuan dengus nafas dan detak jantung yang kian memburu.

Menciptakan variasi gaya bercinta, perlahan kami bergerak hati-hati mengubah posisi senggama. Menjaga agar penis Kurnia tidak terlepas dari cengekeraman rectumku. Aku menjatuhkan badan ke tubuh Kurnia. Meluruskan kaki yang tadi terlipat. Selanjutnya sambil tetap berdekapan kami memutar tubuh ke samping dan kemudian berbalik. Sekarang aku terbaring terlentang dan Kurnia bertumpu dengan kedua belah tangannya berada di antara ke dua belah pahaku yang mengangkang. Kurnia mengaitkan kedua kakiku ke pundaknya. Pinggangku menjadi agak tertarik ke atas. Penis Kurnia masih bersemayam dalam collonku. Kini ia mulai bergerak memompa diriku. Kenyerian yang muncul pada awal penetrasi tadi kurasa telah sirna berganti dengan kenikmatan yang sangat.

Sambil terus memompa Kurnia mencumbui diriku. Mulutnya bergantian menghisap-hisap puting susuku, menelusuri leher dan melumat bibirku. Jemari tangannya bergerilya menyusuri lekuk tubuh dan sesekali meremas-remas dadaku. Kurnia menciptakan irama senggama yang nikmat, tiga empat kali cabut benam dengan sekali gesek dan tekan goyang yang dalam. Perhitungan Kurnia sangat tepat sehingga penisnya tidak terlepas dari remasan rectumku. Pubicnya yang lebat dan kasar memberikan tambahan sensasi gelitik di bongkah pantatku. Tidak terhitung lagi berapa kali helaan nafas dan desah, lenguh yang lepas dari mulut kami bagai lantunan lagu acapella.

Seolah terbang ke langit tinggi dan berjalan tanpa menjejakkan kaki ke bumi. Melayang. Aku limbung. Demikian pula dengan Kurnia. Sampai akhirnya, Kurnia memuntahkan seluruh hasrat birahinya di dalam relung tubuhku. Aku dapat merasakan puncak gelora ketika batang kemaluannya terguncang-guncang, menggelepar dan menyentak memancarkan cairan kenikmatan persenggamaan. Diiringi lenguhan suara yang panjang, tubuh Kurnia mengejang dan tangannya mencengkeram erat pundakku. Kupeluk tubuh Kurnia yang rebah di atas tubuhku. Kudengar dengus nafasnya masih tersengal-sengal. Keringat membanjir membasahi lantai kamar mandi.

Aku mencegah Kurnia mencabut penisnya dari tubuhku, Biarlah ia bersemayan sejenak sementara dengan jurus empot-empotan collon dan rectumku aku mencoba memberikan pengakhiran yang nyaman untuk Kurnia.
"Terima kasih, Nug", Kurnia berbisik di telingaku.
"Lu belum keluar kan?", sambung Kurnia.
Aku cuma tersenyum. Dan Kurnia tidak melanjutkan pembicaran selain tetap memeluk dan menindih tubuhku. Namun tidak beberapa lama kemudian kurasakan ia bergerak-gerak kembali seperti hendak mencabut penisnya. Aku membiarkannya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukannya. Kuakui sejak tadi aku memang belum ejakulasi.
"Sini, gantian gue sepongin punya lu?", kata Kurnia tiba-tiba.
Ucapan Kurnia sungguh mengejutkan diriku. Aku tidak mengira ia akan mau berbuat hal yang sama dengan yang kulakukan padanya.
"Kenapa lu, heran? Lu pan udah mau ngebantuin gue, masak sih, gue, tega kagak mau ngegituin lu?", lanjut Kurnia kemudian dengan acuhnya.
"Pertama liat lu datang, sebenarnya gue udah naksir lu. Tapi gak lucu juga dong, kalo baru ketemu langsung gue ajak lu maen. Iya kalo lu mau. Kalo kagak? Nah, gue yang tengsin, man!", Kurnia menepuk-nepuk bahuku.
"Tapi radar di hati gue tetap bilang kalo lu tuh, bisa buat di ajak main beginian, dan gue kagak salah nebak kan?", sambung Kurnia kemudian.
"Ok deh, Kurnia, gimanan kalo giliran gue besok malam aja ya. Lu tadi denger kan, di luar udah kedengeran bel bunyi empat kali. Bentar lagi anak-anak pada bangun. Dari pada ntar kitanya tengsin", sahutku.

Kurnia mengecup bibirku dan kemudian berdiri mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan mengenakannya kembali, Sementara aku tetap di kamar mandi membersihkan sperma Kurnia yang masih tertinggal di dalam collonku. Aku jongkok mengejan dan kuarasakan cairan hangat sperma mengalir keluar. Terus kulakukan sampai aku yakin semua keluar. Sambil mandi pagi aku membersihkan collon dan rectumku. Kembali terasa pedih, namun kenyerian itu terkubur oleh rasa kenikmatan persenggamaan sejenis yang kami lakukan tadi (Tapi sungguh mati, aku tidak tahu kalau tanpa sepengetahuanku, ternyata ada beberapa pasang mata lain yang menelanjangi semua adegan yang kulakukan tadi. Aku baru tahu ketika siang hari, pada saat makan, Dhana, salah seorang diantaranya menghampiriku dan membisikan keinginannya main denganku. Buatku pucuk di cinta ulam tiba. Pasalnya, aku juga sudah menaruh hati pada beberapa orang tersebut. Dari sepuluh penghuni kamar itu empat orang diantaranya pernah bermain-main denganku. Angka ratio prevalensi yang cukup signifikan).

Di tempat penampungan sementara itu aku hanya berada satu bulan setengah lamanya. Sempat juga aku merayakan ulang tahun di dalam sel. Sahabatku dari luar membawakanku kue tart. Itu adalah kejadian ulang tahun yang memberikan kesan tersendiri bagiku. Berulang tahun di dalam penjara. Ketika itu aku bahkan difoto dengan memakai baju tahanan warna biru sambil memegang kue tart ulang tahun.

*****

Seminggu setelah ulang tahunku aku dipindah ke lembaga pemasyarakatan kelas 1. Di tempat yang baru ini aku beruntung tidak di tempatkan di blok. Namun di sebuah kamar dengan hanya enam orang penghuni yang semuanya asik gaul menurutku. Aku juga heran, ternyata kehidupan penjara tidak seseram yang kubayangkan sebelumnya. Singkat kata, irama kehidupan yang kujalani tidak berubah, hanya tempat aku hidup saja yang berubah.

Salah seorang sahabatku, Wisnu, sempat iri ketika aku menceritakan pengalamanku ini saat ia datang membesukku.
Bahkan, karena antusiasnya ia sempat meninju lenganku seraya berkata, "Sialan, lu, giliran bercinta gak ajak-ajak gue deh..". Ketika aku menceritakan adegan-adegan di dalam penjara.
"Auch..". Aku terpekik.
Rupanya pekikan suaraku sempat membuat pengunjung lainnya berpaling ke arahku. Aku jadi tersipu malu, dan Wisnu tertawa menyaksikan ulahku. Wisnu sempat juga kukenalkan dengan beberapa orang yang pernah "main" denganku.

Apabila di tempat penampungan sementara aku hanya dapat bercinta pada malam hari maka di lapas ini kebebasan lebih banyak kumiliki. Aku dapat memadu cinta pada siang hari. Memanfaatkan waktu jam besuk. Misalnya saja, ketika penghuni kamar lainnya sedang keluar menerima kunjungan atau berolah raga, aku tetap di diam di kamar berasik masyuk dengan Aka.

Aka adalah sosok muda usia yang menarik perhatianku. Bentuk tubuh proposional. Potongan rambut crew cut dengan jambul model film Tin-Tin. Kulit coklat bersih. Tutur bahasa yang santun, Semua itu tidak dapat menyembuyikan latar belakang sosial dan edukasinya. Ia memang berasal dari kalangan berada dan terpelajar. Karena di sini aku tidak bicara soal pelanggaran pasal-pasal KUHP dan sejenisnya, maka aku tidak merasa perlu menceritakan alasan Aka masuk ke dalam sel. Awal mula hubungan ketika aku mendapatkan Aka sedang meringkuk di divan dengan tubuhnya yang demam. Sepertinya ia sedang masuk angin. Aku menawarkan diri untuk mengerik dan memijat badannya. Ia tidak keberatan. Saat kusentuh keningnya memang terasa agak hangat.
"Tuh.., kamu pasti masuk angin, Ka. Mau aku kerik badanmu?", kataku menawarkan diri.

Aka tidak menyahut selain mengangguk seraya melepaskan t-shirt yang dikenakannya. Kemudian ia berbaring tengkurap. Dengan uang logam limaratusan rupiah dan balsam balpirik kayu putih aku mulai mengerik punggung Aka. Tidak memerlukan waktu lama semua punggung Aka sudah bagaikan kulit kuda zebra. Hanya ini bukan hitam putih, namun coklat dan merah kehitaman. Selesai mengerik punggungnya aku memintanya agar membalikan badan untuk mengerik bagian depannya. Ketika sudah membalikkan badan itu aku dapat menyaksikan dari dekat secara keseluruhan tubuh Aka yang mempesona. Tidak kurus dan juga tidak gemuk. Perutnya tidak berlemak dan dadanya bidang kenyal.

Aka berbaring telentang dengan menyilangkan kedua tangan di bawah kepalanya. Bulu ketiaknya yang lebat, lurus dan legam tumbuh berserak disekitar pangkal lengannya. Menebarkan aroma maskulin. Dengan posisi seperti itu keseksi-an tubuh Aka jelas tergambar. Apalagi ketika aku melirik ke arah bawah, terlihat siluet bongkah batang kemaluannya yang menggelembung di balik celana hawai-nya. Kentara ia sedang tidak memakai celana dalam (di penjara hampir jadi hal yang biasa melihat aneka kontur penis membayang dibalik celana. Sebab selalu saja ada yang tidak memakai celana dalam).

Aka tersenyum sayu menatapku saat kami tak sengaja beradu pandang. Aku tersipu (saat itu aku sungguh merasa salah tingkah). Namun segera kutepis angan nakalku itu. Aku kembali mengerik tubuh depan Aka hingga tuntas. Sikap Aka yang pasrah dan kooperatif membuatku cepat menyelesaikan tugas mengerik badannya. Wow, betul-betul warna merah hitam yang merata di sekujur tubuhnya.

Setelah itu aku meminta Aka tengkurap kembali. Kini aku mulai memijatnya. Dari pundak, punggung, mengarah ke pinggang. Kemudian berputar-putar disekitar bongkah pantatnya yang kenyal dan padat. Aku meremas-remas bongkah pantat itu. Menekan titik-titik rangsangnya. Aku tahu kalau Aka mulai menginginkan lebih saat terlihat ia mulai meregangkan kedua belah kakinya. Berlainan dengan posisi awal pemijatan yang merapatkan kedua belah kakinya.

Tanganku bergerak ke arah bawah bongkah pantatnya. Jemariku mencoba menguak celah diantara ke dua bongkah itu sambil tetap meremas, menekan dan memijat.
Efeknya mulai terasa ketika dari bibir Aka aku mendengar desahan suara, "Ach.. och.. sshhzzs.. aachh.. nghss.. ouch.." seraya tubuhnya bergerak mengelinjang ke kiri dan ke kanan.
Perlahan tapi pasti aku mulai menaikan pipa celana hawainya ke atas untuk mencapai paha bagian dalamnya. Semakin lama semakin terangkat ke atas sehingga jemariku dapat dengan mudah meraba paha bagian dalam dan menyentuh buah zakarnya yang terlihat menyembul dan terhimpit tubuhnya.
"Dibuka aja kolornya ya biar lebih gampang?", kataku dengan suara setengah tersekat kepada Aka.
"Terserah.. ach.. och.. sshhzz. emmhs.. aacchh..", sahut Aka dengan suara bergetar sambil mendesah-desah menikmati remasan jemariku di bongkah pantatnya.

Ketika kupelorotkan celana hawainya itu, aku hampir berhenti bernafas melihat pemandangan indah yang terpampang dihadapanku. Deretan pubic ikal menyeruak dari belahan bongkah pantatnya itu. Bagai deretan tanaman pinus di bukit manoreh. Sambil terus memijat dan meremas aku mencoba menguak belahan itu. Mataku dengan nanar mencari-cari letak duburnya yang tersembunyi oleh kelebatan pubicnya. Begitu terlihat, tanpa permisi lagi, kepalaku langsung merunduk. Mendekatkan kedua cuping hidungku seraya menghirup aroma semerbak yang terpancar dari zona sensitive itu.
"Hem.. sshz.. oocchh.." tubuhku terasa terbakar.
Aku tidak dapat mengendalikan diri lagi. Tanpa kusadari lidahku sudah menjulur menjilat-jilat (rimming) lubang anal Aka. Aku tidak peduli lagi dengan konvensi dan sejenisnya. Aku merasa sudah mendapat lampu hijau dari desahan-desahan suara Aka sebelumnya.

Memang, pada mulanya Aka sempat terlonjak. Tampak terkejut. Berbalik badan menatap tajam ke arahku, penuh keheranan. Ketika mendadak merasakan basah ujung lidahku menjelajahi analnya. Pada saat itu, sebenarnya, aku juga kaget. Aku takut kalau Aka tidak terima dengan perbuatanku dan lantas memancing keributan. Namun, untungnya, tidak terjadi hal seperti yang kutakutkan.
Kebekuan hanya berlangsung sebentar. Karena sesaat kemudian Aka segera kembali pada posisi semula. Bahkan, kini ia mulai mengangkat pinggangnya dan meyorongkan pantatnya ke arahku. Aku makin leluasa menjilatinya. Decak dan kecipak suara bibir dan lidahku bersahutan dengan suara rintihan kenikmatan Aka.
"Ach.. ouch.. shshsszz.. nghhgs.."
Sambil terus mengelamoti pantatnya, jemariku mencoba merayap ke penisnya. Ternyata batang kemaluannya sudah tegak membatu. Wah, lumayan juga ukurannya. Dapat kurasakan dari jemariku yang kewalahan menggenggamnya.

Langsung aku menggapai tubuhnya agar berbalik arah. Kini Aka sudah terlentang ke arahku dengan penisnya yang ereksi sempurna tersembul dari kerimbunan pubic yang ikal dan lebat. Seksi sekali. Mendadak Aka merenggut tubuhku ke arahnya. Ia segera memeluk tubuhku dan memagut bibirku. Aku merasakan bibirku digigit dan dihisap-hisap. Kemudian ujung lidahnya menerabas masuk menggelitik rongga mulutku. Makin memberikan sensasi rangsang yang menggairahkan. Kami berguling-gulingan. Saling menekan dan memeluk. Tapi aku masih tetap berpakaian. Semacam body contac namun tidak ada penetrasi. Istilahnya sih, petting.

Aku menyelusupkan kepala ke balik lengannya. Menjilat dan menghirup aroma kemaskulinan yang mengairahkan. Aka menggelinjang dan melenguh. Setelah itu aku beringsut ke bagian bawah. Menyergap bongkah penisnya yang sudah mengacung sejak tadi. Menjamahnya dengan pagutan gairah penuh dahaga. Aka terengah-engah mendesah dan melenguh. Jemarinya mengelus dan menjambak-jambak rambutku.
"Aaghh.. oogh.. shhzz.. eengh.. ffsshh.."
Tapi kami masih sadar bahwa hubungan sejenis ini tidak boleh diketahui oleh orang lain atau bahkan sipir. Karena itu, apabila semula dalam posisi berbaring, kini Aka berdiri, sambil membuang padangan ke arah pintu keluar. Sehingga aku pun mengikuti arah gerak tubuhnya. Kini aku berdiri dengan bertumpu pada kedua lututku yang tertekuk. Kepalaku tetap beregerak majumundur meluluhlantakkan hasrat birahi Aka yang sedang terbakar gairah.

Kuluman, pagutan, sepongan yang kulakukan dipadu dengan goyangan pinggul Aka makin membuat suasana bertambah panas. Sontak tubuh Aka mendadak kejang dengan kedua tangannya menekan kuat kepalaku ke arah selangkangan. Terasa penisnya memancarkan cairan kejantanan yang tumpah ruah di dalam mulutku.
"Sshhzz.. hahh.. ssfh.. aaghh.. aaghh.. uufh..", desah suara Aka bergetar saat menyemprotkan spermanya.
Mulutku dengan rakus menghisap, melumat dan mengenyot glans Aka agar menghadirkan sensasi empot-empotan yang sempurna. Seiring dengan tandasnya sperma Aka di mulutku, batang penisnya terasa mulai menyusut dan kembali ke ukuran semula. Aku membiarkan Aka menariknya dari kulumanku.

Dengan punggung tanganku aku menyeka bibirku yang terkena ceceran cairan kejantanan Aka.
"Thanks, Nug. Ntar malam lagi ya?".
Aku tidak menyahut kecuali mengedipkan sebelah mata seraya melemparkan celana hawai ke arahnya. Setelah itu aku bergegas keluar kamar bergabung dengan penghuni lain yang sedang berada di luar menerima kunjungan. Seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Aku yakin pula bahwa setelah ejakulasi tadi Aka sudah tidak masuk angin lagi.
"Wes.. ewes.. ewes.. buablas napsune.."

K. G. B - 1

Sungguh, sama sekali sebelumnya aku tidak pernah membayangkan akan menghirup udara kehidupan di balik terali besi yang disebut penjara. Apalagi, istilah penjara yang kukenal selama ini memberikan konotasi kejahatan, kekasaran, kegetiran, kemalangan, serta masa penantian pembebasan dari kungkungan rentang jarak dan waktu. Menjadi bagian dari rangkaian cerita-cerita yang lekat dengan masalah penegakan hukum dan perlindungan atau pengembangan kekuasaan.

Namun, yang kumaksud dengan pengertian penjara dalam cerita di sini bukan dalam artian secara definisi kamus. Semacam tempat pengasingan yang membatasi kebebasan hak individu. Untuk hal-hal yang bersifat umum harus diakui kebenaran kenyataan itu. Namun untuk hal yang "khusus" penjara adalah semacam suaka birahi yang bagaikan sorga dunia. Betapa tidak. At least, as for me, di sana aku seolah menemukan habitat yang selama ini selalu kuimpikan. Berada dalam lingkungan yang memang kudambakan. Hidup bersama dengan hanya kaum lelaki. Kala Gairah Birahi (KGB) aku tidak menemukan suatu kesulitan berarti mencapai suatu penuntasan. Dengan mudah aku bisa mendapatkan lawan bercumbu, andaikata saja adegan make love sejenis disamakan dengan pertandingan tinju atau kickboxing.

Kenyataan yang sangat jauh berbeda kurasakan pada saat aku memiliki kebebasan yang seutuhnya sebagai seorang manusia di dunia bebas. Tidak seperti saat itu, sedang terampas haknya dengan dalih supremasi hukum. Di alam kebebasan yang sesungguhnya, aku malah menghadapi banyak kendala bertalian dengan penyaluran hasrat birahiku yang tergolong nyeleneh ini. Menyukai perkelaminan dengan sesama jenis.

Di dalam kehidupan terpenjara, ketika para penghuni dihadapkan pada kesulitan pilihan mengatasi penyaluran kebutuhan biologis yang menggelegak, ketiadaan wanita, peluang dan kesempatan yang ada seolah menjadi anugerah terindah bagiku. Trying something different. Kalimat sakti tersebut kugunakan untuk melakukan encouragement bagi peminat pemula yang masih diliputi keraguan. Berawal dari hanya sekadar membantu memenuhi hasrat keingintahuan oknum hetero sampai kepada mereka yang memang betul-betul membutuhkan pelepasan dan penyaluran ketegangan jiwa.

Untuk melakukan hal seperti ini tidak perlu suatu hal yang bersifat kuratif. Melakukan pendekatan dan membina hubungan baik. Itu kuncinya. Apabila perasaan kedekatan sudah diciptakan maka tidur berdampingan dapat menjadi awal pembuka untuk gerilya (berupa usapan-usapan pada daerah sensistif). Jika birahi sudah terbakar, umumnya, tidak ada akan penolakan lagi pada sasaran. Hal ini lebih baik daripada melakukan tindakan pemaksaan yang grusa-grusu dan kasar. Disamping tidak seorangpun menyukai tindakan demikian juga akan menyalahi tatanan sosial yang sudah ada.

Sementara, oknum hetero mengutip kalimat tersebut sebagai pembenaran petualangan seks sejenis yang dilakukannya. Toch hanya bersifat darurat. Tidak selamanya. Tiada rotan, akarpun jadilah. Begitulah kira-kira pemikiran apologia yang dapat disimpulkan. Tetapi Anda juga harus mengerti, Tidak serta merta hanya karena pernah mencoba melakukan kisah petualangan tersebut, kemudian menobatkan mereka (oknum) sebagai kaum yang "berbeda". Seperti halnya aku ini, terlahir dari alam (by nature) menyukai dan menikmati hubungan perkelaminan sesama jenis.

Ada juga yang, sebenarnya, tidak menyukai hubungan perkelaminan sesama jenis, namun karena kegairahan birahi yang tersulut, toch, mereka dapat menikmatinya juga. Setidaknya, dengan bukti ereksi dan ejakulasi akibat persetubuhan semu dengan sesama lelaki, yang dilakukan secara orogenital, body contact maupun anal intercourse. Meskipun setelah kembali ke dunia bebas mereka biasanya back to nature. Perkecualian bagi mereka yang kemudian menjadikan "pengalaman" tersebut sebagai modal dari bagian gaya hidup baru di alam bebas sana. Menjadi sosok manusia marginal atau biseks.

Sejauh pribadi yang menjalani menyadari kenyataan tersebut maka kehidupan biseks bahkan gay sekalipun seyogyanya bukan lagi menjadi suatu permasalahan. Berbeda apabila yang bersangkutan tidak menerima kenyataan dimaksud. Apalagi bila ditambah dengan ketidakmampuan menyalurkan dorongan libido sejenis dengan keberanian menerabas citra ke"normal"an karena bercinta dengan sesama jenis. Maka lengkap sudah penderitaan hidup kaum biseks dan atau gay. Hidup dalam pendaman naluri berkelamin yang tiada pernah berkesampaian. Solusinya, tidak ada pilihan lain, kecuali mencoba mewujudkan hasrat tersebut dan berusaha enjoy dalam menjalani hidup.

Kisah yang kutulis ini, sekali lagi bukan dan tidak mencerminkan stereotipe kehidupan penjara yang sesungguhnya. Anda tidak boleh menyamaratakan "alumni" sebagai orang yang selalu atau pasti suka dan pernah atau akan terlibat dengan kehidupan seks semacam ini. Karena kenyataannya, ada juga yang sangat antipati dengan perilaku seks seperti yang kulakukan dan kuceritakan ini.

Untuk sikap penolakan seperti di atas aku mengacungkan ke empat ibu jari. Salut sekali dengan keteguhan dalam prinsip dan keyakinan. Mereka tetap tahan tidak bergeming dari kegamangan iman, godaan, dan dorongan kebutuhan penyaluran hasrat berkelamin yang menggelora, yang akhirnya cukup terpuaskan dengan tindakan masturbasi ataupun menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat daripada sekadar membayangkan kemesuman.

Ada semacam kesepakatan tidak tertulis (konvensi) di dalam penjara, bahwa tindakan seks sejenis yang dilakukan tanpa persetujuan salah satu pihak terkait akan memberikan peluang bagi pelanggar mendapatkan hukuman yang berat dari sistem dan lingkungan. Lain persoalannya, apabila hubungan sebadan tersebut dilakukan atas dasar keinginan bersama dan tidak dilakukan secara terang-terangan/vulgar/pamer/show off. Semata-mata aturan tersebut dijalankan untuk menghormati penghuni lain yang tidak sepaham dengan aliran seks sejenis. Demikian pula dengan institusi, yang walau tidak membenarkan tindakan ini, juga tidak dapat mencegah atau melarang terjadinya praktek-praktek terselubung semacam ini. Agaknya, salah satu dinding-dinding kamar penjara dapat menjadi saksi bisu yang reliable.

Kisah yang aku alami juga belum tentu sama dengan kisah mantan penghuni penjara yang lainnya. Seperti sudah kujelaskan di awal cerita, bahwa tidak semua mantan napi sependapat dengan hal-hal yang kulakukan ini. Ada juga yang sangat menentang. Tentu saja dengan alasan yang berbeda-beda. Ini menjadi suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal.

Alam pemikiran demokratis mengajarkan kita untuk saling menghormati adanya perbedaan pendapat ini. Namun tidak berarti adanya perbedaan pendapat ini menghalalkan timbulnya anarkisme. Demi menjunjung tinggi nilai-nilai seperti inilah membuat konvensi tetap terpelihara.

Karena itu, sekali lagi aku juga mohon maaf kepada mereka yang menabukan perkelaminan sejenis yang kulakukan di dalam penjara. Mempunyai orientasi seks yang berbeda bukanlah suatu cita-cita dalam hidupku. Namun, aku tetap harus memberi kualitas dalam kehidupanku daripada harus terpuruk sendiri hanya karena memelihara citra "normal" yang palsu. Selain itu, aku juga tidak pernah memaksa mereka yang memang tidak berminat. Kepada kaum sesama atau para simpatisan penikmat hubungan seks sejenis, anggap saja kisah ini sebagai bahan perenungan pencarian jati diri.

Aku juga tidak menyebut soal cinta, yang kedengarannya melankonis dan klise untuk kehidupan kaum pria di dalam penjara. Dalam cinta senantiasa ada romantisme. Sementara, penjara adalah dunia terbatas yang tidak kondusif terhadap tindakan romantisme sesama penghuni. Untuk sekadar menyalurkan hasrat birahi tidak perlu didahului lagi dengan ritus yang memanterakan untaian kata "cinta".

Hanya dengan berbekal keinginan dan persetujuan bersama, adanya peluang tempat dan waktu – agar tidak terlihat vulgar dan show off – semua tindakan perangsangan, erotisme ataupun pergumulan seks menjadi sangat mungkin untuk dilakukan. It sounds easy. Namun harus dengan kehati-hatian. Intuisi memegang peranan penting agar tidak terjebak dalam perangkap konvensi yang sebenarnya dapat dihindarkan.

Berlainan dengan erotisme, yang dapat dilakukan seorang diri. Menggunakan jemari tangan atau sekadar menggesek-gesekan kemaluan pada dinding, lantai, atau bantal sekalipun. Demi menciptakan efek perangsangan pada alat kelamin agar ereksi dan kemudian ejakulasi. Menyalurkan keinginan birahi yang bergejolak.

*****

Tempat yang digunakan untuk "memenjarakan" aku terdiri dari beberapa blok dengan banyak kamar atau ruangan. Kamar yang aku huni di tempat penampungan sementara ini berisi sepuluh orang. Kamar-kamar yang lain juga berisi jumlah yang sama. Kehadiran mereka di sini dengan latar belakang sebab yang berbeda-beda. Namun, umumnya, karena tindakan kriminal dan penyalahgunaan obat psikotropika. Begitu pula dengan status sosial/marital, edukasi, pekerjaan, religi dan etnis yang beragam.

Akan halnya dengan keberadaanku di penjara, sebetulnya, lebih banyak di dorong keinginan membuktikan cerita burung adanya "surga dunia", selain terlanjur bernasib sial (?) kedapatan membawa barang terlarang saat dilakukan razia di suatu diskotek terkenal ibukota. Hal yang tidak dapat kusangkal adalah, ditemukannya barang bukti tersebut di saku celanaku. Asalnya adalah titipan teman. Namun, karena pada dasarnya aku memang tidak ingin melibatkan orang lain, maka aku mengakui barang itu adalah milikku, yang aku gunakan sendiri.

Padahal, kenyataan yang sesungguhnya, aku sama sekali tidak menyukai penggunaan zat-zat addictive semacam itu. Sekadar membayangkannya pun tidak pernah, apalagi mecoba menggunakannya. Aku memang tidak ingin tubuh dan hidupku terkontaminasi dengan zat-zat sedative artificial semacam itu. Dengan konsep berkelamin sejenis yang kujalani ini saja aku sudah merasa tidak murni lagi sebagai manusia secara kodrati. Apalagi bila masih harus ditambah dengan penggunaan zat-zat semacam itu. Seperti apa nanti aku jadinya? No way. Konskwensi yang kuterima adalah, terampasnya kebebasan dasar yang paling nyata: bersosialisasi di dunia luar. Meskipun di lain pihak, aku mendapatkan bentuk kompensasi kebebasan yang lain. Memiliki kesempatan luas menyalurkan kecenderungan naluri hasrat birahi sejenisku yang menggelora.

Sampai hari ketiga aku berada di dalam penjara semua berjalan biasa-biasa saja. Sehingga pada saat tengah malam, ketika semua sudah terlelap dalam tidur, aku terbangun dari tidurku yang nyenyak. Kebelet pipis. Aku bangkit berjalan menuju WC, yang memang ada di dalam sekat kamar dengan penghalang dinding, di dalam ruangan yang sama. Kulihat di sudut sana sudah ada seseorang berdiri membelakangiku. Rupanya juga sedang buang air kecil. Pandanganku menyapu keremangan malam. Setelah dekat, dari sosok tubuhnya, aku baru mengetahui kalau orang tersebut adalah Kurnia. Aku berdehem, dengan maksud memberitahukan kehadiranku padanya. Tapi ia seolah tidak mendengar. Tidak peduli sama sekali terhadap kehadiranku. Sekadar menoleh kearahkupun tidak. Masih saja tetap dalam posisi semula. Berdiri membelakangiku.

Aku berjalan menghampiri dan berdiri tepat disampingnya. Aku melirik kearahnya.
"Elueuh.. eleuh.. kunaon eta, euy..", pekikku dalam hati.
Ternyata, Kurnia sedang ngloco/onani/merancap/masturbasi. Jantungku berdegup dan darahku terasa mendesir menyaksikan sebongkah batang kemaluan menegang dengan besarnya. Menyeruak dari genggaman jemari tangan yang bergerak maju mundur. Kepala penisnya memantulkan kilau merah keunguan dengan titik-titik precum menyembul dari ureter. Suara gemerisik gesekan tangan dengan batang penis itu serta helaan nafas yang memburu melengkapi suasana sensasional malam itu.

"Eh.., lu, Kur..?", tenggorokanku terasa tercekat ketika kuberanikan diri membuka percakapan, menyapanya.
Sementara, Kurnia, hanya sekilas menoleh dan tersenyum kecil sambil tetap membiarkan batang kemaluannya berselancar dengan riangnya di dalam gengaman jemarinya.
"Sayang, atuh, dibuang-buang gitu..", aku memberanikan diri mengomentari tindakannya itu.
"Lu mau?!?", sekonyong-konyong, dengan gaya acuh, Kurnia berbalik arah memberi isyarat padaku untuk menghisap kemaluannya yang saat itu seperti sedang meronta-ronta ingin lepas dari genggamannya.
"Yes, this what I mean!", seruku dalam hati.
Aku tersenyum menatapnya. Tanpa membuang waktu lagi, aku segera merunduk jongkok. Mengambil alih batang kemaluan dari genggaman tangannya. Hilang sudah keinginanku semula untuk kencing.

Cuping lubang hidungku mengembang ketika mengendus semerbak aroma kelakian yang menggairahkan menyebar dari arah selangkangan Kurnia. Terlihat semakin jelas bongkahan penis yang mendongak dengan perkasa, menyeruak dari kerimbunan pubicnya yang ikal kelam dan lebat. Sambil menghirup dan menikmati aroma khas itu, bibir dan lidahku segera menyeruput dan menggumuli batang kemaluan yang menegang dengan tekstur guratan otot-otot disekelilingya.
"Nyummy.. nyumy.. nyummy", Aku mengelamoti glans seolah menikmati es lollypop yang lezat.
Kepalaku bergerak maju mundur menimbultengelamkan kepala penis Kurnia ke dalam kehangatan dan kegairahan birahi melalui kuluman mulutku. Bunyi berdecak dan kecipak bibir dan lidahku bersahutan dengan suara desah dan lenguhan kenikmatan Kurnia. Sesekali Aku membuang pandang ke atas. Menyaksikan ekspresi wajah kenikmatan Kurnia. Kedua belah tangan Kurnia bergerak-gerak meremas rambut di kepalanya sambil mulutnya mengerang dan mendesah.
Matanya terpejam dan ujung lidahnya menjulur-julur keluar dari mulutnya yang setengah membuka mengeluarkan desah suara, "Aach.. shhzz. ooch.. ahchh..".
Badannya menggelinjang limbung ke kiri dan kanan mengimbangi cumbuanku yang semakin menggila.

Pada saat yang sama, jemariku meluncur menyusuri batang penisnya. Menekan dengan lembut kulit kelaminnya. Bermula dari glans menuju ke arah bawah. Selanjutnya bersemayam di pangkal batangnya yang tegang itu. Dengan cara penekanan seperti itu, gurat-gurat otot di sepanjang batang penis menjadi lebih jelas terlihat. Kemudian dengan sedikit jilatan kasar lidahku menyapu dan mengelitik otot-otot itu. Maju mudur dari bawah ke atas dan sebaliknya.
Kurnia makin meracau, terbukti dari ucapan-ucapannya yang menjadi tidak jelas terdengar selain hanya deretan kata-kata, "Oouwh.. ochh.. enghzz.. fhs.. sshzz.. enyaak.. ouch.. terruuss.. oowug.. acchs.." yang meluncur deras dari bibirnya.

Aku terkejut ketika secara tiba-tiba, tangan Kurnia merenggut dan menekan kepalaku kearah selangkangannya. Tubuhnya terguncang dengan dengus nafas memburunya yang tersengal-sengal seraya memuntahkan cairan hangat gurih dimulutku. Aku hampir tersedak oleh semburan deras lahar birahinya dan sempat kesulitan bernafas karena hidungku tersumbat oleh kelebatan pubic Kurnia yang menutupi dan menggelitik lubang hidungku. Paduan sensasi rasa yang luar biasa kurasa. Aku terduduk lunglai di lantai. Kelelahan. Kedua bilah bibirku terasa tebal, dan jontor. Lidahku terasa kelu dan pegal. Butir-butir keringat mengalir membasahi tubuhku. Betul-betul olah syahwat yang melelahkan.

Belum selesai aku melakukan cooling down, mendadak Kurnia membungkuk ke arahku. Aku tidak menyangka jika kemudian ia meraih dan memelukku. Melumat bibirku. Lidahnya dengan liar menggapai-gapai langit-langit mulutku, seolah hendak menguras sisa spermanya yang masih melekat di mulutku. Hisapan mulutnya pada bibir dan lidahku melemaskan kembali organku yang semula terasa kelu dan kebal. Jemarinya gesit menjelajah lekuk tubuhku, menurunkan celana boxer yang kupakai serta menyingkirkan celana dalamku. Aku menggelinjang dan tubuhku terasa gerah terbakar cumbuan Kurnia yang menggelora.

Aku kagum juga pada Kurnia. Meski sudah ejakulasi, ternyata batang kemaluannya masih tetap ereksi. Aku melihat penisnya masih terayun-ayun tegak menantang dengan seksinya. Sambil memagut bibirku kurasakan jemari Kurnia merayap menggelitik lubang pelepasanku. Kemudian ia menyuruhku berdiri dan meletakkan satu kakiku bertumpu pada dinding bak mandi. Dalam posisi itu, celah diantara kedua bongkah pantatku membuka. Rectumku terasa mengembang lebar. Aku merasakan dinginnya malam menerpa dan menyelusup celah itu.

Aku kaget ketika kurasakan ujung lidah Kurnia yang basah dengan binalnya menggelitik tepi rectum, sementara jemarinya tanpa keraguan mengusap-usap batang kemaluan dan pubicku. Ditimpali pula dengan gesekan kumis dan sedotan bibirnya pada permukaan rectumku. Sekujur tubuhku bergetar menahan sensasi kenikmatan yang ditimbulkan. Masih di ruangan kamar mandi, kami beringsut pindah ke tempat yang tidak basah. Kurnia segera merebahkan diri. Batang penisnya tegang mengarah ke atas. Sambil melumuri penisnya dengan air liur ia memintaku jongkok di atas selangkangannya. Kurasakan jemarinya yang basah dengan saliva mulai melumuri dan merangsang rectumku.

Joko dan Kristo 4: Wild Night Continues

Baru saja kuperhatikan bahwa sepasang mata itu mengawasi gerak-gerikku. Entah sudah berapa lama ia melakukan hal itu. Kebetulan saat ini pembicaraan Kristo dan teman-teman barunya, Dino and the gangs tentang otomotif tidak begitu menarik perhatian saya. Kali ini kutatap balik pandangan matanya yang kuat tetapi teduh itu ke arah meja bar dalam club itu.

"Guys, gue ke bar dulu ya.." ujarku permisi pada mereka.

Si empunya mata segera menegurku ramah, "Malem Mas, mau minum apa?"
"Terserah deh, racikin aja yang asik.."

Ia kembali dengan segelas mixed drink yang nampaknya belum pernah kucoba sebelumnya.

"Gimana, enak?"
"Gile nendang abis.. Apa neh namanya?"
"Gua kasih judul, Bimo's Curiosity. Mumpung bos ga ada, gue tambahin takerannya khusus buat Mas"
"Wohoo, nice man. But hold on, let me guess, you are Bimo?"
"In person Sir.." jawabnya sembari menampakkan sederetan gigi yang putih dan tertata rapih.
"So Bimo, kalau saya boleh tau, why was Bimo so curious tonight?"

I had to ask. Sumpe, perawakannya maskulin sekali sehingga saya tidak bisa menebak orientasi seksualnya.

"Oh gak papa, iseng aja, cuman mengagumi kok.."
"Mengagumi apaan?" tanyaku menggoda
"Mengagumi.." dentuman speaker ramuan Mr. DJ menghantam ruangan penuh sesak itu.
"Kenapa?" tanyaku berteriak mendekatkan wajahku pada parasnya yang tampan

Ia mendekatkan bibirnya di telingaku, "Lu tipe gue abis.." ujarnya singkat.
Kini giliranku berbisik ditelinganya, "Sori man, I belong to that guy over there.." jawabku sembari menunjuk ke arah Kristo yang kemudian tersenyum melihat polahku.

"Cute.. Yah, too bad lah.. Mas namanya sapa?"
"Haha.. Usahaa terus.."
"Boleh dong.."
"Joko"
"Simpel dan gampang diinget. Fitnes di mana Mas? Nice biceps!"
"Hey, thanks man. Kebetulan di kompleks gedung gue ada fasilitasnya jadi ga repot kapan aja bisa. Anyway, loe sendiri juga not bad at all!"
"Thanks."

Aku membisikinya lagi, "You got some seriously nice ass over there!"
Kemudian ia berbalik membisikiku, "Mangkanya this ass needs to be taken care off. Mas, please bentar aja yuk.." pintanya memberi kode.
"You sure?"
"Dari pertama ngeliat Mas masuk, gue langsung horny abis.."
"Bentar ya.." aku mengetik sederetan pesan singkat kepada Kristo.
"Gila, loe, kok ngasih tau dia segala?"
"Oh, he's okay with this.." jawabku yang membuatnya bengong.

Setelah menemukan seseorang untuk menggantikan posisinya di bar ia kemudian menarik lenganku masuk kedalam labyrinth internal perusahaan itu. Dengan sepucuk kunci ia berhasil membuka gudang di bawah tanah itu dan menyalakan sebuah lampu kecil. Dentuman speaker masih terasa di ruang penyimpanan ini. Bimo segera menutup pintu dan menurunkan celanaku. Batang zakarku yang masih lunglai itu ia genggam dengan kedua tangannya dengan mesra.

"Gila, gede banget Mas.. Ah ga salah deh tebakan gue malem ini!"

Jemarinya segera bermain di atas kepala penisku yang mulai bereaksi atas suguhan menarik malam itu.

"Bim.."

Bulat-bulat benda tumpul itu ia telan ke dalam kerongkongannya dan menimbulkan sensasi kenikmatan yang segera kurasakan. Permainannya yang tak kalah cantik dengan Kristo membuatku semakin bergairah dengan bartender gagah ini. Ia menggenggam zakarku yang sudah mengeras itu dan memandanginya seperti sebuah hasil seni adikarya.

"Ini yang aku sebut sebagai kontol yang sempurna Mas.. Besar, padat, berotot, dan kepalanya yang sebesar buah tomat ini, mm.."

Ia kembali bekerja dan mengulum kepala penisku yang seakan tercipta untuk menaklukkan kebutuhan siapapun juga. Ia mulai membuka sabuk pinggangnya dan menurunkan celananya. Perlahan ia berdiri membelakangiku dan menempelkan bokong kenyalnya secara strategis pada batang kerasku sehingga kini menara itu berdiri tegak memandangi perutku atas himpitan pantatnya tadi.

"Ah, gila Bim, bokong lu napsuin banget, udah keringetan gini.." ujarku seraya meremas-remas bokong bundar Bimo. Sekilas aku melihat sehelai tali hitam melewati wilayah terlarang tadi.
"Hey, nice G-String.."
"Iya bawaan dari dulu ampe sekarang masih kepake. Tadinya sebelum ini gue jadi stripper!"
"Really? Ayo coba praktekin dong.."
"Beneran neh?" Aku menggangguk memberinya persetujuan.

Kemudian ia melepaskan celana pendeknya. Tanpa melepaskan kaos hitam tanpa lengannya dan membiarkan G-string minimalis itu bertengger di pinggangnya, ia menaiki sebuah meja di tengah-tengah gudang itu.

Aku menanggalkan seluruh pakaianku, penisku yang sudah super tegang saat itu mengayun dengan beratnya ke atas dan ke bawah menahan napsu birahi yang sedang melanda. Kutarik sebuah kursi lipat yang tersedia untuk dapat menikmati tubuhnya lebih dekat dari samping meja tadi. Cairan mazi yang bening mulai menetes ke lantai gudang.

Bimo mulai meliuk-liukkan tubuhnya sesuai irama dance hall yang menggema hingga ke ruang sempit itu. Nampaknya ia sendiripun sudah mulai menimbulkan gundukan menarik di bagian depan cawat minim itu. Keringat tubuhnya menjadikannya manusia keemasan diterpa cahaya lampu temaram tadi.

"Gila, sexy banget loe Bimo!" teriakku sembari bertepuk tangan mengikuti irama.

Lama-kelamaan tariannya mulai mengarah dan menonjolkan keelokan bokong supersexy-nya. Ah, benar-benar tayangan VIP rupanya. Sekilas lubang anusnya yang polos itu mencuri pandang dan mengerling ke arahku. Ia melipat tubuhnya sedemikian rupa sembari berdiri sehingga lubang itu terlihat lebih jelas dari balik tali cawat yang melintasi gerbang cinta itu. Dengan piawai ia mengendur-kencangkan otot-otot cincin anusnya sehingga bibir bawahnya itu terlihat sedang bercakap-cakap denganku.

Perlahan ia berlutut di atas meja itu dan menyuguhkan bokongnya tepat di hadapan wajahku sembari terus menari dan merangsang indra penglihatanku. Bimo berhenti ketika lubang panas itu menyentuh ujung batang hidungku.

Dengan geram kugenggam kedua belah pantatnya dan merekatkan wajahku pada belahan pantatnya yang bersih dan merangsang itu. Tali sialan penghalang pandanganku itu kutahan dengan jemariku sehingga akses penciumanku pada lubang nikmat itu kini tak terhalang lagi. Ah, wangi sekali aroma di sekitar liang anus lelaki itu. Kuusapkan hidungku langsung dari atas hingga sisi bawah belahan pantatnya itu dan mengendus-endus bagaikan anjing pada musim kawin.

"Ahh, enak Mas.." Rupanya hawa panas nafasku menambah birahi nakalnya.

Lidahku-pun mulai tidak mau kalah untuk mencicipi 'donat' hangat itu. Aku gunakan jemariku untuk menguak lebih lebar bukaan liang gelap itu sehingga lidahku dapat lebih mudah memperkosa dinding empuk yang nikmat tadi. Bimo tetap menari sehingga sodokan lidahku jatuh pada berbagai tempat yang lebih dalam untuk ia nikmati. Cairan anusnya mulai terproduksi dan terdeteksi oleh lidahku.

"Sumpah Mas, gue napsu banget.."

Ia kemudian membalikkan tubuhnya sehingga punggungnya menyentuh daun meja itu. Kutarik bokongnya hingga menyentuh pinggiran meja tadi dan kunaikkan kedua kaki berbulunya pada pundakku. Aku melirik kebawah. Sial, pandai sekali ia memainkan bibir anus itu seakan menghisap dan mengundang ujung kepala penisku untuk menembus lebih dalam.

Kugenggam kencang batang super-besarku itu dan perlahan kuperhatikan bagaimana bibir anusnya menerima si kepala tomat dengan sempurna. Ketika kepala itu sudah terselubungi secara total dapat kurasakan bibir anusnya yang terkontrol dengan rapih layaknya bibir manusia itu menyusui dan membasahi seluruh permukaannya. Sengaja kumainkan kepala penisku saja pada liang anusnya yang sempit ini dengan cara memaju-mundurkan dengan aksi kecil-kecilan.

"Ayo dong Mas.. Aku udah gatel nih ampe ke dalem-dalem.." protes Bimo.

Protes itu kuladeni dengan segera dan tanpa permisi lagi kuhabisi semua batang penisku sehingga kulit bokongnya yang empuk segera menyambut bebuluan jembutku.

Seperti yang sudah kuduga, Bimo tidak bisa berkata apapun juga, keterkejutannya atas serangan mendadak ini hanya ditandai dengan terbelalaknya matanya dan sekejap habisnya nafas dalam dadanya.

Segera kujilati putingnya yang mengkilap dan sudah mengeras, kumandikan dengan lidahku satu persatu untuk menambah kenikmatannya. Bimo mengerang lagi.

Permainanku makin kasar dan dahsyat. Kalau saja meja itu tidak kuat mungkin sudah roboh dengan pekerjaan berat yang harus ia tanggung. Kaki meja itu mulai berbunyi seiring gesekan dengan lantai.

Penis Bimo sudah sangat menegang dalam genggamanku. Sejenak kutarik diri untuk menikmati penisnya yang sudah menunggu belaian lembut bibirku. Entah karena permainanku yang terlalu ganas ataupun memang Bimo yang sudah terlalu bernafsu, tak lama kemudian ia memuntahkan cairan kelelakiannya dalam mulutku. Lelehan asin dan kental yang nikmat itu kutelan sebelum sebagian kukembalikan melalui sebuah ciuman kepada empunya.

Kubiarkan Bimo menikmati pancaran aura kenikmatan itu sesaat hingga batang kelelakiannya melemas sebelum sekali lagi aku menembus lubang hangat di bagian belakang tubuh pria tampan itu.

Aku menggumuli Bimo mungkin lebih dari tigapuluh menit sebelum rasa nikmat tak tertahankan itu muncul dan memaksaku untuk memompa liang anusnya dengan lebih hebat lagi. Aliran mani nan hangat mulai kusalurkan dari lubang kontolku untuk ditampung ke dalam anusnya yang rakus itu.

Akhirnya kujatuhkan rangka tubuhku yang besar ini di atas tubuhnya yang lemas akibat permainan nakal kami. Penisku masih tertanam dengan manis dalam rongga sempitnya itu. Sesekali masih kurasakan tremor kenikmatan tadi, sesekali masih kusemburkan cairan cinta yang tersisa dalam kantung zakarku.

Tiba-tiba pintu gudang tadi terbuka..

"Shit", respons-nya seketika.
"Hello guys, having fun here?" suara Kristo terdengar di telingaku sembari perlahan aku berbalik dan melihat para tamu yang datang melalui pintu gudang itu.
"Hi guys, what's up?" jawabku santai sembari melepaskan diri dari dekapan Bimo.

Penisku yang masih setengah tegang dan berlumuran sperma yang menetes-netes tentu saja menjadi perhatian Dino dan kawan-kawannya yang ternyata mengikuti Kristo hingga ke ruangan ini.

"Bimo, kenalin ini cowo gue, Kristo dan itu teman-temannya, Dino, Agus dan Tommy!"

Kedua teman Dino rupanya tidak tahan melihat posisi 'baru saja diperkosa' Bimo yang masih mengangkang dengan lelehan mani yang menetes dari lubang adiperkasa itu.

Agus dan Tommy segera melucuti pakaian masing-masing dan bergegas menuju ke arah Bimo yang masih lemas dengan pemuasan syahwatku tadi. Baguslah pikirku, pemuda tanggung seusia mereka pasti dapat meladeni Bimo dengan lebih rakus lagi.

Tanpa permisi, Agus langsung menancapkan penis mudanya ke dalam liang Bimo yang sudah kulumasi sebelumnya, sembari Tommy menyodorkan penisnya yang tidak disunat itu ke dalam mulut Bimo.

Sementara itu pandangan Dino tidak beranjak dari penisku yang tak kunjung beristirahat ini.

"Bener kan Din.. Gede banget kan punya si Mas Joko ini?"
"He eh.." jawab Dino mengiyakan
"Udah sosor aja.." timpal Kristo
"Boleh Mas?"
"Tunggu gue duduk dulu, gila cape banget sama si Bimo tadi.."

Aku duduk di kursi lipat yang tersedia tadi sebelum bibir Dino melumati seluruh batang penisku dan membersihkan ceceran mani yang tersisa di sana.

Sementara itu Kristo mulai menurunkan celana Dino sehingga bokong remaja itu ter-ekspose dengan indahnya.

Dari posisi dudukku aku melebarkan kedua belahan pantat Dino hingga akses Kristo untuk melumati liang remaja itu makin luas.

"Honey, I'm preparing your dinner here!" teriak Kristo sembari mengerling ke arahku.

Bebuluan halus dapat kurasakan pada jemariku yang merebakkan belahan pantat Dino untuk pemanasan Kristo. Jeritan-jeritan kecil mulai dapat terdengar dari meja tempat Bimo, Agus dan Tommy bergumul. Dinopun mulai dapat menerima hantaman jemari Kristo yang membuka lahan untuk dimasuki 'traktor' monsterku ini.

Aku dan Kristo kemudian menarik Dino ke lantai untuk dapat kami rangsang lebih lanjut. Sementara Kristo sibuk melayani daerah kelamin pemuda tanggung itu, aku memandikan puting dan ketiak Dino dengan lidahku yang hangat. Berkali-kali Dino menggelinjang dalam permainan kami.

Ketika batang perkasaku sudah merasa siap untuk bertempur lagi, aku menarik punggung Dino, membuka belahan pantatnya dan perlahan aku menembus raganya dari belakang. Aku berbaik hati dengan bermain penuh perasaan pada remaja yang masih belum pernah dicoblos ini. Kristopun ikut berbaik hati dengan tetap mengulum dan menjelajahi wilayah kelamin Dino.

Tak lama ketika Dino sudah mulai terbiasa dengan benda asing nan raksasa yang menembus relung anusnya, Kristopun mendekat dan memposisikan dirinya sehingga Dino dapat menyelipkan penis remajanya dalam liang professional Kristo.

Di lantai itu kami bertiga baris berbaris saling menyetubuhi-saling bercinta dalam waktu yang bersamaan. Kristo meminta pasangan trio di atas meja untuk turun mendekati kami di lantai gudang sempit itu.

Sembari menerima hantaman kasar Agus pada lubang pantatnya dan sibuk melayani benda tumpul Tommy dalam mulutnya, kini Bimo-pun dapat merasakan kedahsyatan permainan kuluman maut Kristo yang sudah terbukti itu.

Bimolah yang pertama kali menyerah dengan memberikan seluruh jiwa dan raganya bersama semburan hangat cairan maninya ke dalam mulut Kristo. Orgasme luar biasa yang ia nikmati dengan segera dirasakan Agus pada jepitan anus Bimo yang menyebabkan iapun turut dengan segera melakukan deposito indah ke dalam lubang itu. Tommy mulai berteriak penuh nafsu ketika pada akhirnya lidah Bimo berhasil menghantarkannya pada titik klimaks.

Setelah mereka beristirahat sejenak, perhatian berubah fokus kepada group trio kami. Penis Kristo yang bertengger hangat dalam mulut Bimo tak lama kemudian menyemburkan kenikmatan duniawi itu langsung ke dalam liang tenggorokan Bimo. Dan gesekan bertubi-tubi dalam anus Kristo tak mampu menahan jebolnya bendungan mani Dino segera setelah itu.

Kemudian mereka merapikan diri. Bimo permisi untuk kembali bekerja lagi. Tommy, Agus, dan Kristo permisi untuk kembali ke atas lagi.

"Lha gue gimana?" tanya Dino terengah-engah karena masih dengan asyiknya kusetubuhi.
"Udah, lu di sini sama gue dulu" ujarku tersenyum penuh birahi
"Apa gue bilang.. Lama kalo main sama Mas Joko! Bener kan?" timpal Kristo.

Ruangan itu mendadak hening sepeninggal empat mahluk penuh nafsu tadi.

Tanpa melepaskan tancapan mautku dalam anusnya, kami berdua perlahan berdiri dan berjalan perlahan ke arah meja tadi. Aku mainkan putingnya dari belakang, kuremas buah dadanya yang keras, dan perlahan kuarahkan Dino pada tepi meja itu.

Setelah tangannya dapat menahan beban kami pada daun meja itu, perlahan-lahan kulanjutkan kembali tugas mulia yang belum selesai tadi. Kasihan juga aku pada bokong pemuda itu yang belum terlatih menerima arus liar keperkasaanku ini. Oh well, apa boleh buat, dia yang minta, yah dia harus bertanggung jawab.

Dari lorong gang lokasi gudang tadi, kernyitan suara meja itu mulai sayup-sayup terdengar kembali. Bimo yang pada saat itu sedang berada diujung lorong hanya tersenyum mengeleng-gelengkan kepalanya.

Joko dan Kristo 3: Wild Night

Kami memutuskan untuk menikmati pemandangan duniawi yang disajikan oleh sebuah tongkrongan roti bakar terkenal di wilayah selatan Jakarta karena kami berdua tidak terkejar waktu untuk pergi kemanapun jua malam itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11:07, tetapi kawasan warung campur-campur itu malah semakin ramai oleh para tamu yang berdandan rapi dan sepertinya siap bergaul ke tempat lainnya lagi.

Kristo tampaknya sengaja memarkirkan A3 rombakan berwarna biru tua itu tepat di depan jalan masuk wilayah tongkrongan tadi. Sambil membuka jendela ia menyalakan sebatang rokok dan memutuskan untuk makan di mobil saja (tidak biasa-biasanya ini, pikirku).

Salah satu dari pegawai berseragam kaos senada (yang sometimes ditandatangani oleh orang terkenal) menghampiri kami. Badannya yang kekar dan pahanya yang kokoh itu nampak sexy sekali diselimuti jeans belelnya yang super ketat.

"Mas satu sate ayam, satu nasi goreng, sama satu roti bakar coklat keju yah."
"Minumnya?"
"Aqua dua deh.. Dingin ya.. Makasih Mas.."

Rupanya wajah imut Kristo mulai menarik gadis-gadis belia yang nampaknya masih belum selesai sekolah itu. Mungkin dikira salah satu calon VJ MTV dengan gaya sok funky-nya itu.

Tidak berapa lama kemudian segerombolan pemuda tanggung dengan kendaraan-kendaraan modifikasinya mulai berdatangan sembari melirik ke arah saya dan Kristo. Salah satu di antara mereka (dengan cukup mengejutkan) menghampiri jendela mobil Kristo yang terbuka.

"Sorry Mas, gila peleg-nya keren abis.. Udah di modi-kan? Ini pake yang tujuh belas atau yang delapan belas Mas?"
"Actually gua pake sembilan belas sih.." jawab Kristo antusias.
"Gila kaga mentok tuh kena vendernya?
"Ngga juga sih, kan kaki-kaki and body kit-nya juga udah ganti, biar semua masuk dengan sempurna.."
"Wah, pantes A3-nya ngga seperti yang saya liat di majalah ya Mas! Keren abis sumpe! Nggak dilombain aja Mas?"
"Nggak lah, lagian ini kan baru minor change aja, belum drastis lah.."
"Oke deh Mas, saya udah ditungguin temen-temen tuh ntar kita ngobrol-ngobrol lagi ya.. Boleh tuh share kontak bengkel-bengkel modi-nya. Semoga ntar Mas belum pulang.."
"Oke sip!" balas Kristo singkat.

Baru saja ia menoleh ke arahku, sang pemuda sok gaul tadi-dengan rambut botak ala Sammy Eiffel I'm in Love-kembali lagi.

"Umm, sorry sekali lagi Mas. Abis ini kita pada mau ke (ia menyebutkan nama sebuah club yang relatif baru di bilangan Dharmawangsa Sq.), mungkin kalo Mas-Mas ini gak ada acara kita bisa lanjutin ngobrolnya di sana?"
"Gimana Kang?" tanya Kristo.
"Aku sih oke-oke aja.."
"Oke guys see you there! Bilang aja tamunya Dino, I'm on the list" timpal pemuda itu kemudian.
"Yeah, see you there then! Gue Kristo, I'm on the list juga."
"Ya ampun.., Kristo yang baru balik dari London? Temennya (ia menyebutkan nama salah satu owner tempat hiburan itu) khan?"
"Yup, that's me!"

Aha. Aku menjadi teringat ketika aku seumuran Dino dulu (yah kira-kira delapan tahun yang lalu lah), Gayaku waktu itu sok dikenal sana-sini persis seperti pemuda tadi. Sok berpengaruh dan yang pasti sok bergaul. But he seemed nice enough lah, ngga sepa' seperti beberapa konco gaul-ku pada saat itu. Dan kalau instingku tidak salah, ia sepertinya lebih tertarik kepada Kristo daripada kedok modifikasi mobil "aneh"-nya itu.

"Kang, kok diem.. Udah, ga usah cemburu sama brondong gitu deh.. Haha.."
"Ngga, aku ngga cemburu, malah aku lagi mikirin apakah dia bisa kita ajak threesome apa engga.." aku menjelaskan kepada Kristo.
"Yang bener Kang? He's hot isn't he?"
"Well, not exactly hot, but he's cute.. Umur berapa ya kira-kira?"
"Alah paling baru lulus SMA.. Hmm, ya udah ntar kita liat aja.."

Tidak lama kemudian makanan kami datang dan Kristo sudah mulai sibuk menyiapkan berbagai tissue sehingga mengurangi kemungkinan kotornya interior mobilnya yang super kinclong itu.

"Gila ya di sini, surga banget. Tamunya lucu-lucu.. Sayang rata-rata pada bawa cewe-nya masing-masing.." lanjut Kristo sembari menikmati nasi gorengnya.
"Makanannya sih biasa aja, masih enakan di Lembang aku bilang, cuman emang pemandangannya ruarr biasa! Haha.. Liat deh.. Pegawainya aja cakep-cakep gitu.. Mana badannya keker-keker pula.. Ini sebenarnya juragannya lulusan akademi militer mungkin kali ya? Nyari pegawai yang seger-seger banget gini!" ujarku.
"Ah, si Akang nih emang napsu gede aja.."
"Eh, ngaca dong. Inget ga yang pas yang aku lagi capek banget itu? Karena udah ga tahan satpam baru apartemenku juga kamu lahap khan waktu itu?"
"Ya abis gimana dong, orang istilahnya knalpot udah kudu masuk bengkel gitu Mas.. Mana masih muda dan cakep gitu.. Kebutuhan prioritas haha.."
"Masuk bengkel aja terus!" balasku. Sok cemburu
"Ya tapi kan setidaknya ketika satpamnya udah tepar, Akang juga langsung menjebol keperawanannya tanpa perlawanan yang berarti dari si korban"
"Iya deh.. Impas-impas.."
"Aku tau kok, kalo aku nggak nginep di situ kan dia pagi-pagi sok rajin bawain koran sama kopi buat nyogok Akang kan? Udah ketagihan dia, sama seperti aku!"
"Hehe.. Kok kamu tau?"
"Lha dia sendiri yang cerita.."
"Oh ya?"
"Iya, katanya dia pengen pada suatu hari kalo ada kesempatan, dia ingin ditempok Akang ketika dia lagi ngentotin aku, coba!"
"Hmm, interesting, boleh jadi bahan pemikiran."
"Norak ah, tinggal telepon security aja nyari si Rahman gitu lho!"
"Mas.. Tadi jadi berapa?" tanya Kristo sembari memanggil pegawai kekar tadi.
"Makannya apa aja Mas?" ia bertanya balik.

Kristo menyebutkan hidangan dan minuman yang kami santap. Sepertinya pegawai ini tergolong orang baru di sini sehingga agak lama menghitungnya.

"Maaf Mas, minjem bentar ya.." lanjutnya sembari menarik secarik kertas dan pensil untuk menghitung 'belanjaan' kami di atas atap kendaraan Kristo.

Dan seperti dengan sengaja ia 'meletakkan' paket onggokan depan celana jeans-nya yang ternyata lumayan menarik itu tepat pada tepian jendela yang sedang terbuka. Sejenak Kristo melirik ke arahku seakan meminta persetujuan ide nakal yang sedang ia pikirkan.

Perlahan tapi pasti ia meletakkan jemarinya mendekati wilayah terlarang pegawai itu. Agar tidak terlalu mencolok para tamu lainnya dengan sigap ia berpura-pura tidak sengaja menyapu tepian jendela itu tepat di atas gundukan celana jeans itu.

Setelah sekiranya ia mengetahui duduk posisi tidur kemaluan pegawai itu, dengan sengaja Kristo menggenggam batang pria naas itu, Sang empunya zakar kontan terkejut dan wajahnya segera terlihat di bukaan jendela kami.

Dengan santai Kristo berkata, "Wah gede juga Mas burungnya. Kapan tuh terakhir diservis?"

Pegawai lugu yang ternyata baru datang dari Jawa itu kemudian memerah wajahnya dan dengan grogi ia menjawab..

"Mm, sebenarnya saya masih perjaka Mas, jadi ya.. Belum pernah di.. servis.." jawabnya dengan logat yang kental.
"Lho emang umur berapa Mas?"
"Duapuluh empat.."
"Wah, masak udah umur duapuluh empat cuman dipake buat kencing doang, sayang lho barang segede itu.."
"Sama sapa Mas, orang cewek aja ndak punya.."
"Mau diservis?" tanya Kristo spontan. Benar-benar nekad kekasih saya ini.
"Mm, Ah, yang bener aja Mas.. Masak Mas juragan gini mau nyervis saya yang dari kampung begini?"
"Udah tutup mata aja, servis gue pasti lebih hebat daripada cewek manapun juga deh! Justru yang masih lugu kayak kamu ini yang menarik, Sapa namanya Mas?"
"Joni"
"Sumpe lu? Gaya banget.."
"Iya ndak tau Mami saya waktu itu mungkin lagi sontak"
"Taelah Mami.." ujar saya tersenyum dalam hati.
"Ya udah Mas Joni, kapan nih mau diservisnya?"
"Ah ini beneran Mas? Bukan bercanda kan?"
"Bener, masak saya bercandain kamu sih?"
"Aku sih jadwal kerjanya harusnya udah selesai, jadi tinggal nungguin Mas berdua aja sebenarnya.."
"Ya udah pamit sana sama si Bos, kita tungguin di ujung jalan sana ya!"
"Bener Mas?"
"Iya cepetan sana lho!" balas Kristo.

Ketika Joni sudah menjauh, giliran aku yang bertanya pada Kristo.

"Lho To, bukannya kita mau ketemu Dino di club?"
"Ah, perjaka gitu paling bentar juga udah muncrat Kang, mumpung ada proyek baru yang ampir seganteng si Akang ini lho.." pujinya seraya meminta izin dariku.
"Terus mau main di mana?"
"Udah di mobil aja sembari jalan."
"Yah curang dong.. Kamu asik-asikan sama Joni.."
"Ntar Akang dapet giliran duluan deh sama si Dino.."
"Ya kalau dia suka cowo.."
"Ga liat gimana tadi dia nelanjangin aku dengan pandangannya? Kalaupun dia gak suka cowo, pasti nanti malem jadi suka!" jawabnya yakin.

Kami berganti posisi dan sekarang aku memegang kendali dan menepikan mobil hatch-back itu pada ujung jalan yang relatif sepi. Kristo kemudian beranjak ke kursi belakang. Tak lama kemudian Joni muncul setelah mengganti kaos kebangsaan warung roti bakar itu dengan secarik kaos pribadinya.

"Lalu pacar Mas ndak Papa nih kalau saya main dengan Mas?" ia membuka pembicaraan setelah masuk ke area jok belakang.
"Nanti dia dapet jatahnya sendiri, yang penting malam ini Mas Joni adalah jatah saya!"
"Lalu saya harus ngapain sekarang?"
"Udah sante aja, sini lho duduknya deketan dikit lah"

Kendaraan itu kemudian kujalankan melewati daerah perumahan yang sepi. Dari kaca spion aku melihat tangan Kristo mulai meraba-raba perut keras Joni.

"Jon, kamu suka fitness apa gimana sih, perutnya keras sekali.. Hmm.. Kayak batu bata deh.." ungkap Kristo seraya menyingkap kaos tersebut.
"Iya di rumah aja saya bikin barbel sendiri dari bekas kaleng cat yang saya isi semen. Terus saya juga suka karate dulu pas di kampung."
"Ga bakal bisa sekeras ini kalo ngga pull-up Mas.. Saya aja masih dalam proses ga dapet-dapet perut sekeras gini.." Kristo membawa tangan Joni ke arah perutnya sendiri.
"Oh kalau itu aku pakai kusen pintu Mas."
"Kusen pintu?"
"Iya, kan mahal kalo latihan di fitness segala, jadi saya gelantungan aja di kusen pintu rumah saya."
"Emang kuat kusennya?"
"Sampai sekarang sih masih belum masalah kayaknya" jawabnya sembari tersenyum.

Gundukannya terlihat semakin menggunung. Dengan cekatan Kristo memposisikan wajahnya di antara selangkangan Joni dan segera memerosotkan celana jeans berikut celana dalam pemuda itu yang karetnya memang sudah terlihat mengendur.

"Wah asli, wanginya seger abis Mas.. Langsung aja ya.."

Dengan itu Kristo langsung menelan peluru besar kecoklatan yang sudah setengah bangkit itu. Bibirnya menyapu bebuluan kasar di pangkal kemaluan Joni.

"Hahh.." Joni terkejut sekaligus terpesona dengan keahlian Kristo dalam memanjakan penis pria manapun juga.
"Umm, Uenak banget Kang, punya si Joni ampir segede punya Akang lho.."
"Oh ya?" ujarku iri dari kursi pengemudi.
"Mm.. Mas.. Mas.. Kalo kayak begini kayaknya sebentar lagi aku bakal.."
"Oh udah tau kalo bakalan enak bentar lagi ya Mas?"
"Iya lah, walaupun aku ndak punya cewek kan bisa ngocok sendiri.."
"Enakan mana sama ngocok sendiri Jon?" tanyaku dari depan.
"Ya enakan dilayani sama Mas ini dong.." ujarnya tersenyum penuh birahi.

Seperti layaknya para pemula lainnya, ia terkesan tergesa-gesa menikmati keahlian sang maestro Kristo. Kepala Kristo sudah ia tahan dengan kedua belah tangannya. Buah pantatnya mulai terlihat maju mundur memperkosa rongga mulut Kristo dengan kasarnya. Tetapi kartu As Kristo belum ia turunkan.

"Oke, oke stop dulu, kalo begini caranya, kapan gue ngerasain kontolmu Jon?" potong Kristo di tengah jalan.
"Lho emang mau bagaimana lagi Mas?"
"Gini lho.."

Kristo segera membuka ikat pinggangnya dan memerosotkan celananya hingga sebatas paha. Kemudian ia mengarahkan kedua belah tangan Joni hingga seakan menahan dan membuka kedua belahan pantatnya yang putih mulus dan bundar kenyal itu lebar-lebar.

"Lho, mau gimana tho Mas?"
"Udah sekarang lu anggep lobang pantat gue itu memek paling idaman lu dah.. Mulus kan?"
"I.. Iya Mas.. Putih banget kayak ratu keraton.."
"Sekarang kamu kuak lebar-lebar bukaan bokongku karena sebentar lagi aku akan duduk nyaman di atas pangkuanmu.."
"Gimana nyaman Mas, orang burung saya sedang tegang begi.."

Bless. Seluruh batang zakarnya sudah tertanam dalam anus Kristo yang selalu haus servis itu.

"Sekarang lu diem aja. Biar gue yang kerja ya.."

Joni yang sedang merasakan dahsyatnya kuluman maut jonjot anus Kristo hanya terdiam menikmati kehangatan sejati itu. Perlahan-lahan Kristo yang duduk membelakangi Joni itu menaik turunkan posisi duduknya.

"Enak kan Jon?"

Joni tidak dapat berkata apapun juga. Kedua tangannya sudah memeluk dada Kristo dari belakang. Wajahnya ia benamkan pada punggung Kristo yang masih berkemeja itu. Tangannya mulai berbagi kasih dengan ikut memasturbasi penis Kristo yang mulai menegang.

"Ah, uenak tenann Mas.. Ayo Mas.. Dikit lagi.." Teriak Joni tanpa malu-malu.

Walaupun sudah dilarang, tetapi bagaikan anjing jantan pada musim kawin, Joni mulai kasar menggagahi Kristo yang sedang memejamkan matanya mencoba menikmati permainan Joni yang amatiran. Tiba-tiba tubuh Joni menegang, menggelinjang sesaat sebelum terkapar pada jok belakang dengan peluh memenuhi tubuh dan keningnya.

"Lho kok langsung nembak Jon?" candaku.
"Akuh.. Akuh.. Udah ga bisa nahan lagi Mas.."

Seketika Kristo langsung bangkit mencabut batang zakar pria itu dengan paksa sehingga lelehan-lelehan madu kenikmatannya masih dapat terlihat mengalir dari lubang kemaluan Joni.

"Ahh.. Ah.. Ahh.." Joni mengerang kecil, tubuhnya kembali terguncang-guncang tanpa kendali lagi.

Tanpa permisi rupanya Kristo sudah mengulum batang keperkasaan Joni dan sembari jemarinya memeras habis sisa persedian 'bulog' kantung kelelakian Joni. Pria lugu itu mendapatkan orgasme keduanya dengan segera.

"Ahh.. Aduh.. Ahh.."

Setiap semburan yang ditembakkan Joni langsung ke dalam kerongkongan Kristo ditelan bagaikan seorang drakula yang haus darah. Joni yang kini nampak seperti layaknya seseorang yang pingsan tak sadar diri hanya bisa merasakan mulut Kristo yang membersihkan setiap tetesan birahi yang telah ia semburkan tadi baik pada seluruh tubuh penis perawan itu ataupun yang berceceran pada jembut Joni yang beraroma sangat khas itu. Perlahan Kristo mengenakan kembali celana dalam dan celana jeans pria experimental-nya itu.

"Enak kan Jon? Nih, gue kasih kartu nama gue. Nama gue Kristo, dan Mas ganteng yang di depan itu Joko, pacar saya. Ntar kalo butuh servis lagi, tinggal telepon aja ya.. Ga usah repot cari-cari yang lain.. Kalo mau coba ngisep kontol super gede, Mas yang di depan itu rela kok meluangkan waktunya. Okeh?" ujar Kristo sembari menyelipkan kartu namanya pada saku celana ketat Joni. Tak lupa ia menyelipkan selembar uang seratus ribuan di sana sebagai balas jasa servis knalpot dadakan yang ia kehendaki.

"Udah ya, makasih banget Jon.." lanjut Kristo.
"Kita masih ada janji mau ketemu orang di club depan situ.. Lu turun di sini aja ya.."

Aku menghentikan kendaraan di samping taman kecil yang sepi itu. Kemudian kami berdua terpaksa memapah Joni yang masih terkulai lemas keluar dari kendaraan dan kami dudukkan di dudukan pagar perbelanjaan yang mulai sepi malam itu. Joni mencoba berdiri, tetapi kemudian ia terjatuh lagi dan menyenderkan kepalanya kepada tiang yang terdekat. Kami pamit padanya dan meninggalkan ia sendiri di sana.

"Gimana To? Asik?"
"Lumayan lah, walaupun masih amatiran gitu.. Kalo udah kena servis aku pasti besok-besok nagih lagi deh.. Hahaha.. Ntar aku ajarin pelan-pelan biar dia bisa jadi pecinta yang hebat! Kan nanti kalau istrinya puas aku juga bangga ikut serta dalam pendidikan percintaannya. Taelah haha.."

Samar-samar plaza kecil itu mulai terlihat pada pandangan kami. Kristo masih terkesan ribet membenahi pakaiannya seraya tidak kalah sibuknya segera membersihkan interior mobilnya yang kini sudah terkotori lelehan birahi Joni.

"Duh jorok banget sih si Joni tea'! Muncrat ampe kemana-mana gini.." lanjutnya membersihkan tanpa menghiraukan kekehan tertawaku.

Joko dan Kristo 2: Bara Api

Keterangan: Semua kejadian dan pemeran dalam cerita ini hanya fiksi belaka. Enjoy.

"Damn, I look gorgeous!" puji diriku sendiri sembari mengamati bayangan pada cermin.

Seorang pemuda tampan berbusana suit lengkap sedang menatapku kembali pada cermin itu. Sembari mengambil gadgets yang menggantikan fungsi tas kantorku, aku tersenyum melihat tubuh bugilnya yang terkulai lemas pada ranjang raksasa itu. Udara AC meredakan teriknya matahari pagi yang menyinari tubuh telanjang Kristo yang masih tertidur. Dari sela selangkangannya terlihat bekas ceceran maniku yang kutanamkan hingga tiga kali pada malam sebelumnya.

Perlahan aku dekati dia dan aku kecup keningnya.

"Morning Angel, bangun yuk, kamu ada meeting dengan ad agency pagi ini.."
"Hmm.. Morning Charlie!" (lho seperti di film Hollywood saja).

Ia perlahan membuka matanya dan mencium bibirku.

"Damn dude, my ass still hurts!" protesnya.
"I told you, it's a big baby down there!" jawabku bangga.
"Ah Papi, mau lagi dong.." ujarnya bernapsu sembari menggerayangi Joko kecilku.
"Papi juga ada meeting pagi ini sayang.. Nanti siang habis meeting kamu telpon aku deh.. We'll make some arrangements ya"
"Ah payah nih.."
"Udah, buruan mandi, ntar diomelin Papa kamu lho kalo telat"
"I know.. I know.. Aku kan udah gede.. Kamu sama aja kayak Papa-mama-ku"
"Oke deh, ciao bello!"
"Ciao Papi!"

Sebuah kecupan ringan kuberikan pada keningnya sebelum aku turun dari lantai paling atas gedung apartemen itu.

"Segar sekali pagi ini Den. Dapet cewek baru ya?" sambut supir kantor-ku.
"Ah engga, emang kayaknya hari ini segar aja Pak.." balasku tersenyum merahasiakan kejadian sesungguhnya.
"Yuk, jalan.."

Belum sampai tengah hari, teleponku sudah berdering dari Kristo.

"Kang. Aku bingung deh ni, mau milih agency yang mana, soalnya yang satu bagus di konsepnya, yang satu bagus di media spendingnya, yang satu bagus di-pengerjaannya, dan yang satu lagi bagus diharganya. Biasanya yang ngurus gini-gini-an di kantor kamu sapa sih?"
"Ya aku sendiri lah. Coba kamu udah kontak siapa aja?"

Ia memberikan beberapa nama contact persons dari beberapa perusahaan periklanan yang sudah ia temui.

"Ah, dia mah bawahannya si Arya di sana, udah langsung aja minta dihandle Arya kenapa?"
"Oh bisa ya?"
"Ya tergantung seberapa budget kamu juga sih, harusnya sih udah cukup besar untuk di handle Arya deh.."
"Ah bingung ah, aku ngobrolnya di kantor kamu aja boleh ga?" pintanya dengan nada manja.
"Mm, boleh tapi ada syaratnya. Kamu bawain aku batagor yang di gang sebelah WTC gimana?"
"Ah si Pak bos ini, kalo sama klien makan di hotel, tapi kalo sendiri pelit banget"
"Lho say, ini bukan masalah pelit, tapi masalah perut, emang dari dulu sukanya yang simple-simple gitu lagian!"
"Oke deh tunggu aku ya.."

Tidak sampai satu jam kemudian wajah lugu (dan mupeng)-nya sudah terpampang di depan mejaku. Gantungan kuncinya yang berlogo empat lingkaran berjajar itu hampir terjatuh dari ujung meja.

"Aduh napsu sekali sih Kris.." protesku disela ciumannya yang dasyat.
"Oh ok, sorry-sorry, bos makan dulu deh.."
"Nah gitu dong.."

Ia mengambilkan piring dari lemari yang tersembunyi dan menata makananku bak seorang istri yang baik.

"Silakan raden Mas.."
"Sialan kamu ya.."
"Nah, sementara kamu makan.. Aku juga mau makan.. Ehm. Permisi.."

Ia mendorong kursi kantor yang sedang aku duduki itu kemudian masuk di bawah meja di antara selangkanganku. Dengan cekatan ia membuka sabuk dan risleting celanaku dan menarik kursiku ke posisi semula.

"Gila kamu.."
"Aku udah kangen sama yang ini.." ujarnya dari bawah meja.

Saya jadi bingung antara napsu lapar batagor dan napsu lapar birahiku yang perlahan mulai naik.

"Udah enjoy aja Kang.. Anggep aja delivery service Plus-Plus, hehe.."

Suara hisapan demi hisapan penuh napsu mulai terdengar dari kolong meja sehingga aku harus mengeraskan volume aransemen biola hasil komposisi Vivaldi dalam orkestra Spring dari Four Season Suite.

Lidahnya yang piawai mulai kurasakan bermain di lubang bukaan kepala penisku. Bibirnya mulai pintar beradaptasi dengan tubuh kekar dan besar Joko kecil-ku itu. Diam-diam ia belajar menelan utuh-utuh seluruh kelelakianku. Ah, nikmat sekali rasanya.

Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu ruang kerjaku.

"Siang Pak, maaf, saya butuh tanda tangan.. Eh, maaf menggangu Pak, saya tidak tahu kalau Bapak sedang makan.."
"Ga Papa Cin, sini saya liat dulu" jawab saya ketika saya yakin bahwa Kristo sudah tahu bahwa ada tamu yang tak diundang dan ia tidak akan terlihat dari pandangan Cindy, sekretaris saya.
"Lho kok senyum-senyum Pak?"
"Cindy.. Cindy.. Aku tadinya mau marah, tapi kok daripada capek mendingan senyum aja. Aku kan udah menginformasikan bahwa dokumen seperti ini kan sudah ada formatnya dan kamu tidak usah capek-capek ngarang sendiri lagi."
"Oh iya Pak, maaf, jadi perlu saya kopi-kan dari dokumen arsip?"
"Ga usah deh, daripada buang waktu. Nih, saya tanda tangan langsung"
"Makasih Pak." ujar Cindy lega sembari meninggalkan ruangan.
"Nih, saya isep langsung Pak!" lanjut Kristo nakal sembari menunjukkan bukti kepiawaian mulutnya berupa sedikitnya ceceran air maniku yang tersisa pada ujung-ujung bibirnya.
"Gila kamu, bukannya berhenti dulu."
"Udah kepalang tanggung darling, lagian kamu kayaknya udah ampir keluar tadi.."
"Gimana hiburan siangnya, enak kan?" tambahnya
"Oh enak sekali, thank you dude.. Tapi.. Ada yang kurang nih.. Desserts!"

Sebuah tombol kutekan untuk mengunci ruanganku. Dan aku menarik Kristo ke pangkuanku. Kulumat bibirnya yang masih basah dengan air maniku dan dengan paksa kemejanya aku tarik ke atas sehingga aku dengan segera dapat menyusu pada putingnya yang sudah mengeras dan menggiurkan itu.

"Wow, daddy calm down.." respons-nya.

Dengan kasar aku membuka celananya hingga sepaha dan mulai memasturbasi batang kelelakiannya. Aku memainkan lidahku dalam bukaan kulit fulup-nya yang membuat ia menggelinjang tak terkendali. Kemudian kuangkat tubuhnya hingga punggungnya menyentuh meja kerjaku.

"Show time babe" pintaku.

Kedua pahanya yang masih terikat oleh celana yang belum lepas sepenuhnya itu aku naikkan kearah dadanya. Kini terkuaklah lubang kenikmatannya yang terlihat mengerling dan menggoda birahiku.

"Oh baby you got some really nice ass.."

Tanpa komando aku langsung menjilati lubang kenikmatannya yang telah kucukur hingga bersih polos pada malam sebelumnya. Ternyata Kristo pandai mengendalikan liang tersebut hanya untuk kenikmatan pribadiku.

"Ahh, akang, enak sekalihh.."

Tidak tanggung-tanggung, tiga jemari gemukku langsung menghunjam dan bergerak memanasi hidangan penutup yang aku nanti-nantikan.

"Ayo kang sekarang.."

Ular naga perkasaku sudah kembali mencapai posisi terkokoh untuk kupergunakan dalam permainan selanjutnya.

Dalam satu sodokan maut, seluruh batang zakar itu berhasil masuk ke liang sempit nan elastis itu. Kemudian aku berubah santai. Aku diamkan benda asing itu di dalam anus kekasihku. Aku nikmati permainan otot-otot cincin yang hangat menyelubungi dan memanjakan libido-ku ini. Ternyata perlahan-lahan batang zakarku masih dapat berkembang maksimal di dalam gua pecinta itu.

"Ahh.. Ohh.. Masih melar Kang.. Ahh. Enak rasanya anget.. Penuh sesak.."
"Sayang, cuman kamu yang tau caranya membuat hal itu terjadi.." timpalku tanpa mengada-ada. Kemudian kami berciuman mesra tanpa adanya pergerakan lebih lanjut.

Matanya mendadak melotot seperti semalam ketika pangkal kemaluanku itu ikut membesar dan seakan mengoyak dinding bukaan duburnya. Sayang, kalaupun ia hendak berteriak mulutnya sudah kubungkam dengan bibirku.

"Sorry, yang itu ga bisa aku kontrol" aku meminta maaf sambil tersenyum.

Dengan perlahan aku mulai bergerak keluar masuk dari tubuhnya. Terkadang terdengar, maaf, suara kentut dari lubangnya yang terengah-engah meminta udara dari luar karena sudah sangat sesak dan sempit ulah ukuran keperkasaan alat vitalku.

Kristo-pun mulai terlihat rileks dan sangat menikmati permainanku. Ia memejamkan matanya ketika lidahku menyentuh bebuluan halus walaupun lebat pada ketiaknya.

"Damn, you smell good baby.."
"And you are so big Papi, aku ga pernah merasa senikmat ini.."

Ketika permainanku mulai berubah menjadi kasar, Kristo sepertinya tidak kuat lagi menahan hujamanku.

"Papi, I'm gonna cum.. Gonna cum.. Gonna.. Ahh.. Hh.. Hh.."

Kristo mencurahkan seluruh isi buah kejantanannya pada kondom yang sempat aku selipkan sebelumnya (untuk menjaga kerapihan dan bersihan kantor). Ia mengelinjang berkali-kali seiring dengan setiap semburan maninya yang tertangkap oleh karet pelindung itu.

Orgasme dasyat yang ia alami dapat kurasakan juga pada jepitan anusnya yang mulai menyusuiku dengan napsu yang luar biasa. Kurasakan bahwa bendunganku-pun akan jebol dalam hitungan beberapa detik ini.

Sebelum semuanya terjadi aku menjatuhkan seluruh beban tubuhku pada Kristo di atas pahanya yang terlipat ke atas. Dengan sedikit kejangan tubuh, dengan tenangnya (seperti layaknya buang air kecil) aku menyemburkan cairan kenikmatan yang hangat dalam dubur kekasihku. Hampir dua menit muncratan demi muncratan hangat itupun tak kunjung selesai (berkat teknik memperpanjang orgasme yang aku pelajari di India) sehingga kini cairan itu mulai terasa meleleh pada buah pelirku yang kelelahan.

Lima menit berlalu hingga energiku kembali pulih dan perlahan aku bangkit dari atas tubuh kekasihku.

"Thanks Yang.. What a great way to enjoy lunch?"
"Lunch? Aku kirain udah dinner sekalian sangking gedenya!" timpal Kristo dengan senyumnya yang manis.

Perlahan kucabut kontolku yang mulai melemas dari liang hangat itu. Oh, ternyata si kepala tomat masih agak susah keluar dari kungkungannya.

Plop. Terdengar bunyi kepala penisku meninggalkan penjara nikmat tadi.

Aku segera berjongkok dan mengamati lubang anusnya yang masih megap-megap setelah kejadian pemerkosaan luar biasa barusan itu. Kemudian kubersihkan sisa-sisa yang tercecer dari bukaan lubang yang tak kunjung menutup itu dengan jemariku.

"Yang.. Sorry nih, kamu ga Papa kan? Soalnya umm, lubang anusmu ini kok masih menganga begini ya, aku bisa ngeliat sampe kedalem-dalemnya gini lho.. Bisa nutup ga ya?"
"Hmm, ga tau juga deh, tapi kemaren malem kan sama juga, cuman udah gelap aja kamu ga ngeliat. Sampe tadi pagi aku kayaknya masuk angin dari sana gitu.."
"Lho emang bisa ya?"
"Udah ga usah dipikirin, gara-gara kontol super-mu itu, mungkin aku jadi napsuan gini.. Habis dipake kamu kayaknya disana tuh kosong banget, pengennya diisi terus terusan sama kamu.."
"Ah yang bener?"
"Iya beneran!"

Dengan izin extranya itu aku segera menancapkan batang kelelakianku yang ternyata masih dapat dikembangkan dengan lebih maksimal lagi. Cairan mani yang masih kental di sana bekerja bagaikan cairan pelumas yang menambah kenikmatan perjalanan batang zakarku di dalam lubang nan gelap itu. Tanpa mengindahkan kerapihan dan kebersihan kantor lagi aku rasakan sisa mani yang tertampung di dalam anusnya tadi mulai berceceran keluar akibat gesekanku. Kini aku siap untuk menembak sekali lagi. Kuraih kedua belah kakinya yang masih terbungkus celana kantornya itu dan kudekap dalam pelukanku erat-erat sebagai pegangan peluncuran torpedo air maniku babak yang kedua ini.

"Owaahh.. Hh.. Hh.."

Semburan maniku yang terkenal luar biasa banyak dan kental itu seakan menyisakan ruang kosong pada kedua telur penampunganku. Lututku mulai terasa lemah dan aku terjatuh pada kursiku dengan penis yang masih terlihat kokoh berlumuran dengan cairan putih kental yang turut membasahi areal bulu jembutku yang keriting dan padat itu.

Penis Kristo juga sudah melemah. Bokong kenyalnya yang bergelantungan pada ujung mejaku mulai mengotori lantai dengan tetesan sperma hangatku yang mengalir bagaikan salju yang mencair dari lubang kenikmatannya.

"Hey I forgot my desserts!" teriakku beberapa menit kemudian.

Aku menikmati saus nikmat persembahan Kristo dari kondom yang kukenakan padanya tadi.

Pemirsa, setelah beberapa bulan hubungan kami terjalin, baru sekali ini dalam hidup saya, saya menemukan seorang pasangan yang dapat mengimbangi birahi keperkasaan saya. Dan tidak hanya itu, selain ia bisa menikmatinya, mungkin saya harus mengakui bahwa kekasih saya yang satu ini ternyata lebih maniak dari diri saya.

Joko dan Kristo 1: Pertemuan Pertama - 2

Anto yang sudah berhasil naik ke dok kemudian berlari ke arah kami mencoba menceburkan kami kembali. Kami sejenak bertatapan dan seringai jahanam Kristo muncul kembali. Kami berdua kini melangsungkan counter-attack dengan berlari ke arah Anto yang sekarang malah terkejut dan berlari berbalik arah.

"Byur!!" Anto berhasil kami "eliminasi".
"Hahaa.."

Mungkin tidak ada yang tahu pada saat itu bahwa saya membalas tatapan hangat Kristo yang bertahan hingga hampir dua detik. Saya langsung mengagumi tubuh indahnya yang putih bersih yang hanya ditutupi sehelai celana putih basah.

Sangking tipisnya celana itu, bebuluan hitam yang menjadi sarang burungnya nampak jelas dibawah garis penisnya yang tidak kalah menarik dari hasil cetakan basahnya celana tadi.

Saya kemudian membalikan badan karena merasa rish sendiri dan segera mengenakan sarung pemberian Elena takut nanti dikira yang bukan-bukan oleh para tamu lainnya.

Eh, tidak disangka, Kristo kini sudah berada disampingku, merangkulkan tangan kanannya pada pundakku. Berdua kami menatap manusia-manusia yang sok jaim tadi yang ternyata kini heboh sendiri dengan asyiknya laut yang hangat dan jernih itu.

"Bro, sorry yang yang tadi, gue gak kira celana renang lu bakal bener-bener lepas gitu.. Nih.." Tanpa risih ia mengambil celana renang mini-cooper ku itu dari lantai dok dan memberikannya padaku.
"Well, isn't that what you wanted anyway?" jawabku tersenyum ke arahnya. Mukanya kemudian memerah dan ia bergegas terjun ke air lagi.

Setelah ke-jaim-an masing-masing hilang, malam itu kami isi dengan karaoke (walaupun suara kami pas-pasan, kecuali suara Kristo yang empuk didengar), dilanjutkan main kartu dengan hukuman minum bagi yang kalah.

Karena Kristo belum familiar dengan aturan permainan kartu "lokal", sering sekali kami sengaja membuat peraturan-peraturan baru sehingga ia harus kalah. Dua jam kemudian terlihat bahwa ia mulai berbicara dan tertawa sekenanya, paling parah dari antara kami semua.

Permainan "truth or dare" kemudian digelar. Pertanyaan itu akhirnya jatuh kepada Kristo.

"Truth or dare. Kamu ga berani bilang perasaan kamu yang sejujurnya pada orang yang sedang kamu taksir!" ancam Roy.
"Dare!" Jawab Kristo.
"Oke coba! Siapa dan rencana kamu apa?" Tanya Jessica.

Kristo dengan sempoyongan berdiri. Kembali bergaya minimalis, alias hanya mengenakan celana Capri saja, tubuhnya yang kenyal dan berkeringat itu bergelimangan cahaya obor yang kami nyalakan.

Tawa mereka menggelegar kembali ketika menyaksikan Kristo yang sudah hampir mabuk itu mencoba berdiri dan merapihkan kemejanya (yang sebenarnya tidak ia kenakan).

"Oke listen to this, saya orangnya.. Engg.. Engga suka berbel.. It-belit, langsung aja ya: Joko! (jeda sejenak) Sejak pertama saya liat kamu di Jakarta tadi, saya sudah mulai naksir sama kamu!!" kemudian ia terkekeh-kekeh mengaharapkan sambutan yang meriah dari para tamu.

Tetapi apa dinyana? Ruangan berubah menjadi sunyi senyap. Bagaikan guntur yang menghabisi satu kampung, yang terdengar hanyalah suara jangkrik.

Maklumlah pemirsa, di zaman keterbukaan seperti sekarang ini, tetap saja hal-hal seperti ini mungkin masih dianggap tabu. Bahkan juga dianggap demikian oleh kaum elite berpendidikan luar negeri seperti teman-teman Elena ini.

"Eh, kamu mabok Kristo?" tarik Elena hingga Kristo hampir terjatuh pada lantai kayu itu.
"Gila kamu ya? Joko itu totally straight! Bulan lalu ia baru saja putus dari pacarnya. Saya mengajaknya ke sini agar ia dapat sedikit rileks dan melepaskan beban pikirannya. Sekarang apa-apaan kamu ini mempermalukan diri kamu, dan juga mempermalukan diri saya di depan teman-teman yang lain?"

Semuanya diam terpaku.

"Dan sejak kapan kamu berubah menjadi gay begini? Apa gara-gara kuliah di London?"
"Bukan Elena, saya memang dari dulu sudah begini, kamu aja yang gak notice! I'm your best shopping buddy remember? I understand your style, I know your colors. Mana ada cowo-cowo lain yang niat nemenin kamu belanja sampai berjam-jam keluar masuk butik?"
"But still gue ga rela.. Gue gak rela kamu jadi begini Kristo.. I thought you are one of my best friends.."
"I am still.." jawab Kristo lemah

Waduh, saya jadi merasa ngga enak dengan kejadian ini dan yang utama, saya merasa kasihan dengan Kristo yang pasti merasa terhakimi pada titik ini.

"Guys.. Guys.. Please let the poor guy calm himself first lah.." potong saya.
"Gini, saya yang menjadi "korban" di sini masak ngga ditanyai pendapatnya?".

Mereka mulai tersenyum kecil, dengan pengecualian Elena dan Kristo.

"Oke, pertama, jujur aja saya merasa sedikit geer dengan sambutan Kristo tadi. Begini, kalau cowo aja sampe merasa tertarik dengan saya, kan tidak menutup kemungkinan kalau para wanita juga mungkin merasa demikian juga."
"Oh shut up, dasar playboy kelas kakap!" balas Ana sembari membantu mencairkan suasana.
"Lho.. Lho bukan begitu Ana.. Gini deh, makasih atas kejujuran Kristo. Lagian kan tadi kita main truth or dare. Maybe that's the truth yang selama ini sesak menghantui Kristo, kan kita ngga tau. Atau mungkin alcohol sudah menguasai kesadarannya? Tapi sedikit tip buat Kristo aja nih, lain kali, sebelum "nembak" adain back-ground check dulu k'nape?"
"Hahaha.." Mereka kembali pada posisi santai.
"Ya udah.. Kita udah capek, udah malem eh udah pagi ini, mungkin sekarang kita istirahat dulu kali ya?"
"Sekarang gue mau ngomong mano-a-mano dengan Kristo yang kayaknya masih shock gitu. Wanda lu tolong tenangin Elena dulu ya. Oke yang lain boleh bubar. Kristo lu ikut gue sekarang.."

Ketika bisik-bisik mulai terdengar.

"Eh, jangan berpikiran yang tidak-tidak dulu! Gue janji Kristo ga akan gue gebukin kok.. Dan yang pasti ga akan gue perkosa!"

Mereka kembali tertawa dan sebuah bantal melayang pada muka saya.

Kami berjalan menyusuri pantai. Kristo yang kini terlihat sama sekali tidak mabuk berjalan pelan di sebelah saya.

"I know that you weren't drunk dude.." saya memulai.
"How do you know?" Ia bertanya balik
"Saya sempat bekerja voluntir pada yayasan yang mengurusi alkoholisme pada remaja. I know the signs and the symptoms. Dan yang pasti saya tau kapasitas minum kamu pasti jauh lebih banyak daripada yang kamu tenggak tadi, benar kan?"
"Iya sih."
"Terus kenapa kamu pura-pura mabok? Agar mereka mau mengampuni kamu besok pagi?"
"Well, yea.. That's part of the plan.."
"Okay, I got three words for you"
"Well done buddy!"
"Lho?"
"Rencana yang hebat. Besok pagi kamu minta maaf kepada mereka dan juga kepada saya di depan mereka karena kamu mabuk dan tidak bisa mengontrol mulut kamu sendiri"
"Tapi.. That was the truth!"
"I know! Have you mistaken me for a fool?"
"Jadi?"
"Ga ada yang perlu tau kondisi kamu yang sebenarnya. At least tidak ada di antara kami ini yang perlu tau."
"Lalu kamu sendiri?"
"Maksudnya?" Tanya saya
"Ya gimana respons kamu terhadap pernyataan saya tadi?"
"Oh itu.. Sorry nih man, but I'm not gay."

Ia kemudian menghentikan langkahnya. Hanya suara deburan ombak yang terdengar. Sinar rembulan menerangi lembut butiran pasir yang terasa halus di kaki kami.

"Lho kenapa? What do you expect?" tanyaku.
"No, it's your right, I made a mistake I guess" timpalnya lemah.

Kemudian aku membalikkan badan menghadapinya. Tanganku menyeka rambut yang menutupi keningnya. Ia terbelalak melihat perlakuanku itu. Kemudian aku mengalunginya dengan lenganku.

"Dude, I don't know what I felt today. Sebenarnya saya juga tertarik sama kamu walaupun saya belum pernah merasakan hal ini sebelumnya terhadap sesama pria. Mungkin Tuhan telah memberikan kamu untuk menghibur saya yang baru saja ditinggal diam-diam menikah oleh wanita brengsek itu"
"Oh. Shit. Sorry, I didn't know that"
"Of course, there are a lot of things you didn't know about me. Terus kenapa kamu bisa naksir saya?"
"Kayaknya kamu orangnya baik, bijaksana dan tongkronganmu itu, gimana ya.., kayak yuppies abis. Kayaknya sukses dalam usahamu. Well, yang pasti sih ehm, gaya kamu itu gimana ya, macho abis, kayak pria Indonesia yang tulen dan gahar yang bisa bikin hamil cewe-cewe satu kampung!"
"Gelo sial Emang kamu mau jadi salah satunya?"
"Mm.." Ia tersenyum kecil.
"And your dick man, it was like soo huge man!"
"Ssh, nanti kedengeran sama yang lain gila!"

Waktu berlalu beberapa saat ketika kami terdiam.

"Dan.. Ehm, kamu sendiri juga imut banget kok.. Very nice ass. Hehe..".

Ctar!! Tepukan keras pada bokongnya terdengar membelah kesunyian malam. Kemudian kecupan yang hangat dan penuh cinta kububuhkan pada bibirnya yang tipis dan sexy itu.

Keesokan paginya benar saja, ia meminta maaf atas "kekacauan" yang ia perbuat di malam sebelumnya. Dan sesuai dengan permintaanku ia menyangkal semua perkataannya sendiri dan memutuskan bahwa untuk sementara tidak perlu ada yang tahu keadaan sebenarnya. Tetapi kebalikannya, ia sebenarnya tidak tahu bahwa ia sedang didekati seorang serigala berbulu domba (that would be ME).

Karena ukuran dan napsu maniak seks-ku yang besar, hanya beberapa wanita yang dapat benar-benar menikmati permainan handalku. Mungkin dari itu aku belakangan berpikiran untuk mencari seseorang yang benar-benar dapat menghargaiku apa adanya dan yang pasti ia harus dapat membalas keperkasaanku. Mungkinkah orang itu Kristo?

Dari situlah persahabatan kami berdua di mulai.

Joko dan Kristo 1: Pertemuan Pertama - 1

Sebenarnya pertemuan kami tidak disengaja. Saya diundang oleh bekas teman kuliah saya untuk bersantai semalam di sebuah pulau pribadi keluarganya di wilayah Kepulauan Seribu.

Kami berdelapan (dengan empat wanita) dan seekor anjing Papillon kecil yang cerewet bernama Tania, kemudian berjanji untuk bertemu di galangan Marina Ancol pada hari Sabtu pagi itu.

Teman saya Elena, kemudian datang bersama pembantu setianya (yang hendak kami uji kehandalan memasaknya) beserta satu orang supercute yang sebelumnya ternyata sempat "mengacak" jambulnya seperti Delon dalam Indonesian Idol.

Pria itu berwajah oriental dan berdandan necis seperti layaknya warga New York City yang hendak berlibur dan bersantai di daerah ekslusif the Hamptons atau Long Island.

"Joko, ini kenalin adek kelas gue waktu masih SMA.."
"Halo, Kristo.." ujarnya singkat sembari memperkenalkan namanya.
"Hi, Joko.. Teman kuliah Elena dulu di DC" saya menjawab

Gayanya fresh sekali Kristo ini. Wajah putih bersih dengan senyum yang menawan.

"Joko, karena kamu yang paling sabar.. Aku minta kamu nanti banyak nemenin si Kristo ini ya.. Maklum sudah sepuluh tahun di London dan baru saja kembali ke tanah air, jadi bahasa Indonesianya harus dilatih kembali ya.." ujar Elena kecentilan dengan gaya socialite muda Jakarta layaknya.

Entah mengapa saya tidak berkeberatan mendapat tugas mulia itu.

Separuh tamu yang diundang itu belum saya kenal. Dan seperti biasa yang saya duga, teman-teman Elena ini tentu saja berasal dari keluarga-keluarga yang berpengaruh di bilantika Ibukota ini (oke, mungkin termasuk saya sendiri juga sih).

Perjalanan ke pulau yang memakan waktu sekitar empat jam ini kami isi dengan canda tawa dan catching up bersama teman-teman yang kebetulan sudah lama tidak berjumpa. Kristo nampaknya agak bingung mengikuti pembicaraan awal kami karena keterbatasan bahasa-nya, keningnya mengerut setiap kali ia menemukan kalimat yang tidak begitu ia pahami. Selanjutnya kami memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan dalam bahasa campur-campur (alias mix Indo-English) agar pembicaraan tetap renyah tetapi tetap dapat diikuti oleh Kristo.

Setengah perjalanan berlalu Kristo kemudian bangkit dan beranjak ke buritan yacht kecil itu. Dengan gugup ia menggenggam pagar pelindung sembari nampak kesulitan bernafas.

"You okay Kris?" saya memutuskan untuk menemaninya setelah beberapa saat memperhatikannya dari area duduk.
"Um, not really, I got sea sick so easily.. Apa itu istilahnya.. Mabuk laut?"
"Oh saya kira kamu ngga bisa berenang sehingga tampangmu pucat ketakutan begitu.."

Ia berusaha tersenyum kecut menahan rasa mualnya.

"Sebentar saya ambilkan obat ya.."
"Okay.."

Kemudian saya menyerahkan obat dan jemari kami bersentuhan sejenak ketika gelas air dingin itu berpindah tangan. Ia tersenyum kecil yang membuat saya blingsatan dengan aura yang ia pancarkan. Damn, apa maksudnya itu?

Untunglah ia tidak sempat muntah karena mabuk laut ketika kami merapat di pulau yang hanya diisi satu bungalow itu. Wajahnya segera berseri karena penderitaannya sudah usai.

Makan siang ayam bakar kecap begitu nikmat sekali disajikan oleh Mbak Yusi diselingi buaian ombak dan musik lounge yang menghiasi ruang santai bungalow itu. Kami memutuskan untuk berleyeh-leyehan selama dua jam dengan bermain kartu sebelum memutuskan untuk berenang di air bening yang berwarna biru cerah itu. Suasana sangat tenang tanpa terganggu suara motorboat dari manapun juga.

Tiba-tiba pandangan saya terpatri pada Kristo yang menghampiri saya dengan hanya mengenakan sebuah celana basket tipis berwarna putih (seperti celana renang remaja Amerika). Aduh, ngaco sudah pikiran saya. Mengapa terlihat sexy sekali dia? Tubuhnya putih bersih dengan keringat yang membuat perutnya yang six-pack itu berkilauan cahaya mentari.

Dan ketika ia melambaikan tangannya ke arah ujung dok dimana saya sedang memancing itu, rokok yang menggantung di ujung bibir saya hampir saja terjatuh. Bebuluan hitam kelam yang lebat terlihat sangat kontras pada tubuhnya yang sangat putih itu. Ah, putingnya yang berwarna merah muda itu seakan siap saya santap sebagai hidangan penutup. (Ya ampun, berilah aku kekuatan untuk bertahan)

Tiba-tiba wajahnya berubah nakal, saya tahu maksud seringai serigalanya itu. Baru saja ketika saya siap untuk berdiri, ia kemudian berlari menghantam punggung saya, mengalungkan kedua lenggannya dari punggung saya dan dengan beban tubuhnya mengayun kami berdua terjun bebas dari dok kayu tersebut.

"Sialan Kristoo!!" aku berteriak terkejut.

Untung saja dompet dan HP-ku sudah aku tinggal di bungalow tadi. Para tamu lainnya ikut berlari ke arah tempat saya memancing tadi dan mereka kini terpingkal-pingkal menyaksikan adegan tadi yang membuat saya kini sudah berada di laut yang tenang itu bersama si imut (tetapi sialan) Kristo.

Tidak berapa lama kemudian saya merasakan seseorang memeluk pinggang saya dan berusaha menenggelamkan saya. Oh, belum selesai rupanya kejutan Kristo tadi? Mau main fisik, oke lah saya balas sekarang.

Beberapa menit berlalu dengan suara kecipak air yang ramai karena kami berusaha saling menenggelamkan satu sama lainnya sampai kami sendiri kehabisan nafas. Tamu-tamu lainnya sudah mulai mengolesi sun-screen pada tubuh "dewa-dewi" mereka sebagai asuransi dari sengatan mentari yang dapat merusak "kecantikan" mereka.

"Look at them.." saya mengarahkan pandangan Kristo
"Katanya mau ke Pulau tapi ga ada yang mau basah, gimana sih?" lanjutku.

Kristo kemudian menghampiriku dan (sekali lagi) memelukku sambil berbisik di telingaku, "Oke bagaimana kalau kita ambush saja mereka dan kita lempar mereka ke air?"

Wajahnya hampir menempel pada wajahku. Hembusan nafasnya yang masih terengah-engah menyeka kulit pipiku. Aku hanya bisa tersenyum saja memandang wajah manis itu.

"Oke, kita sok santai-santai saja berenang ke tangga dok itu.."
"Naik dan kemudian kita kejutkan mereka?" lanjutnya bertanya.

Ketika saya hendak beranjak berenang ke arah dok, pelukannya belum mau ia lepas dari tubuh basahku ini.

"Tunggu.. Sehabis itu we'll make them.." ia kembali membisiki telingaku.

But wait a minute. Apa itu? Saya merasakan batang zakarnya mulai mengeras pada permukaan paha kiri saya. Apalagi dengan terombang-ambingnya kami pada permukaan air yang menyebabkan tubuh kami harus saling menggesek.

"Oke-oke, buruan dong, sekarang?" saya mulai risih pada kedekatan tubuh kami yang entah mengapa sepertinya sangat menggoda birahiku.
"Oke go!" ia mendorong saya.

Sialan (sekali lagi). Tangan kanannya ternyata sempat menggenggam celana renang saya dari belakang sehingga ketika saya bertolak menjauh. Lepas sudah celana renang Speedo ala cowo-cowo Japonaise yang memang hanya selebar daun kelor itu.

Sumpah, antara malu dan ingin cuek. Saya sekarang tidak mengenakan sehelai benangpun di perairan yang jernih itu!

Kristo segera berenang menjauh sembari melambai-lambaikan Speedo saya sebagai tanda kemenangannya. Hal ini tentu saja dinikmati dengan seksama terutama oleh wanita-wanita sok jaim tersebut. Mereka mulai berdiri di pinggir dok mengamati apa yang akan saya ataupun Kristo lakukan selanjutnya.

"Ok, kalau ini yang ia inginkan. Let it be dah!" Ujar saya dalam hati.

Dengan santai saya meneruskan perjalanan saya hingga ke dok kayu itu. Saya rasakan seluruh tatapan mata menelanjangi tubuh saya (yang memang sudah telanjang itu) yang kini berusaha menaiki tangga tersebut.

Mungkin tubuh saya yang kecoklatan dan boleh dibilang kekar ini terlihat seperti jelmaan putra dewa laut sehingga mata-mata itu terbelalak dan tidak beranjak dari tubuhku.

Dengan santai aku berjalan ke arah mereka. Aku rasakan kepala zakarku yang sebesar buah tomat itu (walaupun masih "tertidur") mengayun seiring langkahku ke arah mereka. Dan ketika aku sampai pada area mereka berjemur itu, (seperti yang aku harapkan), seluruh pandangan terpusat pada wilayah kelelakian saya.

"Oke, puas?" Tanya saya pada mereka sembari melebarkan kedua lengan seperti si Jack dalam film Titanic.
"Wow, Joko, umm, I didn't know yours are soo.. Ehm, big" balas Wanda, si empunya Tania yang juga ikut menatap tubuh telanjang saya.
"Aduh, jeng, elo emang ketinggalan zaman. Masak ga pernah denger sih tentang
"Legenda Joko" yang santer seantero Jakarta itu?" timpal Ana, kawan saya yang lain.
"Lho emang kamu udah pernah tidur dengan Joko?" tanya Wanda
"Aduh dasar kuper, Joko ini playboy kelas wahid yang hobinya gonta-ganti pacar model atau pramugari Jeng.."
"Shh.. STOP.. STOP..! Orangnya masih di sini udah digosipin. Dasar ibu-ibu arisan!" teriak saya.

Mereka semua tergelak dengan riuh rendahnya. Perlahan-lahan pandangan para tamu pria mulai beranjak dari tubuh saya dan mereka mulai melanjutkan pembicaraannya masing-masing. Mungkin ada yang menjadi minder setelah menikmati pemandangan indah "size does matter" tadi.

"Dasar sombong kamu Ko.. Nih, pake.. Biar ga masuk angin.." seru Elena sembari melempar selembar sarung ke arah saya.

Tiba-tiba Kristo sudah berdiri dibelakang mereka dan seketika memberi kode kepada saya untuk mulai mendorong tamu-tamu malas itu ke arah air.

"Waa" dok itu menjadi ramai sekali sampai habis mereka kami dorong semua ke laut.
"Sukurin loe pada!!" teriak saya.
"Sorry guys, ini ide dia!" lanjut Kristo berteriak sembari menunjuk ke arahku.
"Enak aja loe!!" saya mencoba mendorong Kristo masuk ke laut lagi.

Johny Teman Baruku

Hari minggu siang itu, aku tidak mempunyai kegiatan sedikitpun, mau keluar malas karena begitu panasnya kota Surabaya yang membuatku enggan untuk berjemur dibawah teriknya matahari. Maka aku iseng-iseng aku telepon temanku Ras yang sudah menjadi teman akrabku dan diantara kami sudah tidak ada rahasia lagi yang perlu disembunyikan karena kita masing-masing sudah mengetahui siapakah diri kami masing-masing, walaupun begitu terus terang aja kami tidak pernah berbuat yang melebihi selain hanya ngobrol bersama yang nggak ada juntrungnya dari ngalor sampai ngidul dan balik lagi, karena kami sudah terlalu akrab dan kita bisa saling merasakan curhat kami satu diantara lainnya.

"Hallo Ras, gimana kabarmu? Terus terang aja saya hari ini lagi males keluar, jadi kita ngobrolnya lewat telepon aja yaa"
"Ok," terus sambungnya lagi, "Oh yaa kemarin aku kenalan sama anak yang rumahnya hanya beberapa blok aja dari rumahku, dan dia rupanya orang baru, karena masih belum banyak temannya"
"Boleh nggak aku tahu namanya dan nomor teleponnya"

Akhirnya Ras menyebutkan sebuah nama dan nama itu adalah Johny beserta dengan nomor teleponnya sekalian.

"Coba kamu hubungi dia siapa tahu dia welcome ama kamu"
"Ok, trims deh," lalu akhiri pembicaraanku siang hari itu dengan Ras.

Dengan rasa ragu-ragu akan menghubungi Johny atau nggak, same kurang lebih sepuluh menit aku menimbang-nimbang, akhirnya kuberanikan diriku memencet nomor yang baru diberikan oleh Ras tadi.

"Hallo, dari siapa ini?"

Kudengar suara yang cukup ramah dan tidak ada kesan sombong sama sekali, yang makin membuat memberanikan diri bicara berlama-lama dengannya. Sampai akhirnya pembibaraanku mulai menjurus ke arah yang berbau sek, dan ternyata diapun juga menanggapinya walaupun tidak seberani aku. Sampai pada akhirnya keluarlah ucapanku.

"Boleh nggak aku kerumah kamu?"
"Kapan?" jawabnya
"Sekarang yaa"
"Jangan sekarang, aku masih belum siap untuk menerima kedatanganmu," tolaknya secara halus.
"Terus kapan lagi," timpalku.
"Yah kapan-kapan aja, khan masih banyak waktu"

Akhirnya kuakhiri pembicaraan kami dengan janji suatu saat aku akn menghubunginya kembali.

*****

Setelah lewat waktu dua minggu, aku akhirnya ingat untuk menghubunginya kembali.

"Hallo, sapa nih?" jawabnya.
"Aku.." jawabku sekenanya.
"Oh kamu toh," lanjutnya.
"Masih inget apa nggak?"tanyaku.
"Ya terang dong masih inget"

Dan akhirnya pembicaraan kami mulai menghangat lagi sampai kurang lebih hampir setengah jam lamanya, sampai telingaku terasa panas kena handset telepon. Namun begitu obrolan yang kian menghangat masih kuteruskan.

"John, punyaku sudah berdiri nih dengar ceritamu"
"Ah masak gitu aja buat kamu berdiri," tanyanya.
"Iya nih," lanjutku, "Bolehkan aku kerumahmu yaa, sekarang ini"
"Ok, tapi dengan syarat kita hanya ngobrol-ngobrol aja lho," kemudian lanjutnya, "Aku nggak mau kalau kita main, aku belum siap"
"Ok, deh," jawabku, "Tapi nggak tahu lho kalau keterusan yaa," godanya.

Setelah telepon kututup, akupun segera mengambil motorku yang segera kupacu ke arah rumahnya yang tidak seberapa jauh dari rumahku yang mungkin kurang lebih sekitar 5 km, yang kutempuh tidak terlalu lama.

Setelah dekat dengan alamat yang diberikan, hatiku jadi deg-degan karena selama ini walaupun sering kontak lewat telepon tapi kami belum pernah bertemu muka. Ketika kuketuk pintunya, ternyata yang muncul adalah seorang pemuda yang berbadan cukup jangkung karena memang badannya tidak berlalu besar, yang tersenyum dengan ramahnya.

"Ayo, masuk"
"Thanks," kataku

Setelah mengambil tempat duduk diruang tamunya yang hanya digelari sebuah karpet sehingga kami berdua duduk secara lesehan aja, dan itu justru membuatku santai tanpa harus bersikap formil terhadapnya.

Kami mengobrol sini sana dan saling mengajukan pertanyaan dari diri kami masing-masing yang memang belum diketahui, sampai akhirnya nggak tahu aku sengaja atau tidak kutepuk bahunya yang kebetulan dia sedang duduk membelakangkiku. Ada rasa terkejut pada dirinya, tapi tidak ada komentar atau nada protes yang keluar dari mulutnya. Padahal sebelumnya aku sudah berjanji untuk tidak melangkah lebih jauh lagi selain hanya mengobrol saja.

Sampai akhirnya kuelus lembut punggungnya dari atas kebawah, dia tetap diam saja. Dan kuulangi lagi, bahkan tanganku lebih nakal lagi yaitu dengan menyusup ke dalam leher kaosnya ke arah tenguknya. Dia kelihatan menggelinjang dan bahkan mulai menikmati setiap rabaanku didaerah cuping telinganya. Dan kudengan suara desisan keluar dari mulutnya dan akhir..

"Aduh, Mas.. Aku nggak tahan nih!"
"Ayo kekamarku aja"

Sambil dia mulai bangkit berdiri dari tempat duduknya menuju ke arah kamarnya yang kuikuti dari belakangnya. Dan tanpa komando dia langsung menggeletak ditempat tidurnya sambil telentang dengan mata yang terpejam dan mulut menggangga menantikan seranganku.

Akhirnya kusergap dia yang sedang telentang dan kuciumi mulai dari cuping telinganya bagian belakang, leher bagian belakangnya ke arah hidungnya dan sejenak beradu hidung dengan hidung dan terus turun ke arah bibirnya, kuteruskan kebawah lagi ke arah dagunya yang bekas dicukur sehingga kurasakan kasar-kasar enak yang menambah gairahku untuk mecumbunya lebih lagi. Kemudian aku turun lagi kelehernya sambil dia terus mendesis-desis seperti ular.

"Sss.. oohh, aduh Mas"
"Ahh.. Ooohh, sstt"

Sambil kujulurkan lidahku merayapi dadanya, tanganku mulai membuka satu demi satu kancing kaos yang dikenakannya dan sekalian kuangkat kaos itu melalui lehernya sambil terus kudengar erangannya yang tidak jelas itu. Terus dan terus kebawah menuju puting susunya kiri dan kanan dan kedada bagian tengah terus merosot sampai kepusarnya, dan kupermainkan sejenak lubang pusarnya dengan lidahku yang tidak henti-hentinya mejilat kekanan dan kekiri.

Setelah puas bermain dipusarnya maka tanganku meraba selakangannya yang aku rasakan sudah mengeras sejak tadi yang begitu terasa menonjol didadaku tadi akan tetapi aku berusaha untuk mengabaikannya karena aku ingin memberikan cumbuan yang maksimal kepadanya dan tidak ingin buru-buru untuk langsung kontak seksual.

Kuremas perlahan-lahan tonjolan itu dengan tangan kiriku dan tanganku juga berusaha untuk membuka kancing celana jeans warna birunya yang dikenakan siang hari itu, setelah berhasil membebaskan kancingnya makan tangan kananku mulai menarik ritsleting celananya kebawah sampai kulihat nyata tonjolan daging sebesar pisang ambon itu dan terus kulorot celananya sampai terlepas, tinggal celdalnya saja yang berwarna putih yang masih tertinggal. Walaupun begitu aku tidak ingin cepat-cepat untuk segera menikmati pisang ambon itu.

Kutelusuri pahanya dengan jilatan lidahku dari paha kanan dan paha kiri yang akhirnya jilatanku berlabuh dilipatan pahanya yang segaris dengan lipatan celdalnya, kujilati lipatan kiri dan kanan bergantian, sampai kurasakan tangannya menjambak rambutku dengan perasaan mesra dan membimbing kepalaku untuk segera berlabuh ditonjolannya itu.

Akhirnya kubuka juga celdal warna putih itu dan kulihat sebatang penis dengan warna kepalanya yang merah kecoklatan seperti jamur merang yang mengembang sedang berdenyut-denyut. Dan tanpa membuang-buang waktu segera lidahku menuju perbatasan antara kepala dan batangya yang aku rasa paling sensitif. Kurasakan dia menggelinjang, dan jilatan makin turun kebawah ke arah kantung buah pelirnya yang dua biji itu dan terus turun kebawah lagi ke arah perbatasan dengan lubangnya. Dan

"Aaauuhh.., enak Mas, ayo terus Mas"
"Aaahh.. Ssstt"
"Ayo Mas, aku nggak tahan, cepat masukan punyamu ke lubangku"

Lalu kuambil ludahku untuk membasahi punyaku yang memang sudah sedari tadi berdiri tegang dan kulihat diujung penisku sudah ada cairan bening. Lalu pelan-pelan kumasukan batangku ke dalam lubangnya dan kudengar nafas tertahan untuk sejenak dan kuhentikan untuk sementara waktu agar dia bisa merasakan sakitnya menghilang.

Kemudian kupacu masuk keluar dan maju mundur sambil tangannya mengocok penisnya sendiri.

"Aaahh.. Aduh Mas, aku mau keluar nih"
"Sorry yaa, aku keluar duluan," katanya.
"Enggak pa-pa, aku juga mau sampai nih," kataku.
"Aaahh," crut crut crut air maninya tumpah diatas perutnya dan tak berapa lama lagi.
"Ohhaahh"

Kutarik cepat penisku dan aku telungkup memeluknya sambil kupancarkan air kenikmatanku diatas perutnya juga sehingga air maninya dan air maniku bercampur menjadi satu sambil kugesek-gesekan dan masih kurasakan sisa-sisa kenikmatan itu yang baru kita peroleh hampir bersamaan.

Setelah selesai dan saling mengelus dada masing-masing, aku akhirnya lari kekamar mandi untuk membersihkan badan dari keringat yang terasa lengket dan setelah selesai diapun juga kekamar mandi yang sama juga untuk membersihkan badannya yang berlepotan dengan pejuh kami itu.

Setelah dia berpakaian kembali kami akhirnya duduk diruang tamunya sambil diselingi obrolan ringan, rupanya setelah dia mandi tidak memakai celana jeansnya lagi melainkan ganti dengan celana pendek warna putih yang dari sela-sela selakangannya terlihat celana dalam warna putihnya tadi. Rupanya tanganku yang nakal tidak bisa tinggal diam melihat pemandangan seperti, lalu mulai kuelus-elus pahanya yang ditumbuhi rambut yang tidak seberapa lebat dan terus ke atas lagi menuju daerah lipatan pahanya dan kudengara desisnya kembali.

"Aaahh, oohh"

Dan kuraba selakangannya, ternyata penisnya sudah menggeliat bangun lagi dan kurasakan makin lama makin kaku saja. Seolah-olah makim membuatku bersemangat untuk terus mencumbunya lagi dan aku menemukan banyak sekali titik-titik sensitif ditubuhnya yang membuatnya makin terangsang. Sambil sekali-sekali dia tersenyum keenakan dengan mata yang terpejam.

Akhirnya kubuka lagi celana pendeknya dan kulihat batang penisnya yang begitu ngaceng mengeras melengkung mendekati pusarnya. Kugapai dan kumasukan dalam mulutku yang memang sedari tadi nggak pernah mau diem itu. Kumasukan kepalanya yang mekar dan kukulum, kukenyot benjolan kepalanya dan akhirnya kumasuk keluarkan dengan irama yang pasti.

"Aaaoohh, aauuhh"
"Opo iki yoo sing diarani surgo donyo yaa"

Aku diam saja, sambil terus melanjutkan aktivitasku yang masih belum selesai hingga akhirnya.

"OOhh Mas, aku mau keluar nih"

Makin semangat aku mengulumnya sampai kurasakan denyut-denyutan dari penis yang kuhisap dan ada rasa hangat, asin, manis, amis tapi semuanya itu kusukai dan kutelan habis semuanya. Ketika kudongakkan kepalaku untuk melihat reaksinya, hanya kulihat sebuah senyum dengan rasa puas dan dia membisikkan kata,

"Dari mana kamu belajar semuanya ini"
"Kamu koq pinter membuatku puas, padahal selama ini kalau aku bermain dengan pasanganku aku nggak seterangsang kali ini, sebab biasanya aku selalu aktif mencumbui pasanganku dan kadang aku merasa bosan dan aku juga pengin dicumbui kayak kamu tadi dan pengin dimasuki juga"
"Trims yaa, kamu sudah membuatku mendapatkan apa yang kuangan-angankan selama ini"
"Hmm," hanya gumanku saja yang menjawab segala komentarnya.
"John, kamu nggak menyesal yaa, karena aku telah mengingkari janjiku untuk tidak bermain sex denganmu pada awal pertemuan kita"

Kulihat hanya senyumnya saja yang membalas pertanyaanku, dan aku sudah bisa menebaknya bahwa dia sangat enjoy dengan permainan yang barusan kita lakukan. Berapa saat kemudian aku pamit sama dia.

"Ok John, aku pulang dulu yaa!" kataku
"Boleh nggak aku mengulanginya lagi," lanjutku.
"Yah gampanglah kalau aku lagi pengin dengan gaya permainanmu, aku akan menghubungi kamu lagi," dengan senyumnya yang khas.

Dalam perjalananku pulang aku masih terbayang pamainanku dengan Johny tadi dan kataku dalam hati.

"Suatu saat nanti aku akan memberikan surprise buat kamu dengan permainanku yang lebih seru lagi"

Walaupun dalam hati aku tidak ingin memiliki Johny sebagai pasanganku karena aku tahu dia sudah mempunyai pasangan tetap yang begitu setia dan juga pencemburu. Hanya sebagai selingan didalam mengisi hari-hari yang menjemukan dan terasa begitu panjang untuk dilalui seorang diri.

Tapi kalau namanya Backstreet pasti enak dan berkesan, tull apa nggak?

Apakah aku ini termasuk tipe penggoda atau apa yaa?

Jemari Lentik Kevin - 2

Tiang tersenyum manis dan membimbing Kevin bangkit. Dihadiahinya mulutnya dengan ciuman yang hangat. Kemudian dia berbisik lembut di telinga Kevin..

"Isap tetekku ya, Sayang."

Tanpa harus diminta dua kali Kevin mendekatkan wajahnya ke dada Tiang dan menghisap-hisap putingnya sebelah kiri yang mencuat tegang itu. Warnanya yang kecoklatan segar membuat Kevin semakin bernafsu menghisapnya. Dengan kuat dihisapnya tetek kiri Tiang, sementara tangannya memilin-milin tetek satunya lagi. Dengan lembut Tiang berbisik lagi kepada Kevin..

"Cubit sayang, cubit yang keras," pintanya.
"Aah!" jerit Tiang tertahan ketika Kevin benar-benar mencubit teteknya.

Sekarang ganti putingnya sebelah kanan yang menjadi sasaran mulut Kevin. Kali ini Kevin tidak menghisapnya melainkan hanya menjilati dan memulas-mulas tetek kanan Tiang sambil sesekali menggigit-gigit kecil. Kedua pentil Tiang menjadi lebih besar, keras, dan merah setelah Kevin selesai menggarapnya. Tiang kembali menghadiahi Kevin dengan kecupan lembut di bibir.

"Mas tahu nggak apa yang sangat aku idam-idamkan dari tubuh Mas selama ini?" tanya Kevin
"Katakan saja Sayang," kata Tiang sambil mencium bibir Kevin.

Kevin menyelipkan jari-jarinya ke dalam lipatan ketiak Tiang yang berkeringat kemudian menjilati jari-jari tersebut. Tiang tertegun karena tidak menyangka ada cowok yang menyukai aroma ketiaknya. Kevin terus menyelipkan jemarinya ke dalam liapatan ketiak Tiang dan menjilatinya.

"Kau suka bau ketiakku Sayang? Kau tidak jijik?" tanya Tiang.
"Tidak Mas! Aku sangat suka aroma ketiakmu. Aku ingin selalu dapat melakukan ini." Tiang mengangkat kedua lengannya dan kedua ketiaknya yang berbulu lebat terlihat.
"Nikmatilah Sayang," ujarnya sambil menyodorkan ketiaknya ke wajah Kevin.

Kevin tidak menyia-nyiakan tawaran Tiang tersebut. Dibenamkannya wajahnya pada lipatan ketiak Tiang. Dihirupnya aroma ketiak Tiang semaksimal mungkin. Baunya sungguh jantan dan memabukkan. Dijilatinya ketiak itu, rasanya asin dan masam, bulu-bulunya membuat lidah Kevin terasa kasap, kadang-kadang digigitnya pula bulu-bulu itu.

"Terus Sayang, teruskan menikmati ketiakku," Tiang mengerang sambil meracau karena kenikmatan yang dialaminya.
"Ayo Mami! Mami suka ketiak Papi khan?"
"Ya Papi, Mami suka sekali ketiak Papi. Seksi sekali ketiak Papi," Kevin menjawab juga sambil meracau.

Puas dengan satu ketiak, Kevin berpindah ke ketiak yang lain. Sensasi luar biasa kembali dialaminya. Akhirnya karena tak tahan lagi Tiang mendorong tubuh Kevin sehingga jatuh ke ranjang. Dengan ganas diterkamnya dan disobeknya pakaian dan celana yang dikenakan Kevin sehingga kini Kevin terbaring telanjang tanpa selembar benang pun melekat di tubuhnya. Wajahnya merona merah menyadari dirinya telanjang di hadapan pria idamannya. Tiang sendiri segera mencopot celananya. Kini dia juga telanjang polos di hadapan Kevin.

Tubuh Tiang yang besar menindih tubuh mungil Kevin. Mereka bercium-ciuman bertukar lidah dan ludah. Tiang merayap turun menciumi dan menjilati kedua paha Kevin yang ramping dan putih. Kevin membelai kepala Tiang. Setelah puas menikmati paha Kevin, tubuh Tiang beringsut naik kembali lalu menciumi bibir dan pipi Kevin.

"Mas, aku ingin mengatakan sesuatu tapi aku malu," kata Kevin tiba-tiba.
"Katakan saja Sayang, mengapa harus malu?" Tiang berkata sambil terus menciumi pipi kekasihnya.
"Emm.. Begini Mas. Aku tahu aku tidak punya payudara seperti istrimu, tapi aku ingin berkhayal di dadaku ini ada sepasang payudara yang hendak kupersembahkan kepadamu," ujar Kevin malu-malu. Tiang tertawa kecil mendengar kata-kata Kevin.
"Tentu saja Sayang. Tanpa berpura-pura pun aku menyukai dadamu."

Lalu dengan lembut dikulumnya puting-puting susu Kevin. Mata Kevin sampai terpejam-pejam karena nikmatnya sensasi yang dialaminya. Dia merasa seperti seorang istri yang sedang mempersembahkan miliknya yang paling indah kepada suami tercinta.

"Ehmm.. Nikmat sekali netek di dada Mami seperti ini," puji Tiang. Kevin mengusap kemudian mencium kepala Tiang mendengar pujian itu. Lidah Tiang yang tebal, hangat, dan basah terasa lembut membuai puting-puting payudaranya.
"Eeh Papiku sayang," Kevin mendesah berkepanjangan. Dia merasakan puting-puting susunya mengeras dan lebih besar dari semula.
"Berbaringlah telungkup Sayang," kata Tiang kemudian. Kevin menurut.

Tiang menciumi leher dan bagian belakang telinga Kevin kemudian bergerak turun menciumi punggungnya. Tubuh Kevin menggelinjang mendapat perlakuan sedemikian rupa. Ketika sampai pada bagian pantat Kevin, Tiang meraba-raba dan meremas-remas terlebih dahulu kedua bongkahan pantat Kevin sebelum menciuminya.

"Tunggingkan sedikit pantatmu Sayang!" perintah Tiang. Kevin menurut.

Dicium dan digigitinya kedua bongkahan pantat Kevin. Jari-jarinya menyusuri belahan pantatnya. Kevin memekik kecil ketika jari-jari Tiang menusuk-nusuk pantatnya.

"Sakit ya Sayang? Ditahan ya!"

Dimasukkannya lagi jari-jarinya ke dalam lubang anus Kevin yang ketat karena masih perawan itu. Pantat Kevin bergoyang-goyang menahan rasa sakit dan nikmat yang datang bersamaan. Tiang terus memainkan jari-jarinya dalam pantat Kevin. Sesekali dijilatnya jari-jarinya.

"Emm.. Gurih," gumamnya.

Kemudian Tiang mementang kedua bungkahan pantat Kevin sehingga belahan pantatnya terbuka. Lubangnya yang menguncup berwarna merah muda. Dijulurkannya lidahnya menjilati dinding dan lubang anus kekasihnya. Cairan anal membanjir keluar dari dalam lubang anus Kevin. Tiang menghisap habis cairan tersebut.

"Emm.. Nikmatnya rasa cairan lubang nikmatmu sayang," ucap Tiang tanpa sedetik pun menghentikan perbuatannya menjilati anus Kevin. Kevin tidak dapat menjawab kecuali dengan menggoyang-goyangkan pantat tanda dia menikmati perlakuan ini.

Setelah puas menjilati pantat Kevin, Tiang menggenggam dan mengocok-ngocok batang kontolnya sendiri. Dia melumasinya dengan cairan precum yang membasahi lubang kencingnya. Diposisikannya kontolnya pada belahan pantat Kevin. Sebelum dia melanjutkan perbuatannya Tiang membisikkan kata-kata di telinga Kevin..

"Sekarang Sayang, aku hendak menunaikan tugasku sebagai seorang suami. Siapkah kau?" Kevin mengangguk dan menjawab..
"Kuserahkan keperawananku padamu Mas, ambillah! Aku siap menunaikan tugasku sebagai seorang istri."

Tiang mengarahkan kontolnya pada mulut lubang anus Kevin, kemudian dengan perlahan namun pasti dihentakkannya pinggulnya sehingga seluruh batang kontol itu melesak masuk, amblas ke dalam lubang anus Kevin. Bles!

"Auff!!" jerit Kevin menahan sakit.

Batang kontol Tiang yang menembus pertahanan lubang anusnya seperti hendak membelahnya menjadi dua. Sakit sekali memang. Tiang membiarkan Kevin membiasakan diri dengan keberadaan kontolnya dalam pantatnya. Dia tidak melakukan apa-apa selain menciumi pipi Kevin dan menghiburnya..

"Tahan ya Sayang! Memang sakit pada awalnya, tapi lama-lama kau akan terbiasa bahkan menyukainya."

Dan memang berangsur-angsur rasa nyeri itu mereda. Tiang memegang pinggul Kevin dan mulai menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur. Batang pelernya bergerak keluar-masuk pantat Kevin. Gesekan antara kontol Tiang dan dinding anus Kevin menimbulkan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Karena Kevin masih perawan, gerakan keluar-masuk kontol Tiang dalam pantatnya agak tersendat-sendat lantaran dinding-dindingnya menjepit kuat kontol Tiang. Namun justru hal itulah yang menimbulkan rasa nikmat.

"Hgghh! Sempit sekali lubangmu Sayang! Aku memerawanimu Sayang," Tiang mengentot sambil meracau..
"Mau rasanya aku mengentoti pantatmu selamanya."

Gerakan pinggul Tiang semakin cepat, dia juga melakukan gerakan berputar sehingga kontolnya dalam pantat Kevin ikut berputar. Bunyi kecipak timbul karena cairan anal Kevin dan precum dari kontol Tiang membasahi dinding-dinding anus Kevin yang tergesek-gesek.

Tiang mengentot sambil meraba dan meremas bungkahan pantat Kevin. Sesekali ditaboknya bungkahan pantat itu agar Kevin mengetatkan otot-otot dalam pantatnya. Bunyinya pukulan itu terdengar nyaring. Tar! Tar! Kadang-kadang diangkatnya kedua tangannya sehingga hanya pinggulnya yang bergerak maju-mundur persis seperti koboi sedang menunggangi kudanya. Jika sedang begini Tiang akan berteriak, "Yeehaw!"

Kevin sendiri tidak berkata apa-apa selama itu. Dia tidak ingin berkata apa-apa. Dia hanya memejamkan matanya menikmati persetubuhan itu. Inilah persetubuhan pertamanya. Berbagai perasaan dan emosi campur aduk dalam batinnya. Mengira Kevin kesakitan, Tiang memperlambat gerakannya dan lalu bersikap lembut padanya. Direbahkannya tubuh mereka berdua. Diciuminya pipi dan bibir Kevin dari belakang.

"Kau menikmatinya Sayang?"
"Ya Mas!"

Tiang mencabut kontolnya dari pantat Kevin. Kevin sempat merasa kecewa karena mengira Tiang hendak menyudahi permainan cinta mereka. Tetapi rupanya Tiang hanya ingin berganti posisi. Diperintahkannya Kevin agar berbaring telentang, kemudian diangkatnya kedua kaki Kevin ke atas pundaknya dan kembali diposisikannya kontolnya pada mulut lubang anus Kevin dan didorongnya masuk. Bles! Kali ini lebih lancar daripada tadi, namun begitu Kevin tetap merasakan sakit meski tidak senyeri tadi.

Setelah hilang rasa sakitnya, Tiang kembali mengocok-ngocok kontolnya dalam pantat Kevin. Kali ini mereka bersetubuh berhadapan muka dengan muka. Mereka saling cium, saling raba, dan saling cubit. Tiang mengentot Kevin sedemikian rupa sehingga tubuh Kevin terguncang-guncang. Keringat mengalir deras di tubuh mereka namun mereka tidak mempedulikannya.

Kepala Kevin terangguk-angguk ke kiri dan ke kanan mengikuti irama persetubuhan mereka. Lidahnya sedikit terjulur keluar, matanya membelalak sehingga bagian hitamnya hampir hilang. Dari mulutnya terdengar kata-katanya meracau..

"Hggh! Hggh! Habisi saja aku Mas! Kawini Mami, kawini istrimu ini!" Tiang bertambah semangat mendengarkannya. Dihisapnya lagi puting-puting payudara Kevin.
"Aww Papi! Kawini Mami, Papi sayang! Bikin Mami hamil dengan kontol Papi yang besar!"

Tiang melakukan gerakan memompanya semakin cepat. Kevin merasa dirinya bagaikan seorang gadis yang tengah diperkosa oleh seroang pria bertubuh kekar. Sampai suatu ketika gerakan kontol Tiang dalam pantat Kevin terasa tersendat-sendat.

"Aargh Papi mau keluar sayang!" ujar Tiang terbata-bata.
"Keluarkan di dalam saja Papi! Tanamkanlah benih-benihmu dalam rahimku. Hamili aku Papi!"

Crrtt!! Menyemburlah pejuh kental dari ujung kontol Tiang bagaikan gunung berapi memuntahkan lahar. Rasanya hangat dan lengket memenuhi lubang pantat Kevin. Bersamaan dengan itu Kevin pun mengalami orgasme. Cairan putih meleleh keluar dari penisnya.

Tiang mencabut kontolnya dari pantat Kevin. Pejuhnya mengalir keluar berceceran dari pantat Kevin. Dia merebahkan tubuhnya di atas tubuh Kevin, nafasnya tersengal-sengal. Kevin terbaring membayangkan sel-sel sperma Tiang berenang-renang memasuki tubuhnya. Andai saja dia seorang wanita yang memiliki rahim.. Kini Kevin dapat merasakan beratnya tugas seorang istri dalam melayani suami di ranjang, apalagi jika suaminya adalah pria seperti Tiang yang daya seksnya begitu hebat.

Setelah hilang penat di tubuh mereka, Tiang menciumi pipi dan bibir Kevin.

"Kau puas Sayang?" tanya Tiang.
"Sangat puas Mas! Mas sungguh-sungguh perkasa. Ingin rasanya aku mengulangi semua itu. Percintaanku yang pertama. Aku bahagia kaulah pria yang mendapatkan keperawananku."

Mereka berbaring berpelukan. Jemari Kevin yang lentik bermain di atas dada Tiang.

"Mas, apakah Mas akan mencintaiku selanjutnya?" Kevin ganti bertanya.
"Tentu saja Sayang! Aku bangga ada orang secantik dirimu yang memberikan keperawanannya padaku."
"Aku ingin sekali bisa hamil dan mempersembahkan buah cinta kita padamu dari rahimku." Tiang tertawa mendengar khayalan Kevin.
"Untuk apa?" tanyanya.
"Agar ada yang memanggilmu Papa dan memanggilku Mama," jawab Kevin centil dan manja. Tiang tidak menjawab hanya meremas jemari Kevin dan menciumnya. Bagaimanapun juga semua berawal dari jemari lentik itu.

Sejak saat itu Kevin menjadi "istri kedua" Tiang. Tiang sering melewatkan malam, bercinta dengan Kevin di rumah kontrakannya, kadang-kadang sampai dua-tiga malam, dan Kevin melayaninya sebagaimana semestinya seorang istri yang setia.

Jemari Lentik Kevin - 1

Kevin adalah seorang pemuda berdarah Belanda berusia 20 tahun. Kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang imut-imut ditambah senyumnya yang menawan membuatnya menjadi pembicaraan para gadis di kampusnya. Namun tak satupun di antara para gadis itu yang membuat Kevin tertarik karena dia menyadari ketertarikannya secara seksual justru pada kaum sejenisnya sendiri.

Tipe pria yang menjadi idamannya adalah pria pribumi berkulit gelap dan berbadan tinggi tegap. Kevin kerap tak dapat menahan dirinya untuk tidak melakukan onani jika kebetulan bertemu dengan pria seperti itu. Dia selalu membayangkan dirinya menjadi objek seks pria yang berciri fisik demikian.

Suatu hari, karena suatu masalah, Kevin berkenalan dengan seorang perwira polisi bernama Tiang. Tiang berusia 32 tahun. Kulitnya yang kehitaman serta tubuhnya yang tinggi tegap dengan sepasang lengan yang kekar membuat dirinya segera menjadi "kekasih khayalan" Kevin. Kenyataan bahwa Tiang sudah berumah tangga dan memiliki dua orang anak kecil tidak menyurutkan impian Kevin untuk dapat bercinta dengan Tiang suatu hari kelak.

Kevin selalu merasakan lubang pantatnya menjadi gatal setiap kali membayangkan Tiang telanjang di hadapannya dengan kontolnya yang terayun-ayun siap menyetubuhinya. Kevin menduga kontol Tiang yang hitam dan panjang itu pasti liar dan ganas jika sedang bertugas, yang pasti kontol itu berpejuh subur karena sudah menghasilkan dua orang anak.

Setelah masalah itu selesai, Kevin acapkali mengundang Tiang datang ke rumah kontrakannya yang cukup mewah untuk sekedar minum-minum atau bersantai menonton DVD/VCD atau bermain playstation. Kevin memang tinggal di rumah kontrakan karena orang tuanya yang berada tinggal di kota lain. Karena Kevin adalah anak bungsu yang menjadi kesayangan kedua orang tuanya, mereka melengkapi rumah kontrakan Kevin dengan berbagai fasilitas dan kenyamanan. Namun Kevin menolak ketika orang tuanya juga menawarkan seorang pembantu untuk tinggal bersamanya dan mengurus keperluannya. Dia merasa lebih leluasa tinggal seorang diri dan mengurus segalanya sendiri. Terlebih-lebih dia tidak ingin pembantunya curiga jika suatu saat dia pulang membawa pria bermalam.

Tiang sebagai seorang polisi dengan gaji yang pas-pasan merasa senang atas undangan Kevin. Dia senang dapat menikmati segala kenyamanan di rumah Kevin. Tiang sendiri tidak merasa ada yang aneh dengan undangan tersebut atau sikap Kevin yang terkadang sangat manja kepadanya. Dia sudah menganggap Kevin seperti adiknya sendiri.

Suatu malam, ketika mereka sedang menonton teve sambil minum bir hitam dari botolnya, tiba-tiba Tiang menggenggam tangan Kevin dengan lembut. Lalu katanya..

"Wah lentik sekali jari-jarimu! Belum pernah aku melihat cowok dengan jari-jari selentik ini." Meskipun terkejut atas tindakan Tiang, Kevin hanya tertawa, kemudian ujarnya..
"Baru minum beberapa botol bir kok sudah mabuk sih Mas? Mas pasti mabuk sampe ngelantur kayak gitu." Tiang tidak mempedulikan kata-kata Kevin, dia justru meremas-remas tangan Kevin sambil berkata..
"Jari-jari selentik ini pantasnya diberi ciuman." Dan dia benar-benar menciumi jari-jari Kevin.

Bagai tersengat aliran listrik yang dahsyat, Kevin menarik tangannya. Tiang seperti tersadar dari perbuatannya yang tak wajar. Dia menatap wajah Kevin dengan pandangan sayu dan berkata lirih..

"Istriku hamil lagi."
"Wah! Selamat ya Mas! Mestinya Mas berbahagia dengan kehamilan ini dong! Mengapa wajah Mas muram begitu?"
"Kamu khan tahu usia kehamilannya yang masih dini membuatnya tak dapat menunaikan tugasnya sebagai seorang istri. Sudah sebulan ini aku tidak ngeseks dengan istriku," keluh Tiang.

Kevin merasa iba mendengar penuturan Tiang. Rasa iba, itu ditambah perbuatan Tiang sebelumnya, membuat Kevin kemudian memberanikan diri membelai-belai wajah Tiang. Tiang membiarkan jemari lentik Kevin membelai-belai wajahnya. Dia justru menikmati sentuhan-sentuhan tersebut. Kevin bertindak lebih berani lagi dengan mendaratkan kecupan di dahi dan hidung Tiang. Dia ragu-ragu untuk mencium bibir Tiang, namun justru kepala Tianglah yang bergerak maju mencium bibir Kevin.

Detik berikutnya mereka sudah asyik berciuman. Tiang melumat bibir Kevin dan menjulurkan lidahnya yang basah menjelajahi mulut Kevin. Antara percaya dan tidak, Kevin pasrah menerima perlakuan demikian dari pria yang sudah lama diidam-idamkannya itu. Dia menikmati ciuman Tiang sedemikian rupa sehingga mendesah panjang..

"Aah Mas!" Lalu Tiang berbisik lembut kepadanya..
"Aku paling suka cowok berkulit terang dan imut-imut kayak kamu. Aku sayang kamu. Mau nggak kamu jadi kekasihku?"
"Mau Mas! Oh, mau sekali aku jadi kekasihmu! Sudah lama aku mengimpikan suatu hari menjadi kekasih Mas dan bermesraan dengan Mas seperti ini."
"Kamu masih perawan?" Tiang bertanya. Kevin menganggukkan kepalanya..
"Aku rela mempersembahkan milikku yang paling berharga itu kepada Mas, kepada pria yang kucintai."

Mereka kembali berciuman. Lalu Kevin berkata..

"Tetapi aku tidak mau kalau Mas hanya mengentot diriku. Aku mau kita bermain cinta seperti layaknya sepasang kekasih, didahului cumbu rayu yang menggairahkan." Tiang hanya tertawa mendengar kata-kata Kevin.
"Tentu saja sayang! Kita akan bermain cinta, bukan sekedar ngentot. Kalau kau mau kau panggil aku 'Papi' dan aku akan memanggilmu 'Mami' jadi kita persis suami istri." Betapa girangnya hati Kevin mendengar kata-kata Tiang.
"Kita ke kamarku saja Mas!" ujarnya.

Kevin bangkit hendak berjalan menuju kamarnya, ketika tiba-tiba dia merasakan tubuhnya terangkat. Rupanya Tiang menggendongnya.

"Aku merasa bagaikan pengantin baru hendak menghadapi malam pertama dengan suami tercinta, Mas," kata Kevin sambil menyenderkan kepalanya di dada Tiang.
"Anggap saja malam ini adalah malam pertama kita," jawab Tiang sambil membopong tubuh Kevin menuju kamarnya. Mereka terus berciuman sepanjang perjalanan.

Sesampainya di kamar, Tiang menurunkan Kevin dari gendongannya. Kevin hendak berbaring di ranjangnya ketika Tiang memanggilnya lembut..

"Sayang, masak suamimu kaubiarkan mencopoti kemejanya sendiri, bantu Papi dong sayang!"
"Oh, iya, lupa kalau sekarang aku sudah bersuami," Kevin terkikik geli dengan ucapannya sendiri.

Satu demi satu dilepaskannya kancing pada seragam polisi Tiang. Setiap kali melepaskan satu kancing, mereka berciuman sehingga agak lama baru Tiang dapat mencopot kemejanya. Sekarang Tiang berdiri bertelanjang dada di hadapan Kevin. Bagai dalam mimpi Kevin mengulurkan tangannya meraba-raba dan membelai-belai dada Tiang yang sedikit berbulu itu.

Apa yang selama ini dibayangkannya mengenai tubuh Tiang memang benar. Tinggi, tegap, dan berdada bidang, Tiang tampak sangat jantan dan perkasa bertelanjang dada seperti itu. Kulitnya yang gelap menambah wibawa penampilannya. Namun yang paling membuat mata Kevin terbelalak terpesona adalah lipatan ketiak Tiang yang selama ini belum pernah dilihatnya. Sangat seksi dengan bulu-bulu hitam yang tumbuh lebat, apalagi saat itu dalam keadaan basah oleh keringat.

Kevin tidak lagi dapat menahan dirinya. Segera dia menciumi dada Tiang, dijulurkannya lidahnya untuk menjilati keringat yang membasahi tubuh Tiang. Aroma tubuh Tiang terasa sangat khas pria: jantan, tajam, dan kuat. Tiang memejamkan matanya menikmati perlakuan "istri baru"nya pada tubuhnya sambil sesekali terdengar suara lenguhan berat keluar dari mulutnya.

Lidah Kevin terus bergerak menjilati setiap jengkal tubuh Tiang. Kini dia beranjak turun menjilati perut Tiang yang meski tebal namun rata. Di pulas-pulasnya daerah di sekitar pusar Tiang yang berbulu sambil sesekali lidahnya menjulur masuk ke lubang pusar Tiang. Tiang mengerang hebat setiap kali ini terjadi.

Kevin berlutut di hadapan Tiang dan membenamkan wajahnya pada daerah kemaluan Tiang. Ditelusurinya batang kontol Tiang yang tersembul dan tercetak pada celana seragamnya yang ketat. Tiang berusaha melepaskan ikat pinggangnya namun Kevin mencegahnya dan berkata..

"Biar aku saja yang melakukannya Mas. Ini tugas seorang istri."

Kevin melepaskan ikat pinggang Tiang dan membuka kancing serta restleting celananya. Terlihatlah celana dalam Tiang yang berwarna putih dan tampak menggembung oleh kontol yang menonjol di baliknya. Tiang membantu Kevin memerosotkan sedikit celana seragam dan celana dalamnya sehingga kini batang kontolnya tersembur keluar. Terayun-ayun dalam keadaan semi ngaceng di depan wajah Kevin persis seperti yang selama ini dikhayalkan olehnya. Besar, panjang, berotot, dan berwarna hitam, penampilan kontol Tiang tampak sama berwibawanya dengan pemiliknya. Bagian pangkalnya ditumbuhi lebat oleh bulu-bulu hitam keriting. Aroma yang keluar dari sana membuat Kevin mabuk kepayang.

Dijulurkannya lidahnya menjilati bagian kepala kontol Tiang yang bersunat dan berwarna keunguan. Disapu-sapukannya lidahnya pada lubang kencing di ujung kepala kontol itu. Terus dijilatinya batang pelir itu sampai ke bagian pangkalnya. Diciuminya rerimbunan bulu jembut Tiang lama-lama seolah hendak menghirup habis aroma kejantanannya.

Kemudian digenggamnya kontol itu dan diangkatnya sedikit sehingga kini biji pelir Tiang yang sebesar bola tenis terlihat di hadapannya. Dibukanya mulutnya lebar-lebar seolah hendak ditelannya keseluruhan biji pelir Tiang. Namun selebar apapun Kevin membuka mulutnya, biji pelir itu tetap terlalu besar untuk dapat masuk ke dalam mulutnya seluruhnya. Akhirnya dia hanya menjilatinya sambil dikocok-kocoknya kontol yang berada dalam genggaman tangannya.

Tiang hanya melenguh dan mengerang dengan suara berat selama ini. Kini tiba-tiba dia menjadi beringas. Di pegangnya kepala Kevin agar tetap di tempat, kemudian perlahan namun pasti didorongnya masuk batang kontolnya ke dalam mulut Kevin. Tampaknya mustahil jika keseluruhan batang kontol yang besar dan panjang itu dapat masuk ke dalam mulut Kevin, tetapi itulah yang terjadi. Tiang membiarkan Kevin sejenak agar dapat membiasakan diri dengan kontolnya dalam mulutnya, lalu perlahan-lahan pinggulnya bergerak maju dan mundur sehingga batang kontolnya keluar masuk dalam mulut Kevin. Kevin harus membuka mulutnya lebar-lebar agar dapat mengakomodasi seluruh batang kontol Tiang jika dia tidak mau tersedak.

Tiang mulai mempercepat gerakan pinggulnya mengentot mulut Kevin. Maju-mundur, keluar-masuk, kadang-kadang diputarnya pinggulnya sehingga kontolnya turut berputar dalam mulut Kevin. Biji pelirnya menghantam dagu Kevin setiap kali batangnya menghunjam masuk. Lidah dan langit-langit Kevin tergilas habis oleh kontol Tiang bahkan sampai hampir menyentuh dinding kerongkongannya.

Semakin lama gerakan Tiang semakin cepat. Bahkan kadang-kadang kepala Kevin ikut digerakkannya maju dan mundur seolah-olah hendak mendapatkan semua kenikmatan yang dapat diperolehnya dengan mengentoti mulut kekasihnya itu.

Sampai suatu saat Kevin memuntahkan kontol Tiang dari dalam mulutnya. Dia tidak sanggup lagi menelannya. Otot-otot pipi dan mulutnya sampai terasa sakit karena harus bekerja keras. Dia menduga kini mulutnya menjadi lebih lebar beberapa centimeter akibat dientot oleh pria idamannya itu.

Jangan Panggil Aku Selebritis

"Siapa bilang jadi artis itu enak? kalau orang tak menjalaninya sendiri, tak akan pernah tahu yang sebenarnya!".
Itu kata seorang teman pada suatu waktu lewat email yang dikirimkannya padaku. Semula, aku sempat terheran-heran membacanya, kupikir dia hanya sekedar berkelakar saja. Dalam keherananku, aku pun membalasnya dengan menyelipkan sebuah pertanyaan singkat yang membutuhkan sebuah jawaban yang sangat panjang dan sejelas-jelasnya:"Kenapa?"

Tiga hari kemudian dia mengirimkan sepucuk email balasan yang membuatku terperangah di depan komputer, aku bahkan sampai tak berkedip sekalipun ketika membacanya kata per kata. Kala itu, seakan aku dapat membayangkan bahwa aku sendiri yang berada dalam cerita yang merupakan curahan hatinya itu. Aku sebenarnya ingin menangis, kalau bisa. Tapi aku coba untuk mengontrol emosiku saat itu, apalagi aku berada di warnet yang kebetulan ramai pengunjung malam itu.

Andy (=nama samaran) adalah seorang penpal dari Jakarta yang aku kenal lewat dunia maya, internet. Dia yang pertama kali mengirimkan sepucuk email kepadaku beberapa hari setelah salah satu ceritaku dimuat di situs ini. Kebetulan, temanku yang satu ini adalah seorang cover boy di salah satu majalah remaja Aneka, dan juga bintang iklan dan sempat bermain dalam beberapa sinetron remaja. Tampangnya pasti sudah tak asing lagi dengan wajah orientalnya yang khas dan tampak cute, apalagi di kalangan the teenagers.

Yang berikut ini adalah curahan hatinya sendiri, berdasarkan apa yang dapat kutangkap dari ceritanya. Ia mengijinkan aku menyusunnya menjadi sebuah tulisan di situs ini, dengan syarat tidak menyinggung sedikit pun tentang identitas dan segala sesuatu yang khas dalam dirinya yang membuat para pembaca akan langsung dapat mengenalinya. Dan, sebagai seorang sahabat yang baik, aku akan menepati janjiku untuk menjaga rahasia ini. Jadi, aku harap para pembaca tak perlu menanyakan kepadaku", siapakah dia?" karena itu merupakan salah satu pertanyaan yang tak akan kujawab. Silahkan tebak sendiri, atau mungkin saja dia adalah orang yang duduk di dekat anda dan membaca cerita ini bersama dengan anda. Tak ada salahnya juga, sesekali curiga pada teman, iya kan? Ok, lebih baik aku ucapkan:"selamat membaca!" saja, semoga kalian suka dengan ceritanya.

*****

Langit ibukota masih tampak kemerahan saat itu, belum lagi matahari terbenam ketika aku baru keluar dari studio X untuk keperluan syuting iklan sebuah produk minuman kemasan. Senang sekali rasanya setelah sepanjang hari, aku harus beraksi di depan kamera dan menjalani syuting berulang kali yang cukup menguras tenagaku saat itu. Belum lagi, semalam aku pulang larut dan baru tidur jam 1 dini hari setelah syuting sinetron. Hampir setiap hari seperti ini, bahkan seolah sudah menjadi sebuah rutinitas harian. Di satu sisi, aku menyukai pekerjaanku ini karena inilah obsesiku sejak kecil, aku ingin menjadi seorang entertainer yang profesional. Tetapi, siapa yang mampu bertahan, kalau ternyata harus menjalaninya dengan kerja keras semacam ini, sementara anak-anak lain seusiaku bisa bersenang-senang di luar sana dan menghabiskan waktu dengan teman-teman mereka.

Terkadang aku berpikir kalau aku ini sebenarnya tergolong kuper alias kurang pergaulan, hanya saja tak banyak orang yang menyadarinya. Kebanyakan orang akan berpikir sebaliknya karena profesiku sebagai"selebritis". Jujur saja, sebenarnya aku tak begitu senang diberi julukan selebritis. Bagiku, itu adalah sebuah tanggung jawab yang besar yang hanya akan menambah bebanku, sebab seorang selebritis, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, pasti akan menjadi seorang public figure yang menjadi sorotan banyak orang. Otomatis, seorang selebritis tak pantas untuk punya cacat cela sedikit pun dalam dirinya agar ia bisa menjadi role model yang baik bagi banyak orang. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang selebritis sejati dengan keadaanku sekarang? Aku sungguh tak pantas untuk menjadi seorang panutan.

Petang itu sebenarnya masih terlalu siang untuk pulang, lagi pula jarang-jarang aku pulang syuting jam segitu. Paling-paling pulang sore hanya untuk mandi, setelah itu kembali lagi ke lokasi syuting dan baru pulang larut malam. Tapi hari itu beda, malamnya aku memang tak ada jadwal syuting. Jadi, aku punya waktu untuk sekedar menyegarkan otak sambil jalan-jalan malam itu. Tapi, dengan siapa? itu yang jadi masalah berikutnya. Aku paling malas kalau jalan-jalan sendirian, paling tidak harus dengan teman-teman smu-ku dulu. Aku kangen dengan tawa mereka, setelah tak bertemu selama 2 mingguan belakangan ini.

Setelah pulang ke rumah dan mandi, aku pun mencoba untuk menelepon salah seorang temanku, Justin, untuk mengajaknya jalan-jalan malam itu.
Lama sekali telepon tak diangkat, sehingga aku pun lantas memutuskan untuk menghubungi nomor HP-nya saja.

"Aku lagi di Thamrin. Ok, sebentar aku mampir ke tempatmu!" sahut Justin sebelum ia menutup teleponnya. Aku belum sempat bertanya, ia bersama siapa saat itu, tapi yang jelas ia tak sendirian karena aku mendengar suara seseorang di telepon. Paling-paling ia bersama Denny atau Ricky, pikirku.

Jam setengah tujuh, tiba-tiba kudengar suara klakson di depan rumahku. Sebuah sedan Jaguar hitam sudah parkir tepat di depan pagar rumahku, jelas itu bukan mobil Justin. Tak mungkin Jeep 80-an berubah menjadi Jaguar dalam dua minggu ini selama aku tak bertemu dengan Justin, pikirku iseng.

"Dy, kenalin, ini Boni!"

"Andy!" kataku sambil menjulurkan tangan.

"Yah, tentu saja. Bagaimana aku tak mengenalimu?" sahut Boni. Aku hanya tersenyum mendengarnya, aku tak ingin besar kepala dan merasa begitu terkenal di mata banyak orang. Tapi ternyata topi dan kacamata yang kupakai tidak bisa menyembunyikan identitasku di mata Boni, ia masih mengenali wajahku.

"Kita mau kemana?" tanyaku kemudian setelah mengambil tempat di jok belakang.

"Ke PS! Tapi, kita makan dulu. Boni mau traktir nih!" gurau Justin sambil main mata ke arah Boni. Yang bernama Boni itu sebenarnya tidak seumuran kami, usianya sudah 26 tahun, lebih tua 5 tahun dari kami. Tapi tampangnya lumayan juga, mukanya bersih dan berpostur atletis sekalipun tak seganteng Jerry Yan, but he's good looking. Dan lebih lagi, tampak jelas kalau ia anak orang tajir.

Tak lama kemudian, Justin melajukan mobil Boni menuju salah satu cafe langganan Boni yang tak jauh dari Plaza Senayan. Usai ke kafe, kami masih sempat cuci mata di Plaza Senayan dan berkeliling kota. Kami bertiga menghabiskan waktu sambil jalan-jalan sampai larut malam, dan hampir jam 12 malam ketika kami memutuskan untuk pulang.

Namun, tiba-tiba Boni bermain mata pada Justin. Aku tak mengerti apa maksudnya, tampaknya Boni mengingatkan sesuatu pada Justin. Karena sesudah itu Justin langsung memutar balik mobilnya.

"Mau kemana lagi?" tanyaku tak mengerti.

"Tenang saja. Cuma sebentar kok!" sahut Justin sambil cengar-cengir.

Ternyata, Justin membawa kami ke salah satu"pusat jajan" di Jakarta Pusat, tempat transaksi seks yang merupakan salah satu tempat yang masih ramai di tengah malam seperti saat itu. Tak berapa lama, mobil dihentikan di pinggir trotoar dan seorang pria berpenampilan parlente mendekati mobil kami. Aku hanya diam saja saat itu, hal begituan memang bukan bagianku, aku bahkan tak pernah mencoba-coba untuk lewat tempat ini di waktu malam sebab aku dengar tempat ini memang dipakai sebagai tempat mangkal para gigolo ibukota.

Tidak lama, Boni terlibat tawar menawar dengan pria itu. Karena rupanya Boni akhirnya bersedia membayar tarif 3 juta yang dipatok oleh pria itu. Dan singkat cerita, Boni"membawa" pria berusia kurang lebih 24 tahunan itu. Pria itu didudukkan di sebelahku, di jok belakang. Aku sendiri memilih untuk memojok ke dekat pintu, sambil mengalihkan pandanganku dari pria di sebelahku itu. Tapi, ternyata pria itu berkali-kali mencuri-curi pandang ke arahku seolah-olah sedang mengamatiku. Kemudian, ia memberanikan diri memegang pundakku dan bertanya", Kamu Andy yang bintang iklan itu yah?"

Jantungku rasanya langsung mau copot ketika mendengar pertanyaan itu. Aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya. Aku tak mungkin berbohong. Lama aku hanya diam saja, pura-pura tak mendengar. Namun, tetap saja pria itu ngotot dengan pertanyaannya. Akhirnya, aku pun mengangguk saja. Setelah itu, kami pun berkenalan dan baru kuketahui kalau namanya Ryan. Tentang profesinya, sudah jelas tak perlu kutanyakan lagi, aku malas berbasa-basi kalau aku sudah tahu.

Malam itu, ternyata mereka bertiga hendak menginap di apartemen Boni. Semula, aku minta diantar pulang saja ketika mereka mengajakku menginap bareng. Tapi, Justin dan Boni malah mendesakku terus, bahkan Justin ngotot membawaku ke apartemen Boni, ia mengendarai mobilnya sama sekali tak menuju arah rumahku. Akhirnya aku pun menyerah juga, lagi pula kupikir toh besok aku mulai syuting agak siangan jadi aku bisa saja kalau menginap di rumah Boni malam ini. Tapi apa yang mereka akan lakukan dengan seorang gigolo di apartemen Boni nantinya, aku tak berani membayangkannya. Yang jelas, malam ini pastilah akan terjadi pertempuran seru di dalam kamar apartemen Boni.

Benar saja, sesampainya di dalam kamar apartemen Boni yang mewah. Boni langsung mengambil empat buah kondom dari laci meja di dekat ranjangnya, ia membagikannya pada kami bertiga.

"Tidak, Bon. Sorry, Aku tak ikut kalian!" kataku saat Boni menyodorkan kondom kepadaku.
Aku mengembalikan kembali kondom itu ke tangan Boni, namun Boni malah mencengkeram tanganku dan memaksaku untuk menerimanya.

"Pakai saja. Kau belum pernah tau nikmatnya kan?" kata Boni sambil nyengir.
Saat itu, betul-betul adalah pergumulan yang sangat berat dalam batinku. Aku pernah bersumpah untuk tak mau melakukannya lagi sejak Om James (=baca artikel: Obsesi sang model) meninggalkanku beberapa tahun silam.

Boni dan Justin memang tak pernah tahu perihal hubunganku dengan om James, yang mereka tahu hanyalah aku seorang model yang sukses, tanpa mengetahui siapa yang ada di balik kesuksesanku dan telah mengangkatku dari jurang kemiskinan ke suatu tempat yang menjadi impian banyak orang. Mereka menyangka kalau aku seorang anak muda yang alim dan tak banyak tingkah seperti mereka, jadi dianggapnya aku tak berpengalaman untuk urusan permainan liar itu. Syukurlah, kalau mereka menganggapku seperti itu. Namun bagiku, seolah-olah aku hidup dalam kemunafikan saja saat itu. Aku ibarat sebuah kuburan yang bercat putih di luar, namun penuh tulang belulang dan kebusukan di dalamnya.

Habis itu, Boni mulai melancarkan aksinya (Baru kuketahui kalau Boni ternyata seorang gay yang hiperseks), Ia menghantar Ryan menuju ranjang asmaranya. Di sanalah, Ryan ditidurkan dalam posisi terlentang dan kemudian Boni mulai mempreteli pakaian Ryan satu per satu sampai pemuda itu hanya mengenakan celana dalam birunya saja. Bagian tubuh yang pertama diserang Boni tentulah sesuatu yang kelihatan menonjol di balik CD yang sangat seksi, yaitu tak lain adalah kontol Ryan yang cukup besar itu. Boni langsung mencaploknya dengan mulutnya dan menghisapnya dari bagian luar celana dalam Ryan. Sesekali lidahnya bermain-main di seputar pusar dan kedua selangkangan Ryan yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang berwarna hitam lebat. Pemuda itu memang tergolong pria berbulu yang seksi.

Sementara itu, aku dan Justin yang duduk di sofa dekat jendela hanya memelototi aksi Boni dan Ryan itu tak berkedip, sebuah tontonan live yang gratis. Justin bahkan menggesek-gesekkan tangannya di kemaluannya, tak puas dari bagian luar, ia pun mulai memasukkan tangannya ke dalam sela-sela celananya. Sempat kulirik sebentar ketika Justin memasukkan tangannya itu, ia sepertinya sangat menikmati permainan solonya itu untuk merangsang libidonya sendiri.

Tapi tiba-tiba diluar dugaan, Justin menggenggam tanganku dan memandunya untuk ikut memegang kemaluannya yang sudah full ereksi saat itu.

"Buka, Dy. Aku horny banget!" pinta Justin agar aku membukakan restsleting celananya.
Dengan agak gugup, aku pun menurut saja. Entah kenapa, aku jadi seperti robot saat itu, mungkin saja karena aku pun sedang terangsang sekali saat itu. Apalagi kulihat, Ryan dan Boni sudah bergulingan di atas ranjang sambil saling melumat satu sama lain tanpa berpakaian lagi, keduanya sudah telanjang bulat!

Aku membantu Justin membuka restsleting celananya dan juga kancing bajunya. Setelah itu kupelorotkan celananya, sehingga ia hanya mengenakan baju yang terbuka dan celana dalam saja. Kemudian tanpa terkontrol lagi, aku langsung mendaratkan ciumanku yang pertama ke bibir Justin yang seksi. Sementara itu, tanganku bergerilya di seputar dadanya dan kemaluannya secara bergantian.

Kuselipkan tanganku ke balik kemejanya dan kemudian kuremas-remas kedua puting susunya, sambil sesekali diiringi remasan-remasan pada bagian pinggang dan sentuhan-sentuhan maut ke seluruh bagian dadanya yang bidang itu. Sementara itu, tanganku yang satu lagi meremas-remas bagian belakang kepala Justin. Kami berdua saling menghisap, saling melumat, saling menggigit dan bermain lidah.

Kurasakan desahan nafas Justin yang membuatku makin terangsang untuk terus menikmati tubuhnya, ia sesekali menggeliat-geliat di atas sofa sambil mendekapku dengan erat. Justin lalu memasukkan tangannya ke dalam celanaku, ia meraba-raba kontolku yang sudah tegang dan basah oleh cairan precum saat itu. Ia lantas meremas-remasnya dengan gemas, sebelum akhirnya ia pun membuka celanaku dan membuatku panthless saat itu.

Setelah usai permainan lumat melumat, Justin berjongkok di depanku dan memulai lumatan yang baru yaitu melumat kontolku. Bagai diburu nafsu yang membara, Justin terus memainkan kontolku di mulutnya, ia menghisapnya keluar masuk dan menjilatinya seolah sedang menikmati es krim cone. Sesekali ia mengocoknya.

"Argh!" desahku ketika rasa nikmat tak kuasa lagi untuk kutahan.

Kurasakan kenikmatan tiada tara ketika kulit pembungkus rudalku bergesekan dengan liang mulut Justin. Apalagi ketika ia membawanya keluar masuk mulutnya. Sampai pada puncaknya ketika cairan kelelakianku mulai menyemprot dan bertumpahan memenuhi mulutnya. Aku langsung lemas saat itu seiring dengan mengendurnya urat-urat pada kontolku.

Sebagai seorang gigolo profesional yang sudah punya jam terbang tinggi, Ryan pun tak kalah liar dibandingkan Boni. Ia mencoba memuaskan pelanggannya itu dengan jurus-jurus mautnya. Dalam keadaan telanjang bulat di atas kasur, Ryan lantas menindih paha Boni sambil memegang secangkir lemon juice di tangannya. Setetes demi setetes, ia menumpahkannya di dada dan perut Boni, dan sesudah itu ia membungkuk dan menjilatinya dari tubuh Boni.

Boni pun terlihat menggelinjang-gelinjang dan mendesis tak kuasa menahan rasa geli bercampur nikmat saat itu. Ryan terus bergerilya di seputar dada dan perut Boni dengan lidahnya. Kemudian, lagi-lagi Ryan menindih tubuh Boni, mereka saling melumat lagi dengan bibir mereka, sementara kontol mereka saling digesek-gesekkan di bagian bawah sana.

Selanjutnya tak banyak yang bisa kuceritakan tentang malam itu, aku tak begitu ingat semuanya. Yang jelas, malam itu aku pun sempat menikmati permainan seorang gigolo, dan itu untuk yang pertama kali dan terakhir bagiku. Jujur saja, aku tak sanggup mengimbangi permainan orang-orang semacam Ryan dan Boni yang kelewat hiperseks. Tapi lain halnya dengan Justin, aku senang bermain dengannya. Karena sejak malam itu, kami masih sering mengulanginya dan menghabiskan waktu bersama.

Justin pun kini menjadi sudah menjadi bf-ku, dan tak ada seorang pun di sekeliling kami yang curiga ketika kami jalan bersama, karena mereka rata-rata sudah tahu kalau kami bersahabat sejak lama. Jadi mereka pikir, kami hanyalah sepasang sahabat karib, yah kuharap tetap seperti itu saja! Karena mau atau tidak, suka atau tidak, orang akan tetap memanggilku "selebritis", jadi aku harus selalu kelihatan tampil baik di depan mata mereka. Hanya saja kalau boleh mengajukan permintaan saat ini, aku hanya ingin minta satu hal saja", jangan panggil aku selebritis!"

Tujuanku mengungkapkan semua ini bukan apa-apa atau untuk mencari sensasi, sebab aku rasa aku sudah tak perlu lagi mencari popularitas dan sensasi karena semuanya sudah kudapatkan dan itu tak ada gunanya bagiku. Tetapi, aku hanya sekedar mau mengingatkan kalian bahwa jika ingin menjadi seorang selebritis, siapkanlah mental yang cukup agar tak sampai terjerumus kepada hal-hal yang seharusnya tak perlu terjadi, sebab kehidupan selebritis tak sekedar bicara tentang popularitas, keglamoran dan kemewahan, melainkan juga berbicara tentang sebuah tantangan yang sangat complicated yang akan membuatmu langsung diperhadapkan pada pilihan: hidup atau mati, digilas atau menggilas, dan lain sebagainya.

*****

Salamku untuk semua teman-teman di seluruh Nusantara, aku mencintai kalian semua. Salam - Andy.

Jadi Anggota CIA

CIA, sebenarnya adalah singkatan dari Cek In Aje. Akronim lelucon yang biasa kusebut, apabila aku bermaksud menyalurkankan hasrat birahi dengan seseorang yang kuinginkan, di sebuah hotel.

Berikut ini adalah beberapa penggalan kisah cek in yang pernah aku lakukan.

Aku terkadang masih sering bertanya sendiri, termasuk dalam kelompok apakah aku ini, dengan kecenderungan ketertarikan berkelamin sesama jenis. Pada beberapa rubrik kesehatan, aku selalu membaca artikel yang mengupas soal itu. Namun, ulasannya biasanya hanya sedikit. Karena itu, tidak dapat memenuhi hasrat keingintahuanku, tentang dunia ganjil yang kugeluti. Sehingga, akhirnya, aku membaca buku berjudul Perawatan Kesehatan Tanpa Rasa Malu, karangan dari Charles Moser, Phd, MD, yang diterjemahkan dari judul aslinya Health Care Without Shame.

Tak sengaja aku menemukan buku tersebut, di rak pamer toko buku Gramedia, pada penghujung tahun 2000-an ini. Satu lagi adalah, buku berjudul Gay: dunia kaum homofil, terbitan Grafiti Press, Jakarta tahun 1987, kuangap sebagai cikal bakal referensi pencarian jati diri.
Kini aku semakin confidence dalam menghadapi hidup di dunia margin. Kusebut demikian, karena dari hasil studi literature, aku menemukan diriku tergolong dalam kelompok yang disebut sebagai bisex.

Aku dapat juga merasakan sensasi kenikmatan berkelamin dengan sesama jenis. Walaupun secara parameter, kuantitas sex intercourse-nya lebih banyak dengan yang lain jenis, namun secara makna dan kualitas, kepuasan lebih banyak kudapatkan dari hasil hubungan yang sejenis. Hal ini, kemudian kuanggap, menjadi keberuntunganku pula, untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya, siapa diriku sebenarnya.

Aku, sebenarnya, lebih beruntung dari mereka, yang benar-benar tidak punya pilihan lain – sebagai aktulisasi diri – tampil sedemikian apa adanya melalui wira laku, wira suara, ataupun wira busananya sehari-hari. Sehingga, hanya dengan sekilas memandang, sudah dapat diketahui orientasi seksual yang bersangkutan. Namun, dalam tatanan pergaulan sosial, tidak jarang fakta itu kemudian diralat atau dibantah oleh yang bersangkutan, apabila hadir dalam komunitas masyarakat hetero, bila perlu dengan menyelenggarakan press confrence.
Untuk alasan menjaga reputasi, kiranya dapat dimengerti dan dimaklumi sikap tersebut, mengingat kebiasaan umum yang masih menabukan soal yang demikian. Itulah kehidupan dunia ganjil, yang diliputi kepalsuan dan kemunafikan. Sayup-sayup dikejauhan kudengar alunan lagu "dunia ini, panggung sandiwara.., ceritanya mudah berubah.."

Buatku, yang mengasyikan dalam berkelamin sejenis adalah, ketika kami sedang bergumul, mencumbu dan mengagumi keindahan anatomi alat kejantanan. Saling menjilat dan menelusuri lekuk tubuh atau menghirup aroma alaminya. Termasuk di dalamnya adalah menerapkan istilah-istilah seperti body contact, blowjob, felatio, rimming, cumshots, maupun anal intercourse yang menjadi definisi operasional dan familiar dalam komunitas masyarakat penggemar seks sejenis.

Bagi pendatang baru, awalnya akan merasakan kecanggungan – lebih tepat malu – dalam berhubungan seks sejenis. Namun, biasanya, perasaan itu berangsur lenyap, manakala nafsu sudah menjalar ke seluruh relung tubuh; dengus nafas yang mulai tidak beraturan dan denyut jantung yang semakin cepat. Pandangan mata pun mulai berubah menuntut suatu penuntasan. Seperti yang terjadi dal kisah berikut ini.

Pada suatu ketika aku, Adam dan Sony – seorang hetero – memutuskan untuk bersantai disuatu karaoke. Kebetulan kami memang senang menyanyi. Karena keesokan harinya libur maka kami memutuskan stay up di salah satu hotel di ibu kota.

Dari Adam, aku tahu kalau Sony gemar minum. Karena itu, sebelum cek in kami mampir dulu ke geray minuman untuk membeli beberapa botol minuman serta makanan kecil.
Di kamar hotel, kami ngobrol biasa sambil minum. Aku membantu meracik minuman juga menyalakan rokok untuk Sony. Kulihat Adam sudah sempoyongan, oleh sebab itu aku membiarkan ia untuk tidur. Sementara, Sony, masih tetap tegar dan asyik bercerita soal pekerjaannya sebagai account officer d salah satu bank di ibukota.
Bau alkohol memancar dari mulut Sony.

Terus terang, aroma itu membuatku terangsang. Sekonyong-konyong aku mendekap tubuh Sony dan segera melumat bibirnya. Awalnya dia tampak terkejut dengan kejadian yang mendadak itu. Aku memang cuma sebentar melumatnya. Hanya kumaksudkan sekadar sebagai shock therapy buatnya. Selanjutnya kami bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Aku takjub dengan daya tahan Sony minum alkohol. Bayangkan, dua setengah botol dry gin murni dihabiskan sendiri. Padahal, di karaoke tadi ia juga sudah minum. Oleh sebab itu, tidak heran, apabila Sony kemudian ng-joprak – muntah-muntah. Wah, terpaksa ku bangunkan Adam dari lelap tidurnya, untuk membantu mengangkat tubuh Sony yang berdimensi 175/70 itu. Kami membersihkan muntahan Sony yang berceceran di karpet. Kemudian memindahkan tubuh Sony yang tergelatak di lantai ke atas dipan. Sony mabuk berat.

Dengan pertolongan Adam, aku membuka kemeja dan celana panjang Sony. Agar dia lebih nyaman berbaringnya. Kemudian, kulihat Sony hanya tinggal mengenakan celana dalam saja. Di atas dipan tergolek sosok jantan Sony, dengan sebuah tonjolan besar membayang dibalik celana dalam yang dipakainya.

Didasari keingintahuan melihat sesuatu yang tersembunyi itu maka aku melepas sekalian celana dalam Sony. Astaga, aku hampir terpekik kaget, menyaksikan bentuk kemaluan Sony yang besar, menyeruak dari gundukan hitam pubic-nya yang lebat. Saat itu, aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak berbuat sesuatu.

Tanpa membuang waktu lagi aku segera menelungkupkan wajah di atas selangkangan Sony. Tercium wangi aroma kejantanan pria yang menebar dari wilayah itu, makin membuat gairahku melambung.

Perlahan kujulurkan lidahku untuk menjilat dan mengulum kemaluan Sony, sambil meremas-remas pubic-nya yang ikal lebat itu. Tak lama kemudian, kemaluannya mulai terlihat meregang dan menampakan bentuknya yang semakin mempesona. Aku menjadi gila dibuatnya. Dengan liar mulut dan lidahku menjelajah seluruh lekuk selangkangan Sony.
Sayup-sayup kudengar Sony mulai melenguh, mendesah serta meracau "..enyak..sshss..ogh..gglek.." seraya memutar goyangkan pinggulnya. Selanjutnya, disela getar dan gelinjang tubuhnya kulihat Sony menekuk lutut kakinya dan sedikit menggangkat bongkahan pantatnya yang gempal itu. Maka lidahku dengan mudahnya menjelajahi lingkar rectum-nya yang terlihat jelas dikelilingi pubic. Cumbuan itu rupanya membuat sensasi tersendiri bagi dirinya.

Pada saat yang sama Adam juga menelungkup di atas badan Sony. Lidahnya bergerilya menyapu seluruh lekuk badan atas dan wajah Sony. Terkadang menghisap dan menggigit puting Sony. Tidak jarang menyapu bagian bawah lengan Sony yang ditumbuhi bulu yang lebat itu. Dengus tiga nafas kami semakin mengaburkan kejelasan ucapan Sony.
Aku melumasi lubang rectum-ku dengan gel vaginal lubricant K-Y, yang kubeli di apotik sebelumnya.

Demikian pula dengan batang dan kepala penis Sony. Aku ingin di-insert olehnya. Adam sedang melumat bibir Sony, seraya meremas kedua dada Sony, ketika aku mengarahkan lubang rectum-ku ke penis Sony yang tegak berdiri itu.
Kemudian, dengan sekali sentakan seluruh batang penis Sony telah tenggelam di dalam cengkraman lubang kenikmatanku. Aku mengalami kenikmatan yang luar biasa saat batang kemaluan Sony terasa melesat menelusuri liang tubuhku.

Dari penuturan Sony sesudahnya, aku mendengar bahwa ia merasakan kehangatan dan sensasi yang hebat, ketika penisnya sedang menjelajah terowongan ass-hole.
Betapa ia merasa ada sesuatu yang memilin, mencengkeram serta menghisap batang dan kepala penisnya. Menimbulkan rasa denyutan dan senut-senut yang aneh namun mengasyikan.

Apalagi ketika kemudian ia memuntahkan erupsi lahar panas asmara yang telah bergejolak di kepala penisnya. Itulah sebabnya, aku tadi sengaja – walaupun berakibat resiko buatku – tidak menggunakan kondom agar Sony dapat merasakan secara langsung sensasi persentuhan organ kelaminnya dengan bagian dalam tubuhku.

Ia tidak marah kepadaku. Bahkan berucap terima kasih telah mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Walau pada kalimat terakhir ia tidak secara tegas mengucapkan hal itu.

Namun, pandangan matanya telah mengatakan lebih dari apa yang ingin ia katakan secara lisan. Body Language. Ya, bahasa tubuh. Sama seperti saat ia menginginkan kembali persetubuhan atau cumbuan itu. Tidak perlu dengan kata atau kalimat. Cara ia menatap dan gerak tubuhnya sudah berbicara ketika ia minta tambah. Aku bisa menangkap bahasa isyarat-nya. Tak lama kemudian kami sudah bergumul kembali. Saling dekap dan pagut memintal hasrat birahi yang menggelora.

Akan halnya dengan Adam, ia sahabat terbaikku. Kami sudah biasa berbagi cinta – three some. Dengan cara demikian, selain melakukan persetubuhan kami juga dapat saling melihat dan merangsang. Menurutku bercinta bertiga lebih memberikan kenikmatan. Sebab kami dapat saling membantu satu sama lain.

Sesudah pergumulan itu, kami tetap berlaku biasa seperti halnya kaum hetero lainnya. Sony memiliki gadis, demikian pula aku dan juga Adam. Semua berjalan wajar.
Percintaan dan persetubuhan sejenis bertalian dengan organ tubuh yang paling rahasia, tentunya hal ini menjadi sangat pribadi sekali. Terkadang kita tidak memperhatikan hal ini hanya karena merasa berasal dari gender yang sama. Sehingga menganggap remeh masalah kebersihan tubuh.

Pengalaman membuktikan, salah satu sebab gagalnya hubungan yang lebih intens karena masalah kebersihan tubuh. Karena itu, yang paling penting adalah senantiasa menjaga sanitasi tubuh agar tetap higienis dan siap saji. Sebab, hanya karena masalah tersebut bisa saja appetite seseorang langsung hilang.

Namun dapat juga terjadi, sikap yang terlalu menjaga image soal kebersihan dan penampilan menjadikan figure kelakian seseorang menjadi hilang.

Seorang lelaki menjadi kelihatan lebih perempuan dari yang perempuan. Sesungguhnya. hal seperti ini, biasanya tidak terlalu disukai oleh penikmat lelaki. Salah satu alasan bercinta dengan sesama lelaki karena mengharapkan sensasi sensualitas seorang lelaki. Bukan perempuan.
Karena itu, bersikap seperti seorang perempuan untuk memikat seorang lelaki, sebenarnya, malah merusak esensi ke-gay-an itu sendiri. Be a man as you are a man. Itu menjadi sebab lelaki yang feminim tidak terlalu suka bercinta dengan yang feminim juga. Hilang sensasi kelakian yang didamba.

Rambut sebaiknya berpotongan rapi dan dijaga jangan sampai bau apek. Telinga agar sering dibersihkan sehingga tidak terlihat kotoran tepi daun atau menggumpal di lubang telinga.

Kebersihan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian. Sehingga tidak menebarkan aroma yang aneh. Bulu ketiak sebaiknya dijaga kebersihannya dan tidak menggunakan pewangi artificial berbau menyengat, yang malah akan semakin membuat aroma tubuh menjadi tidak karuan.
Lebih baik menjaga kebersihan badan dan pakaian daripada menutupinya dengan kamuflase pewangi buatan. Tentu saja, akan lebih baik apabila aroma di luar dan dalam sama wangi dan bersih.

Apabila kemaluan Anda tidak disunat maka glans penis selayaknya sering dicuci. Untuk membuang smegma yang menimbun di lingkar glans tersebut. Demikian pula dengan bulu pubic yang juga menuntut perawatan dan perhatian. Artinya, selalu dikeramas supaya tidak bau karena lembab. Biasakan mencuci scrotum dan rectum sampai bersih dengan sabun. Jika perlu dibilas pula dengan larutan disenfektan semacam dettol. Kaki dijaga kebersihannya agar tidak berbau. Demikian pula dengan kukunya.

Terakhir adalah memberikan perlindungan tubuh dengan pemberian vaksin anti hepatitis B, apabila anda belum memilikinya. Gunakan kondom dan 'selektif' tidak asal mau sama siapa saja. Terlebih apabila anda seorang recipient atau bottom tipe.

Kecenderungan yang terjadi pada komunitas ini adalah berganti-ganti pasangan berkelamin (promiscuity). Itu sah-sah saja. Namun, hendaknya, tidak dilakukan dengan ceroboh. Mengingat akibat akhir yang akan ditanggung nantinya. Misalnya, tertular penyakit kelamin atau kulit. Yang lebih menakutkan adalah terkena HIV.
Disini aku cuma ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan. Tidak pula aku bermaksud menggurui. Utamanya kisah ini ditujukan bagi para pendatang baru komunitas penggemar seks sejenis.

Aku pernah mengalami perasaan dan ketakutan yang sama untuk bertanya kepada orang lain perihal serba-serbi penyimpangan orientasi seks. Biasalah, soal martabat dan kehormatan diri. Apalagi masyarakat luas masih menganggap hal ini sebagai sesuatu yang nyleneh, yang lebih tepat disebut sebagi aib atau cela. Karenanya harus ditutupi. Begitulah, setidaknya, menurutku, masyarakat punya andil dalam membentuk komunitas kita menjadi munafik.

Ada lagi pengalaman lain, dengan Aldi. Aku harus berterima kasih kepadanya. Ketika ia mengingatkanku perihal penyakit kulit yang diindapnya. Mulanya aku tidak tahu, kalau saja ia tidak bercerita soal rasa 'kegatalan' di daerah lipat pahanya. Sehingga ketika aku akan felatio (blow job) kepadanya ia mencegah. "Jangan.. deh aku lagi gatal.." Untungnya aku sempat mendengar ucapannya itu.

Kemudian aku nyalakan lampu yang tadi kupadamkan. Di tengah nyala pendaran lampu kulihat tubuh twiggy Aldi tergolek bugil dengan kemaluannya yang lumayan besar. Glans-nya mengkilat menyeruak dari kulit kulupnya yang tidak di circumcisi. Warna kulit tubuhnya yang putih memberikan kontras yang bagus dengan pubicnya yang berwarna jelaga.

Aku menelungkup lagi ke arah selangkanganya guna melihat lebih dekat. Kulihat ada lesi kulit primer berupa lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dan berkelompok – istilah medisnya adalah vesikel – yang ada di sekitar pangkal batang penisnya. Bagi Aldi, rasanya gatal dan panas seperti terbakar.

Dari literature, aku menjadi tahu kalau itu adalah penyakit herpes simpleks, yang dapat juga ditularkan oleh kontak orogenital. Menurutku, kondisi tubuh Aldi saat itu tidak layak untuk suatu hubungan badan.
Karenanya aku membatalkan sepihak. Untungnya, Aldi menyetujui juga. Untuk hal ini, aku berhutang budi pada Aldi yang telah menyelamatkanku dari tertular penyakit herpes-nya itu. Malam itu, akhirnya kami tidak melakukan apa-apa.

Sesudah kencan yang gagal – tapi malah aku syukuri – itu aku meng-copy-kan literature soal penyakit tersebut serta memberikan saran pencegahan dan penyembuhan – termasuk obat untuk penyembuhannya. Puji tuhan, penyakitnya sekarang sudah sembuh dan Aldi sudah sehat kembali.

Lain lagi kisahku dengan Juan, juga seorang hetero. Selain mengundangnya ke rumahku aku bersama Adam juga biasa melakukan kencan dengannya di hotel. Memang dari segi biaya menjadi high cost. Namun kemahalan itu menjadi impas apabila dibandingkan dengan privacy yang didapat.

Bagaimanapun aku harus melindungi juga nama baik dan kehormatan Juan di mata rekan gaulnya. Bahwa ia tetap seorang yang dikenal badung, cuek dan jauh dari kesan anak mami seperti kebanyakan streotype penikmat seks sejenis yang aku temui.

Kami sama-sama punya kebutuhan menyalurkan hasrat seks yang menggebu. Semacam hubungan simbiosis mutualisma, itulah yang menjadi komitmen awal dari perhubungan ini.
Juan langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur, begitu kami chek-in di sebuah hotel. Ketika aku dan Adam membukakan pakaian dan celananya ia tetap bersikap kooperatif. Sehingga kami tidak mengalami kesulitan yang berarti.

Benar saja, ketika celana dalamnya kulepaskan nampak kemaluannya sudah menegang keras seolah hendak mengatakan say hello kepadaku. Aku menjilat glans-nya yang sudah merah mengkilat itu. Juan tersenyum. Wouw, pandangannya sangat mengundang.

Aku segera bangkit dan melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku, demikian pula Adam, sehingga Juan dan kami menjadi sama-sama bugil. Tapi kami tidak ingin segera main meskipun kami tahu Juan sudah menginginkannya.

Dia berbaring terlentang dengan menyilangkan kedua tangannya dibelakang kepalanya. Sangat seksi penampakannya dalam posisi seperti itu. Kulit tubuhnya yang putih bersih – tipikal kulit etnis seberang – di warnai dengan aplikasi warna hitam bulu ketiak yang tumbuh lebat bagaikan genggaman sapu ijuk serta deretan bulu pubic yang menjalar dari bawah pusar memenuhi episentrum di pangkal pahanya. Amazing.

Terus terang, aku paling suka sekali menghirup aroma bulu ketiak. Buatku aroma ketiak Juan begitu dahsyat sehingga mampu membakar hormon testoteron-ku.
Kehebatan Juan adalah ia tidak memerlukan pewangi artificial yang malah akan membuat diriku mual. Beruntung sekali, aroma tubuh Juan termasuk 'sopan' sehinga tidak perlu di-kamuflase dengan sapuan pewangi tubuh. Akupun menjadi bebas menjelajah tanpa takut terkena alergi kontaminasi parfum dan sejenisnya.
Aku harus berterima kasih kepada Adam, yang banyak membantuku dalam segala hal. Termasuk dalam urusan bercinta. Tanpa dia, aku kewalahan untuk menyelesaikan percumbuan itu.

Harus diakui, Adam adalah pemain cinta yang hebat. Pada dirinya tergabung totalitas, kekuatan dan strategi bercinta. Dengan Adam, aku dapat bebas melakukan three some, saling bahu membahu, membuat patner seks kami mencapai kepuasan persetubuhan sejenis.

Coba deh, kebayang gak sih, nikmatnya, apabila kamu dicumbui oleh dua atau tiga orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Pada saat puting susumu dihisap-hisap, penismu juga merasakan sedotan cinta yang sama, dan asshole-mu di-insert atau di-rimming.

Semua memberikan efek denyutan birahi yang tidak akan dapat dilukiskan dengan kata-kata, kecuali mempersilahkanmu untuk membuktikannya sendiri.
Sony, Aldi, maupun Juan, hanyalah sekian dari beberapa nama dari mereka yang pernah berpetualang cinta dengan kami. Sampai saat ini dan seterusnya pun Anda tidak akan pernah tahu siapa sesungguhnya mereka.

Seperti itu pula kami akan melindungi privacy Anda apabila bercinta dengan kami. Begitulah kode etik yang kami jalankan. So, bercinta sejenis, siapa takut? Anda berani menerima tantangan?

Impian Duda Gay

Malam ini aku benar-benar tersiksa dengan hasratku yang semakin menggebu. Aku mulai mempreteli pakaianku sendiri lalu telentang di atas tempat tidurku dengan membentangkan kedua tanganku, sehingga milikku yang 14 cm bisa bergerak bebas. Aku memejamkan mata sambil perlahan mendesis-desis menyebutkan sebuah nama, Yusuf. Sudah lama aku berpisah dari dia. Why? Aku sendiri tidak tahu pasti, hanya saja dari gosip yang kudengar kabarnya dia mengejar-ngejar khayalannya untuk mendapatkan cowok yang tidak disunat alias uncut alias masih punya kulup atau apa lagi sebutannya. I don't care. Yang jelas aku sudah menjadi duda dari priaku sendiri dan malam ini aku sendirian dengan hasratku yang kian memuncak ingin mendapatkan kehangatan dari seorang lelaki. Oh, Mas Yusuf, look at me honey. Aku merindukanmu, mas. Dan biasanya dengan keadaan begini aku baru bisa tertidur setelah mengocoknya dan memuntahkan lavanya yang tidak senikmat di saat memadu kasih berdua dulu.

Pagi itu aku baru bangun jam tujuh. Untung hari Minggu. Rumah kontrakan yang kutempati agak terpencil dari rumah sekitarnya. Dengan masih telanjang bulat, aku dengan malas bangkit berdiri menghampiri remote TV, menyalakan siaran berita yang sudah hampir berakhir. Ya, aku terbiasa di rumah dengan hanya memakai celana dalam atau celana pendek saja. Itu karena hasratku yang sangat tinggi. Bahkan aku masih punya harapan jika saja tiba-tiba ada maling masuk atau orang kesasar sekalian saja aku akan mengajaknya untuk melakukan sex. Gila memang. Dan bayangan Yusuf selalu hadir di setiap sudut rumahku yang dipenuhi dengan foto-fotonya dan fotoku.

Aku menyalakan kompor gas, memanaskan air untuk minum. Lalu dengan malas aku berbaring lagi di atas tempat tidur. Remote TV kupencet-pencet terus tanpa tahu mana yang akan kutonton. Hampir semua stasiun TV menghadirkan kartun anak-anak. Uh.. Mas Yusuf. Sampai kapan aku harus dibayang-bayangi cintamu, mas. Aku ingin mencintai orang lain lagi. Aku meraih pena lalu kutuliskan di atas selembar kertas HVS. When will I feel your dick in my ass again? Kembali aku melamun menikmati siaran TV. Tanpa peduli dinginnya pagi, aku masih tetap telanjang di atas kasur. Lalu aku berbalik menatap langit-langit kamar yang bercat putih.

"Kring.." dering telepon membuyarkan lamunanku. Aku meraihnya.
"Siapa?" tanyaku dengan malas.
"Hai, Man. Kamu lagi ngapain sih? Baru bangun, ya?" suara di seberang terdengar sambil ketawa-ketawa.
"What's so funny? Cengengesan saja. Siapa nih?" aku mengomel.
"Aduh, masa lupa Man. Aku Bambang."
"Oh, Pak. Maaf. Dikirain siapa. Maaf sekali, Pak. Ada apa telpon pagi-pagi sekali." aku merubah posisi duduk di atas tempat tidur.
"Ngga papa kok. Pagi ini aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Ada acara ngga?"
"Jalan-jalan..," aku berpikir sebentar, "Jam berapa, Pak?"
"Sekarang."
"Sekarang? Aduh, bagaimana nih Pak. Aku.. aku.."
"Ok, begini saja, sampai kapan aku harus menunggu di depan pintu rumah kamu?"
"Oh my god!" aku berteriak, "Sebentar, Pak."

Tanpa berpikir panjang, aku membanting gagang telepon. Lalu meraih handuk yang menggantung di paku, lalu melilitkannya di tubuhku sekenanya. Bergegas aku menghampiri pintu depan.
"Maaf, Pak. Masuk. Kenapa tidak ketuk pintu saja?"
Aku mempersilakan Pak Bambang duduk. Dia hanya tersenyum sambil menghampiri kursi depan. Dengan santai dia menatapku yang masih memegang gagang pintu dan bertelanjang dada.
"Kamu sedang apa, Man?" tanyanya sambil tetap mengumbar senyum.
"Euh.. maaf."
Aku baru sadar menutupkan pintu dan duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Pak Bambang. Dia itu sebenarnya tetanggaku yang tinggalnya beberapa rumah dari sini dan bekerja di sebuah BUMN. Dia kebetulan masih membujang di usianya yang hampir mencapai 40. Tanpa sadar aku duduk dengan membuka kakiku agak lebar sehingga dengan jelas dia bisa menyaksikan burung kecilku bernyanyi di pagi itu.

"Euu.. kamu.. sedang mandi, kan?" dia bertanya gugup sambil sesekali melirik ke arah burungku tadi, tetapi aku tidak memperhatikannya.
"Tidak. Sedang nonton TV, Pak."
"Eu.. lalu.. ah, tidak. Lupakan, ya."
Matanya kini tidak bisa memalingkan lagi dengan tatapannya yang terpaku pada burungku itu. Aku baru sadar. Tetapi dengan cepat, hadir pikiran jelekku. Aku ingin memperlihatkannya. Maka dengan perlahan burung di dalam handukku itu mulai mengeras dan mengacung-acung. Aku memerhatikan reaksinya.

"Pak. Mau ajak saya jalan-jalan kemana sih?"
Aku kini membuka lebih lebar lagi kakiku.
"Anu.. aku.. sa.. aduh.. kenapa sih?"
Dalam hati aku tertawa geli. Pak Bambang tampak menahan air liurnya. Tetapi tiba-tiba dia berdiri dan menghampiriku, lalu duduk di sampingku.
"Kau.. tolong buka handukmu."
Hah! Pak Bambang menyuruhku membukanya? Aku menatapnya lekat tidak percaya. Dia membalas menatapku, tetapi kemudian dia justru menjambak handukku dan mencampakkannya di atas lantai hingga aku kini aku telanjang kembali. Walau kaget, tetapi aku justru mempertontonkan batang kelaminku yang kata Mas Yusuf sangat indah.

"Oh.."
Dia merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya meraih batang kemaluanku sementara kaki kanannya menyilangkannya di atas kakiku. Aku kini benar-benar dalam kendalinya. Bau harum minyak wangi sepertinya membiusku untuk terus melayani dia.
Tiba-tiba, "Pak!" tanganku menahan tangannya yang hendak meraih batangku.
"Apa maksud semua ini?" aku menatapnya.
"Aku ingin menikmatinya, Man."
Tegukan air liurnya jelas terlihat.
"Maaf, Pak. Aku tidak mau melakukannya jika bukan karena cinta."
Aku berlagak menjual mahal. Padahal aku tahu sendiri kalau selama ini punya angan-angan cowok sejahat apapun kuperbolehkan menikmati tubuhku akibat rasa kesepian yang berkepanjangan.
"Kau tahu maksudku mengajakmu jalan-jalan?"
Aku menggeleng. Dia mendekatkan wajahnya di wajahku.
"Aku ingin mengatakan sesuatu. Aku.. mencintaimu sudah lama, Man."
Aku sekarang jadi tertunduk. Harus kukatakan apa lagi?

"Gimana, Man? Please. Aku sangat tergila-gila sama kamu."
Aku kembali mengingat-ingat usaha-usaha pendekatan dia kepadaku selama ini. Mengapa dia selalu mentraktirku makan siang saat jam istirahat. Kebetulan memang kantorku bersebelahan langsung dengan kantornya. Dia juga sering mengajak jalan bersama sekedar nonton atau shoping atau juga menikmati kesenangannya seperti aku main games di Matahari. Aku tersenyum. Lalu menatapnya penuh arti. Dia terlihat memasang wajah yang membuatku menjadi iba. Tanganku meraba selangkangannya yang rupanya sudah menegang dari tadi.

"Pak Bambang mencintaiku?"
Dia mengangguk. Tanpa diminta aku mendaratkan ciuman manisku di bibirnya. Dia hampir berteriak girang lalu merangkulku dan memelukku erat.
"Makasih, Man. Aku sudah mendambakan seperti ini tapi selalu gagal. Dan satu, aku belum pernah melakukan sex dengan siapa pun."
Aku tidak menghiraukan omongannya yang jelas aku menikmati pelukannya yang selalu kukhayalkan dan kudambakan.
"Wuing.." bunyi teko air di atas kompor gasku.
"Aduh, Pak. Aku sedang masak air. Sebentar, aku buatkan kopi dulu, ya!"
Dengan malas dia melepaskan pelukannya dan berkata, "Ya, ok. Tapi ngga usah kopinya."

Aku bangkit menghampiri handukku, tetapi setelah kupegang, aku memutuskan untuk telanjang saja pergi ke dapur mematikan kompor. Aku membuatkan segelas kopi dan membawakan makanan ringan yang selalu tersedia di rumahku. Oh, my god. Aku terbelalak menyaksikan Pak Bambang yang sudah telanjang bulat menghampiri pintu dan menguncinya. Saat dia berbalik aku semakin terbelalak menyaksikan indahnya tubuhnya. Untung saja kopi tidak sampai jatuh. Aku menaruhnya di atas meja. Tiba-tiba dia menerkamku seperti orang kehausan seks.
"Man. Lebih baik suguhi aku dengan cintamu."
Dia memelukku sambil berdiri. Tanpa dikomando lagi aku langsung menyambar bibirnya yang dihiasi kumis lebat di atasnya. Aku memagutnya dengan rakus begitu juga Pak Bambang. Tetapi gerakan dia terkesan dipaksakan dan aku mengerti untuk ukuran intensitas sexnya yang masih nihil. Dia kembali menjelajahi tubuhku dengan tangannya yang jahil. Wangi harum tubuhnya membuatku semakin terangsang dengan hebat. Dengan napas terengah-engah, dia memandangku sayu penuh kenikmatan.

"Man, tidur yuk?" pintanya sambil menatap manja.
"Gendong dong, Mas." jawabku.
Aku mulai berani memanggilnya Mas, yang terkesan mesra sekali. Sekali rengkuh, aku dibopongnya menghampiri tempat tidurku yang masih acak-acakan dan TV masih menghadirkan kartun anak. Dia mematikannya.
"Semalam habis ngapain, sayang?" tanyanya.
Dia mulai menindihku. Tanganku meraih bidang dadanya lalu mengusap-usap seluruh dada dan perutnya.
"Aku semalam tidur telanjang, Mas. Ingin digagahi." ujarku dengan jujur.
Dia tersenyum. Lalu menekankan senjata kejantanannya yang berukuran raksasa dan aku sangat menyukainya. Perlahan tubuhku bergerak menikmati tekanan senjatanya yang terasa nikmat.

"Man. Walau belum pernah melakukan tapi aku sering nonton film porno gay. Boleh aku lakukan sama kamu?" pintanya sambil menatapku dengan mimik wajah memohon.
Aku menganggukkan kepala sambil membenamkan wajahku di dadanya yang tercium harum sekali. Perlahan dia bangkit. Lalu mulai menciumi tubuhku sementara tangannya menjalari bagian tubuhku yang paling sensitif. Setelah puas, dia menghampiri bibirku. Kembali dia melumatnya dengan rakus. Tetapi saat itu tanganku sudah tidak tahan untuk meraih senjata ampuhnya yang selalu kuidamkan. Saat itu, dia melirik ke arah telpon yang disampingnya terdapat kertas HVS dengan tulisan yang cukup besar. When will I feel your dick in my ass again?
"Kamu mau sekarang, sayang?" dia membisikkannya.
Aku menatapnya tidak mengerti. Dia meraih kertas itu, dan kemudian baru aku tersenyum.
"Nanti saja, Mas. Aku masih ingin digagahi."

Dia kini mendekatkan kejantanannya di mulutku. Aku dengan sigap meraihnya lalu melahapnya. Cukup repot juga, batang kelamin yang berukuran sebesar itu kumasukkan hingga terasa susah sekali bernapas. Tanganku juga sibuk mulai mengocok kelaminku sendiri. Dia melenguh panjang menari-nari begitu erotis. Lama aku mengemut dan menyedot-nyedot senjatanya hingga aku merasa puas dan mulai mendorong tubuhnya. Aku bangkit berdiri dan mendorong dia rebah di atas tempat tidurku. Aku mengangkangi senjata besarnya yang tegak berdiri dan mulai membuka kakiku supaya batang kelaminnya bisa masuk di anusku. Dengan cepat aku meraih Citra lotion dan kulumuri barangnya, begitu juga pintu anusku. Lalu perlahan aku mengarahkan batang kejantanannya ke anusku.

"Oh.. " aku melenguh saat batangnya mulai memasuki anusku yang sudah tidak perawan lagi.
Ternyata tidak mampu begitu saja melancarkan senjata ampuhnya untuk masuk, bahkan terasa sakit. Perlahan lagi dan lagi hingga kini setengahnya yang masuk. Pak Bambang memegangi tubuhku supaya tidak limbung. Aku berhenti sebentar untuk menikmati kehadiran batang kejantanannya di anusku. Oh, indah sekali. Kembali aku menekan pantatku turun hingga mempunyai inisiatif untuk menekannya sekaligus.
"Awww.. uh.. oh.." aku menjerit saat senjatanya sudah masuk semua hingga ujung pangkalnya.
Besar juga sehingga terasa sesak anusku. Tanganku menjelajahi dadanya yang bidang dan pantatku mulai kugerakan naik turun perlahan.
"Ah.. indah. Nikmat sayang. Terus.." dia meracau.
Aku mulai mempercepat goyanganku hingga naikku agak tinggi.

"Uhh.." aku kembali melenguh lagi menikmati kenikmatan yang tiada tara yang belum pernah kudapatkan bahkan dari Yusuf sekalipun.
Tiba-tiba kedua tangan Pak Bambang memegangi pantatku lalu menaik-turunkan pantatku itu hingga terasa kenikmatan itu sampai ke ubun-ubun. Kelaminku yang sudah sangat tegang menikmati nikmatnya cinta. Pak Bambang mulai terasa berdenyut-denyut dan aku tahu saat itulah aku akan mencapai puncak kenikmatan. Seiring dengan semakin cepatnya gerakan yang dibuat tangan Pak Bambang begitu pula kelaminku semakin terkonsentrasi untuk ejakulasi.

Hingga akhirnya, "Ahh Bapak.. Mas.. Bambang.. Oh.."
Aku merebahkan tubuhku ke belakang saat semburan demi semburan bermuntahan di atas tubuh Pak Bambang hingga kulihat ada yang sampai rambutnya. Rupanya Pak Bambang tahu kalau saat itu aku tidak bisa berada di atas lagi karena tidak kuat lagi, maka dengan tidak mencabutnya dari anusku, dia merubah posisi menelantangkan tubuhku di atas tempat tidur, sementara dia menggoyang pinggulnya maju mundur dengan merentangkan kedua kakiku. Goyangannya semakin cepat sambil meracau.

"Fuck harder.. fuck.. oohh.."
Dia semakin bersemangat saat melihat usahaku untuk menggoyangkan pantat dan tersenyum melihatnya. Sambil melakukan gerakan maju mundur yang semakin cepat dia membisikkan sesuatu, "Man. Aku keluarin di dalam atau di luar?"
"Di dalam saja, Mas. Aku ingin merasakannya."
"Ok. Here you go.."
Dia memompanya semakin keras. Dan saat itu aku merasakan keringat tubuhnya sudah membanjiri tubuhnya. Dengan terengah-engah, di goyangan-goyangan akhir, dia menyeringai sambil menekankan pantatnya dalam-dalam ke dalam anusku.
"Aahh.. Hilman.. oohh.. sayangku." dia berteriak sangat keras.
Aku merasakan dan menikmati semburan kenikmatan yang dimuntahkan di dalam anusku. Terasa sangat banyak dan mungkin saja akan meluap hingga keluar.

"Ohh.. oh.. oh.." desahnya.
Terengah-engah dia mengangkangi tubuhku. Bergetar tangannya menahan berat tubuhnya supaya tidak menindihku. Tetapi aku justru menariknya, hingga kini sangat rapat dan memang berat dengan batang kejantanannya masih di dalam anusku. Aku menikmatinya dan terasa lengketnya air mani yang kusemburkan tadi di tubuhnya kini juga menghiasi tubuhku.

Lama aku dan dia menikmatinya hingga dia akhirnya menggulingkan tubuhnya di sampingku tanpa melepaskan senjata cintanya dari anusku. Aku yang melarangnya. Dia mendekapku erat. Lalu mebisikkan kata-kata cinta.
"Hilman. Pengalaman terindahku dan pertama yang pernah kunikmati. Aku dulu hanya bisa mengocok atau sama bantal guling sambil nonton film gay. Thanks ya."
Dia mengecupku mesra. Aku memeluknya.
"Mas Bambang. Sebenarnya aku masih trauma setelah putus sama pacarku dulu. Aku takut Mas Bambang akan meninggalkanku sama halnya dengan dia."
"Jangan berpikir begitu sayang. Aku tidak seperti itu. Kau tahu aku kenapa belum juga kawin? Atau aku tidak melakukan dengan cowok mana saja? Karena aku justru mencari orang yang benar-benar sesuai dengan kemauanku. Kau buktinya. I love you, honey."

Aku semakin mempererat pelukanku. Sementara batang kemaluan dia yang sudah mengecil kembali terasa lepas dari anusku. Ada semacam kekosongan kini yang tadi terisi dengan barang ampuhnya. Dan saat itu aku membisikkan untuk menikmati babak kedua yang ingin kunikmati lebih seru dari tadi. Aku memutuskan untuk memesan Pizza saja sebagai makan siang daripada harus keluar dari ruang tidurku. Hari itu, aku dan Pak Bambang melakukan sex hingga empat kali sampai tengah malam. Seperti makan siang, makan malam pun kita pesan yang sama. Pizza.

Sejak saat itu setiap hari kita melakukan sex dengan keinginan masing-masing yang menggebu. Aku sangat mencintai Pak Bambang. Dan kini bayangan Yusuf yang mencari cowok belum disunat mulai hilang. Aku tidak mau tahu lagi, apa dia kini sudah mendapatkannya atau belum. I don't care.

I Have a Dream

Malam kian larut ketika kurebahkan tubuhku di tengah peraduan malam. Perlahan kurasakan kegelapan menyelimuti sekelilingku tatkala kedua kelopak mataku terpejam. Kubiarkan anganku melayang, mengembara menembus batas antara dunia nyata dengan dunia maya. Pikiranku menerawang menembus lorong waktu yang berjalan perlahan namun penuh kepastian.

Kurasakan hawa dingin merasuk ke sumsum tulangku ketika kudengar daun-daun bambu bergesek. Iramanya mengalun perlahan menyenandungkan symphoni yang menggugah kalbu. Anganku terus mengembara tanpa arah tujuan. Akhirnya anganku berlabuh pada sebuah lukisan wajah. Kusunggingkan seulas senyum manis menatap lukisan itu. Wajah seseorang yang sudah lama menghias relung-relung kalbuku. Goresan wajah yang selalu hadir dalam kesendirianku. Guratan wajah yang selalu kucumbu dalam khayalku.

Hatiku seolah teriris pedih ketika kulihat samar-samar ada sebuah tangan yang merengkuh lukisan itu. Aku hanya dapat mendesah menahan sejuta rasa kecewa. Mataku menerawang jauh menatap kepergiannya. Apakah ini berarti aku akan kehilangan ia untuk selama-lamanya?

Perlahan-lahan kubuka mataku. Kutatap langit-langit kamarku. Gelap. Kulihat sekelilingku. Pekat. Kulangkahkan kakiku menuju tempat yang belum pernah kukenal sebelumnya. Sebuah belantara yang maha luas nan sunyi yang tak berujung pangkal. Aku terus melangkah.

Tiba-tiba kesunyian terasa menghantui setiap langkahku. Kurasakan bulu kudukku berdiri. Kian lama kurasakan kakiku berat untuk melangkah. Semakin kupaksa semakin kakiku menolaknya. Langkahku pun tiba-tiba terasa semakin tersendat dan akhirnya kakiku terasa lemas. Kutatap rembulan yang bersinar dengan terang benderang. Kupasrahkan diriku dengan apa yang akan terjadi padaku. Ketakutanku mulai sirna ketika mataku menatap sebuah lapangan rumput yang luas membentang di hadapanku. Aku terkesima dan terpana.

Tampak olehku sebuah lautan rumput nan menghijau terhampar luas bak permadani tebal. Kutegakkan tubuhku dan kulemparkan pandangan ke sekelilingku. Aku takjub tiada terkira. Luar biasa. Aku coba untuk menapaki lautan hijau yang luas membentang. Kembali aku melangkah menyusuri malam. Langkahku mendadak terhenti ketika kudengar derap langkah kuda mendekatiku. Kupasang telingaku baik-baik dan kudengar langkah kuda kian mendekatiku. Semakin lama semakin jelas kedengaran.

Tak lama kemudian di depanku nampak kokoh berdiri seekor kuda jantan berwarna putih yang perkasa. Kuamati kuda itu dengan seksama dan akhirnya pandangan mataku tertuju pada si penunggang kuda. Kuamati ia dari kaki ke tubuhnya sampai akhirnya mendarat di wajahnya. Seorang pemuda tampan yang wajahnya sudah sangat kukenal. Sebuah wajah yang mulanya hanya berupa lukisan. Kulihat ia melemparkan seulas senyum yang manis. Aku pun terhanyut oleh senyumannya yang khas itu. Kuberi ia seulas senyum termanisku. Kutatap lekat-lekat matanya yang tajam menatap ke arahku.

Perlahan-lahan ia turun dari atas kudanya dan berjalan menambatkan kudanya. Aku berdiri terpana menyaksikan kehadirannya. Kudengar rumput bergesek ketika ia melangkah mendekatiku. Sinar bulan memancar dengan terangnya menerpa wajahnya yang sangat tampan. Kutatap wajahnya dan pandanganku tertuju pada bagian atas bibir dan bagian dagunya yang berwarna kebiruan karena bekas dicukur. Aku hanya dapat menelan ludah ketika ia dengan gagahnya menghampiriku. Dengan serta merta aku menyongsong kehadirannya. Sepertinya ia pun sangat merindukanku seperti aku merindukannya.

Kupeluk erat lehernya untuk mengungkapkan rasa rinduku, dan ia pun memeluk pinggangku dengan eratnya pula. Kutengadahkan kepalaku dan kulihat ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tanpa menunggu komando, bibirku dan bibirnya pun bertemu. Aku dan ia kemudian saling pagut. Kubiarkan bibirku dilumat habis olehnya. Kurasakan geli campur nikmat luar biasa ketika bekas cukuran kumis dan dagunya menyentuh bibir dan daguku. Aku pun akhirnya tidak tinggal diam. Kulumat bibirnya dengan rakus sambil kusedot-sedot lidahnya dalam rongga mulutku. Kurasakan ada sesuatu yang menyodok-nyodok penisku yang sudah mengejang. Kami terus berpagut sambil sesekali ia menepuk-nepuk dan mengelus-elus pantatku.

Setelah merasa puas melumat bibirku, ia melepaskan pagutannya. Sambil berpelukan mesra aku dan ia pun melangkah. Aku terus melangkah mengikuti irama langkahnya sambil menyandarkan kepalaku ke bahunya yang sangat kokoh. Ketika sampai di tempat yang landai, ia menghempaskan tubuhnya yang gempal di atas hamparan rumput yang agak basah oleh embun. Ia pun tiduran sambil telentang, aku pun lalu merebahkan tubuhku di sisinya. Kusandarkan kepalaku di atas dadanya yang bidang. Berdua, kami terhanyut dalam romantika malam. Sukmaku terasa melayang saat mataku menerawang menatap langit sambil menghitung bintang. Kutatap wajahnya yang bersih tersiram cahaya rembulan.

Kubelai pipinya dengan mesra dan ia pun membelai rambutku dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba kurasakan harum nafasnya serasa menerpa wajahku. Kupejamkan mataku dan kurasakan bibirku tersentuh oleh bibirnya. Dilumatnya bibirku dan dimainkannya lidahnya di rongga mulutku. Kubuka mataku dan kuatur posisiku sehingga aku menindihnya. Sambil terus berpagut, tangannya memeluk erat pingganggku. Aku pun memeluk lehernya dengan erat pula.

Kami terus berpagut sambil berguling-gulingan di tengah lapangan yang bermandikan cahaya bulan. Kami terus berguling-gulingan sambil tangannya sibuk hendak melepas kaosku. Akhirnya ia berhasil melepas kaosku hingga aku 1/2 telanjang sekarang. Aku pun tak mau kalah, dan akhirnya aku berhasil melepas kaos yang menempel di tubuhnya.

Ia melepaskan pagutannya ketika kurasakan ada beban berat menindihku. Ia menindihku dalam keadaan 1/2 telanjang. Bulu kudukku berdiri ketika bibirnya menyentuh daun telingaku dan kurasakan penisnya keras menekan penisku. Ia terus mencium dan menjilat daun telingaku dengan nafsu yang berkobar. Nafsuku pun kian menggelegak. Bulu kudukku kian tegak berdiri ketika ia memindahkan sasarannya ke arah leherku. Aku hanya menggelinjang sambil mendesah perlahan.

Oughh.. ia terus mengecup leherku sambil sesekali menjilatinya. Bibirnya kian ganas ketika ia mulai menjilat dan menghisap kedua putingku secara bergantian. Aku hanya dapat menggelinjang-gelinjang menahan sejuta hasrat, sambil kedua tanganku mengelus-elus punggungnya yang basah oleh embun. Nafsuku kian menggelora dan tampaknya ia pun mengalami hal yang sama.

Bibirnya kian nakal dan nafsunya kian menggelegak ketika ia mengecup dan menjilati setiap titik tubuhku. Setelah puas, ia pun mendaratkan bibirnya di atas pusarku. Ia terus menjilati pusarku dengan sangat bernafsu sambil mempermainkan bulu-bulu halus yang tumbuh di daerah pusarku, sedangkan tangannya sibuk hendak melepas kancing celanaku.

Tak lama kemudian celanaku lepas, sehingga aku hanya tinggal memakai celana dalam saja. Dengan nafsu yang kian berkobar ia mulai menjilati celana dalamku. Kurasakan penisku kian menegang, sehingga kepalanya sedikit mengintip dari balik celana dalamku. Semakin lama tonjolan di celana dalamku kian besar saja. Ia mulai mengelus-elus penisku sambil bibirnya mendarat di pahaku. Aku hanya dapat menggelinjang menahan nikmat.

Akhirnya ia pun melepas celana dalamku, sehingga aku telanjang bulat. Dengan serta merta ia mengambil posisi jongkok dan menaikkan kedua kakiku ke atas pundaknya yang kokoh. Kurasakan asshole-ku dijilati olehnya. Lidahnya nakal menjilati asshole-ku. Ia terus menggelitik asshole-ku dengan lidahnya. Aku mengerang sambil kedua tanganku berpegangan erat pada rumput yang tumbuh di sana. Ia semakin liar menjilati asshole-ku dan kadang kala menggigit bulu-bulu lembut yang menghiasi asshole-ku dengan mesra. Akhirnya ia berhenti menjilati asshole-ku dan kulihat ia membasahi jari-jari tangannya dengan ludahnya dan kemudian kurasakan ada sesuatu yang menusuk-nusuk asshole-ku.

Aku merintih kesakitan. Lama barulah jarinya dapat masuk ke asshole-ku, kemudian dengan gerakan ritmis ia mulai memaju-mundurkan jarinya. Aku merasakan sakit tetapi juga nikmat luar biasa. Aku hanya dapat merintih dan menggelinjang. Lama kelamaan rasa sakit itupun berubah menjadi nikmat. Ia terus menggerak-gerakkan jarinya sambil sesekali menjilat buah zakarku yang berbulu. Kurasakan ia mengulum buah zakarku sambil tangannya bergerak-gerak di asshole-ku. Semakin lama semakin cepat ia menusuk-nusuk asshole-ku dan semakin kuat ia mengulum dan menyedot buah zakarku. Aku hanya dapat meringis.

Ia kemudian mengeluarkan jarinya sambil menurunkan kakiku dari pundaknya. Akhirnya ia pun meraih batang kejantananku yang kian mengeras. Perlahan dikocoknya penisku. Kurasakan lidahnya mulai menjilati kepala penisku yang membesar dan mengkilat. Tak lama kemudian kepala penisku sudah masuk semuanya ke rongga mulutnya. Ia terus mengocok sementara mulutnya sibuk mengenyot dan menyedot penisku. Perlahan ia mengocoknya, sementara tangan kirinya mengelus-elus buah zakarku. Ia terus mengenyot.. menyedot.. mengocok dan mengelus. Aku kian meronta dan menggelinjang sambil tanganku meremas-remas rambutnya yang hitam tebal.

Kulihat ia memutar posisi tubuhnya sehingga membentuk posisi 69. Ia terus mengocok.. mengulum dan menyedot-nyedot penisku. Sementara aku sibuk membuka kancing celana jeans-nya dan akhirnya aku pun berhasil memelorotkan celananya. Serta merta aku memelorotkan celana dalamnya, sehingga tampaklah olehku penisnya yang beukuran besar dengan rambut yang lebat menggantung tepat di wajahku.

Serta merta aku meraih batang kejantanannya dan kukocok perlahan dan kumasukkan ke mulutku. Mulutku terasa penuh. Aku terus mengocok perlahan sambil tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang padat. Akhirnya jari kiriku menemukan asshole-nya. Jari kiriku mulai keluar masuk asshole-nya sementara ia menggoyang-goyangkan pantatnya dengan teratur. Aku terus mengocok dan mengenyot penisnya.

Kurasakan penisku berdenyut-denyut dan otot pahaku mengejang. Akhirnya, crett.. crett.. crett.. Spermaku tumpah ruah di mulutnya. Ia terus mengulum penisku sambil terus mengocoknya perlahan-lahan. Aku pun melenguh panjang, "Oughh yess..!"

Kemudian dilepaskannya kenyotannya dan perlahan-lahan dijilatinya kepala penisku yang berlumuran sperma. Hangat dan anyir. Setelah bersih, ia pun berguling, sehingga sekarang aku yang menindih tubuhnya yang perkasa. Aku terus mengocoknya dan aku mulai menjilati bulu-bulu lebat yang tumbuh di atas penisnya. Kemudian aku menjilati batang penisnya yang besar berurat dan akhirnya kepala penisnya yang merah dan membesar masuk ke dalam mulutku dengan sukses.

Kupercepat kocokanku dan kuperkuat sedotan dan kenyotanku ketika kurasakan penisnya berdenyut-denyut. Kudengar ia mengerang sambil kedua tangannya berpegangan erat pada pinggangku. Semakin cepat aku mengocok dan mengenyotnya, semakin keras pula ia melenguh. Ougghh.. Aku terus mengocoknya dan mengenyotnya sambil tangan kiriku mengelus-elus buah zakarnya dan pahanya yang berbulu halus.

Akhirnya, crott.. crott.. crott.. Cairan kental berwarna putih serta berbau anyir itu pun muncrat dan tumpah ruah di mulutku. Kudengar ia melenguh panjang.
"Oughh yess..!" kutelan semua spermanya, dan perlahan-lahan aku mengocok penisnya yang sudah mulai berkurang ketegangannya.
Kemudian kulepaskan kulumanku dan aku mulai menjilati kepala penisnya yang berlumuran sperma bagaikan menjilat es krim terenak di dunia.

Kemudian kurebahkan tubuhku di sisi tubuhnya. Dengan mesra ia mencium keningku, kemudian turun ke bibirku. Aku dan ia pun kembali berpagut sambil saling berpelukan erat dan hangat. Akhirnya ia pun tiduran telentang dan aku sandarkan kepalaku ke lengannya yang kokoh.

Kupandangi langit yang berhiaskan bulan dan bertaburan bintang. Aku tersenyum menatap sang dewi malam yang telah menjadi saksi bagiku. Kulihat rembulan pun serasa ikut tersenyum menikmati permainku dengannya. Sebuah pengalaman romantis yang mungkin hanya berada dalam angan-angan. Percintaan yang menggelora di tengah padang rumput nan membentang luas dengan disirami oleh cahaya rembulan yang terang benderang.

Angin pun seakan tak kuasa memberi rasa dingin pada dua sosok tubuh yang sedang memadu cinta dengan nafsu yang menggelora. Kulihat ia sudah tertidur pulas karena kelelahan. Kupandangi wajahnya dan tubuh polosnya yang putih bersih disiram cahaya rembulan dengan butiran-butiran halus keringat yang membasahi tubuhnya tampak mengkilat ditimpa cahaya rembulan. Kupeluk erat tubuhnya dan kusandarkan kepalaku di dadanya yang bidang berbulu lebat. Kupejamkan mataku dan kuresapi bau tubuhnya yang maskulin.

Tanganku tiada henti-hentinya menggerayangi seluruh titik tubuhnya yang berbulu. Kuraba lagi perutnya yang berbulu lebat, kemudian turun ke bulu-bulu lebat yang tumbuh di atas penisnya. Kumainkan jari-jariku di sela-sela bulu hitam itu. Kemudian tanganku meraba dan mengelus-elus buah zakarnya, kemudian kupindahkan sasaranku ke penisnya yang sudah kembali ke ukuran semula. Aku hanya tersenyum sambil mempermainkan penisnya. Kukecup dadanya dan kucium bau keringatnya yang khas seorang laki-laki. Tanpa terasa aku pun tertidur di dadanya sambil tanganku mendekap penisnya.

Aku tersentak kaget ketika kurasakan ada cahaya yang menyilaukan mengenai kelopak mataku. Kubuka mataku perlahan-lahan dan kupicingkan mataku ke arah sumber cahaya itu. Ternyata itu adalah cahaya matahari pagi yang masuk menerobos jendela kamarku. Seketika aku tersentak dan kupandangi sekelilingku. Kosong. Kemana gerangan perginya sang pangeranku? Kurasakan celana dalamku basah dan kupegang penisku ternyata basah oleh spermaku. Kupegang cairan itu terasa lengket dan tercium olehku bau anyir khas bau sperma. Aku baru sadar kalau ternyata aku hanya mimpi.

"Sialan..!" pikirku.

Hubungan Seks Pertama

Cerita ini merupakan pengalaman seks aku yang pertama kalinya dengan seorang anak laki-laki. Dulu saat aku kelas 1 SMA, aku mempunyai banyak teman, dari yang lebih tua sampai yang lebih muda umurnya. Aku mempunyai seorang teman yang bernama Andi, entah kenapa aku sangat tertarik kepadanya. Memang sejak aku SMP aku suka sekali onani sampai klimaks. Dan Andi pun menceritakan bahwa hingga sekarang pun dia suka onani (setiap kali kalau sedang mandi, katanya). Kami berteman cukup lama. Dan aku selalu menyimpan perasaan suka itu.

Awal mulanya begini, kami berdua masuk suatu organisasi (bukan organisasi terlarang), dan diadakan acara di sekolah, kami semua menginap di sekolah. Acara itu diadakan pada sore hari. Dan pada saat mau tidur, aku dan Andi tidak bisa tidur. Kami ngobrol dan bercanda di ruangan sebelah yang agak jauh dari ruang tidur anak-anak yang lainnya. Entah kenapa benda panjang milikku waktu itu berdiri tegak terus. Andi pun menanyakan apa yang kupikirkan sehingga kemaluanku berdiri tegak. Dia pun merabanya, walaupun aku masih mengenakan baju lengkap. Aku juga meraba rudalnya yang masih terbungkus celana pendeknya. Pada saat itu aku tidak sadar bahwa Andi pun adalah seorang gay. Dia pun memulai perbincangan tentang seks dan lainnya. Dia meminta agar aku memperlihatkan benda panjangku yang berdiri tegak itu kepadanya. Dan anehnya, aku menuruti kemauannya.

Di ruangan yang gelap itu, aku pun membuka bajuku satu-persatu, mulai dari kaos dan celana pendekku. Dan Andi pun mulai membuka semua pakaiannya dan ternyata ia sudah telanjang bulat dengan batang kemaluan yang setengah tegang. Bulu kemaluannya waktu itu sudah terlihat mulai lebat. Saat itu aku belum membuka celana dalamku, dan batang kejantananku sudah berdiri sangat tegaknya karena ditambahnya pemandangan tubuh telanjang Andi.

Lalu Andi pun membatuku membukakan celana dalamku. Dia berlutut di depan batangku yang mengeras. Andi sedikit tertawa melihat ke arah batang kejantananku, karena ia tidak melihat adanya bulu kemaluan di sekitar benda pusakaku, karena memang kemarin harinya aku sengaja mencukurnya sampai habis. Dengan demikian terlihatlah batang kejantananku yang besar. Berdiri tegak dengan sempurna sampai sedikit berdenyut. Memang saat itu yang lebih bergairah adalah Andi, karena aku sengaja diam saja untuk melihat reaksinya. Ternyata sadis sekali pemandangan itu.

Lalu ia pun langsung menyuruhku duduk di kursi dan ia pun mengulum batang kejantananku, dan wah.. nikmat sekali. Andi memainkan senjataku dengan lidahnya di dalam mulutnya dan semakin nikmat aku merasakannya. Disedotnya burungku dengan kuatnya, dan aku hanya bisa terpejam merasakan nikmatnya kuluman Andi. Kurang lebih 15 menit kemaluanku dimainkan Andi. Aku pun merasakan bahwa aku akan mencapai puncaknya. Lalu Andi mengeluarkan batang kejantananku dari mulutnya dan ia mengocok kembali rudalku dengan tangannya dan, "Crrott.. crott..!" keluarlah cairan putih kental dari dalam kemaluanku dan aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Ternyata Andi tidak puas begitu saja. Ia menjilati seluruh spermaku yang tumpah ke perut dan dadaku serta ia juga menciumi aku sehingga kami saling bercumbu dengan posisi Andi duduk di pangkuanku. Aku pun hanya pasrah dan menuruti saja apa yang Andi mau. Lalu ia menyuruhku berdiri dan telungkup di atas meja. Ternyata ia mulai memasukkan kemaluannya yang lumayan besar itu ke dalam anusku.

Awalnya aku merasa sakit karena ada benda sebesar itu masuk ke lubang anusku yang sempit. Tapi perlahan-lahan rasa sakit itu hilang, dan Andi pun mulai beraksi setelah masuk semua batang kejantanannya ke dalam anusku. Aku pun merasakan ada yang mengalir di dalam anusku, dan ternyata itu adalah spermanya Andi.

Setelah kami berdua merasa lelah, kami pun menyudahi permainan nikmat itu. Aku mulai memakaikan baju ke Andi karena ia sudah kelihatan sangat lelah. Setelah itu Andi pun memakaikan aku baju. Pertama kaosku, eh ternyata dia tidak langsung memakaikan aku celana dalam, yang kulihat dia malah mengulum kemaluanku yang sudah lemas tadi sampai mulai berdiri tegak kembali. Melihat hal itu aku membiarkan saja, dan aku kembali mencapai puncaknya untuk kedua kalinya. Setelah itu ia baru memakaikan semua pakaianku.

Kebiasaanku tidak hanya berhenti sampai disitu saja, karena diriku sekarang sudah menjadi seorang gay yang selalu merindukan yang namanya kemaluan lelaki. Kehidupanku selanjutnya mengalami beberapa pengalaman indah seperti kejadian saat aku kelas 2 SMA. Hal serupa juga terjadi disaat organisasi kami mengadakan acara untuk liburan sekolah.

Akhirnya, saat yang kutunggu-tunggu telah tiba, yaitu liburan kenaikan kelas. Untung saja aku naik kelas 3. Dan liburan ini sangatlah lama. Pada pertengahan bulan Juli akan diadakan acara retret yang dilakukan oleh organisasiku. Acara ini berlangsung selama 3 hari 2 malam di daerah Cipanas. Karena liburan waktunya lama, jadi aku ikutan saja pergi. Seminggu sebelum keberangkatan, diadakan rapat dan semua peserta harus ikut untuk pemberitahuan apa saja yang harus dibawa saat itu. Pada rapat itu, ternyata Andi pun datang dan dia juga ternyata ikutan pergi. Dalam hati aku merasa senang sekali kalau dia itu ikutan, apalagi kalau nanti aku bisa sekamar dengan dia.

Akhirnya hari keberangkatan pun tiba, dan kami semua pergi dengan senang tanpa harus memikirkan tentang sekolah lagi. Kami tiba di tempat tujuan pada sore hari. Setelah tiba disana, kami pun beristirahat sejenak dan pembagian kamar pun dimulai. Dimana peserta yang hadir ada 30 orang dan satu kamar hanya diisi 3 orang saja (supaya kalau mau tidur tidak berisik).

Dengan rasa gembira, ternyata aku sekamar dengan Andi dan dia terlihat gembira juga. Teman kami yang satunya bernama Johan. Dia juga sekelas dengan Andi pada satu sekolah. Acara demi acara kami lalui bersama, dan tibalah untuk tidur malam. Akhirnya semua peserta pun masuk ke kamarnya masing-masing dan menguncinya.

Pada malam itu, aku, Andi, dan Johan tidak bisa tidur. Kami hanya mengabiskan waktu dengan bermain kartu, bercanda dan ngobrol agar kami bisa tidur nantinya. Memang kata Andi kalau Johan ini suka ngomong yang seenaknya, tapi selalu benar, alias suka ceplas-ceplos saja. Aku dan Andi agak sedikit jengkel dibuatnya, tapi kami tidak bisa marah, masalahnya Johan ini orangnya lucu. Maka aku dan Andi sepakat untuk ngerjain dia (bukan sampai ke hal yang gituan lho..).

Kami pun menjalankan rencana kami berdua. Karena Andi badannya lebih besar dari Johan dan aku, makanya aku suruh dia untuk memegangi Johan. Aku mengelitiki dia sampai kelelahan ketawa dan minta ampun ke kami berdua. Karena melihat sudah lemas karena kebanyakan ketawa, Andi pun menyuruhku menelanjanginya dan Johan hanya bisa berontak, tapi apa daya. Lalu dengan cepat aku menelanjangi Johan sampai tidak ada satu benang pun menempel di badannya. Maka dari itu terlihatlah badan Johan yang kecil, putih dan agak kurus itu, juga terlihat batang kemaluan yang kecil dan masih dalam kondisi tidur. Aku pun gantian memegangi Johan dengan Andi.

Yang kulihat justru Andi membuka semua bajunya sampai telanjang, aku sih hanya diam saja, karena aku tahu apa maksudnya dan juga aku melihat batang kemaluan Andi yang mulai tegang. Namun Johan tidak tahu bahwa Andi sudah telanjang, karena wajahnya kututupi dengan bantal. Andi pun mulai membelai-belai lembut batang kemaluan Johan, dan dengan seketika menjadi tegang rudal putihnya. Aku yang melihatnya menjadi sangat bernafsu, karena tidak ada satu bulu kemaluan pun terlihat (belum tumbuh) dan aku merasa bahwa senjata rahasiaku mulai bergerak semakin besar. Andi pun langsung menciumi Johan, mulai dari mulutnya dan terus ke seluruh badannya dan terlihat Johan sangat menikmatinya.

Setelah terlihat mulai tidak berontak, aku pun melepas peganganku. Aku duduk sejenak melihat aksi Andi. Ternyata aku tidak tahan lagi, dan aku buka semua pakaianku sampai aku telanjang bulat juga. Batang kemaluanku sudah tegang dari tadi dan sudah sangat keras. Saat itu aku mencukur seluruh bulu kemaluanku sehingga terlihat licin, sekilas terlihat sama dengan kepunyaan Johan.

Aku pun ikut dalam permainan tersebut. Johan pun kami berdirikan, Andi dan aku terus menciumi Johan dan merabanya sampai dia merasa nikmat. Andi mulai mengarahkan batang kejantanannya untuk dimasukkan ke dalam anus Johan, dan aku mulai mengulum rudal putihnya. Akhirnya Andi pun mencapai orgasmenya setelah terus mengocok batang kejantanannya di dalam anus Johan. Dan tumpahlah air mani Andi ke dalam anus Johan. Karena aku melihat bahwa Johan akan sampai pada orgasmenya, aku berhenti mengulum batang rudalnya. Andi pun mulai mengeluarkan batangnya yang mulai lemas dari anus Johan. Batang kemaluan Johan kutuntun untuk masuk ke dalam anusku. Dan Andi pun mengulum batang kemaluanku dengan nafsunya.

Coba bayangkan, batang kemaluanku dikulum dan Johan mnyodomiku, kenikmatannya sudah tidak terbayangkan lagi. Akhirnya semua badanku mengejang dan sepertinya sudah mau keluar. Bersamaan dengan itu, air mani Johan pun tumpah ke dalam anusku. Dan selang waktu yang tidak lama, maniku pun keluar membasahi wajah dan mulut Andi. Wow.. luar biasa deh enaknya. Sampai-sampai aku tidak kuat berdiri lagi.

Lalu pelan-pelan batang kejantanan Johan mulai dikeluarkan, dan Andi pun mulai membersihkan semua maniku yang tumpah ke wajahnya dan sedikit ke badanku. Aku pun hanya bisa tiduran di lantai karena merasa sudah sangat lelah. Karena Johan merasa tidak terima perbuatanku terhadapnya, maka dia langsung mencium aku dengan nafsu dan kubiarkan saja badanku diciumi Johan yang juga diikuti Andi. Aku hanya diam saja, hingga mereka berdua puas bermain dengan badan dan batang kemaluanku. Batang kejantananku yang tadinya mulai melemas, mereka paksa untuk berdiri tegak lagi. Dan yang kulihat, kemaluan mereka berdua mulai berdiri juga.

Aku pun mulai mengulum rudalnya Andi, dan akhirnya kami saling mengulum rudal teman. Entah setan apa yang ada, Andi langsung memasukkan kembali batang kejantanannya ke anusku, dan terpaksa batang kejantananku juga kumasukkan ke anus Johan, sehingga kami saling menyodomi. Tanganku mulai mengocok batang kejantanan Johan yang lebih kecil dari milik kami berdua. Merasakan bahwa batang kejantanan Andi dikeluarkan dari anusku, aku pun ikut mengeluarkan rudalku dari anus Johan. Kami bertiga saling berpelukan dan mengocok kemaluan yang lainnya. Akhirnya kami sampai pada klimaksnya, dan air mani kami bertiga membasahi seluruh tubuh kami. Dan saat itu kami saling berciuman.

Untung saja kamar mandinya ada di dalam kamar, sehingga kami tidak perlu keluar dengan keadaan badan penuh sperma dan sedikit lengket gitu. Soalnya kalau ketahuan bisa celaka.

Kami bertiga pun saling membersihkan badan kami dari air mani yang menempel di badan kami. Kami saling mengelap badan kami dari wajah sampai kaki dan tidak lupa kemaluan kami. Tapi apa daya, merasakan batang kemaluan kami masing-masing dielus-elus teman, maka berdiri lagi lah kemaluan kami. Dan kami saling tertawa melihat kemaluan masing-masing yang sedang berdiri tegang. Tapi kami tidak saling berhubungan badan lagi, karena sudah merasa sangat lelah setelah 2 kali klimaks.

Akhirnya kami pun pergi tidur dan istirahat. Dan kami bertiga putuskan untuk tidur tanpa busana. Kami bertiga tidur saling berpelukan dengan Johan berada di tengah-tengah dan saling memegang kemaluan yang lainnya.

1 komentar:

  1. Is it Safe to play Blackjack in Vegas? - Dr.MCD
    For 김포 출장샵 blackjack players, the Blackjack tables always have the same game 경상남도 출장안마 rules. 서울특별 출장마사지 Blackjack is a fun and easy 군포 출장안마 game to 보령 출장안마 learn and play.

    BalasHapus